Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Ironis, Sejarah Munculnya Presidential Threshold 20 Persen

REKAYOREK.ID Tokoh nasional Rizal Ramli mengungkapkan munculnya presidential threshold (PT) 20 persen. Menurut Rizal Ramli, awalnya PT hanya 5 persen. Lalu PDIP ingin memblok partai lain, sehingga PT didorong naik menjadi 20 persen.

Hal ini disampaikan Rizal Ramli dalam acara peluncuran buku karya M. Rizal Faddilah, Kamis (19/8/2021).

“Saya ingat sejarahnya, pada waktu itu batasannya hanya 5 persen, kemudian PDIP waktu itu memblok agar SBY tidak maju naikin lah 20 persen. Tapi ternyata PDIP sendiri dapatnya waktu itu hanya 17 persen, dan akhirnya tidak bisa maju juga sendiri, harus ajak partainya Prabowo,” ucap Rizal.

Dirinya menuturkan untuk menaikkan persyaratan threshold bukanlah untuk menyederhanakan partai, namun untuk mencegah seseorang untuk maju.

“Inilah alasan historisnya, yang seolah-olah dikasih argumen bahwa threshold harus terus ditinggikan agar partai di Indonesia jumlahnya kecil. Gak ada gunanya kalau kecil tapi tidak berpihak ke rakyat, tapi hanya berpihak kepada oligarki, dan itu justru hanya meningkatkan tarif partai-partai yang lolos,” katanya.

Selain itu, RR mengatakan dengan tingginya threshold tersebut, untuk menjadi kepala daerah baik Walikota, Bupati, Gubernur bahkan sampai Presiden membutuhkan biaya yang besar.

“Misalnya kalau buat jadi walikota perlu 20 persen, ya 3 partai masing-masing Rp10-20 miliar, jadi biaya partai nya itu Rp60 miliar, jadi gubernur Rp100-300 miliar, jadi presiden diatas Rp1 triliun,” imbuhnya.

Menurutnya, dengan tingginya threshold tersebut, partai-partai sangat senang. Lantaran dengan sistem tersebut, partai menerima upeti atau menerima setoran tanpa berbuat apa-apa.

“Inilah basis dari korupsi politik yang paling besar di Indonesia, karena kebanyakan calon Bupati dan Gubernur, Presiden tidak punya uang, yang bayarin itu para cukong (bandar),” jelasnya.

“Lebih ironis lagi sistem democracy criminal dilegalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Saya bingung MK ini benar-benar Mahkamah Kekuasaan karena pada dasarnya mereka melegalkan sistem demokrasi kriminal. Padahal itu tidak ada di UUD kewajiban threshold, siapapun boleh maju asal didukung oleh partai yang lolos,” sambungnya.

Dirinya mengungkapkan dengan basis dari politik kriminal yang dilegalisir oleh MK, menciptakan kelas pemimpin kualitas KW 2-4. Bukan hanya segi kualitas KW 2-4, namun pencuri juga.

“Inilah yang merusak negara yang kaya raya ini, tidak pernah rakyatnya makmur, elit yang makmur dengan permainan threshold ini,” pungkasnya.[]

Komentar
Loading...