Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Kereta Cepat Pakai APBN, Dulu Bilangnya Tidak

Pada 2015 silam, Jokowi bilang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan membebani APBN, tapi menggunakan skema business to business (B to B). Sekarang malah mau pakai APBN.

REKAYOREK.ID Seperti diduga banyak pihak sebelumnya, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan menyisakan masalah. Kebijakan Presiden Joko Widodo yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan infrastruktur transportasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung, menjadi bukti adanya ketidakberesan dalam proyek tersebut.

Masalah yang kerap muncul mulai dari kendala pembebasan lahan hingga bengkaknya biaya pembangunannya yang terjadi sejak 2020.

Apalagi biaya proyek kereta cepat tersebut telah terjadi pembengkakan, yakni mencapai US$ 1,9 miliar atau mencapai Rp 26,9 triliun. Awalnya pembengkakan ditemukan pada November 2020, saat itu pembengkakan biaya proyek tercatat mencapai US$ 2,5 miliar atau totalnya menjadi US$ 8,6 miliar.

Masalah selanjutnya, BUMN yang menjadi perusahaan patungan membangun proyek itu mengalami masalah keuangan karena terimbas pandemi. Konsorsium kereta cepat sendiri terdiri dari empat BUMN, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PTPN VIII.

Karena terancam mangkrak, Presiden Jokowi bergegas menyelamatkan mega proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Jokowi memutuskan pendanaan proyek tersebut kini akan dibiayai dengan APBN.

Sejak akhir tahun 2020, Malaysia akhirnya menghentikan proyek kereta cepat atau Proyek High-Speed Rail (HSR) yang telah disepakati sejak 2016 silam. Malaysia sendiri bekerjasama dengan Singapura.

Hal ini berbeda dengan Malaysia yang menghentikan kereta cepat pada 31 Desember 2020 lalu. Belum lagi, kondisi ekonomi Malaysia yang tidak memungkinkan di tengah pandemi Covid-19.

Malaysia nekat untuk membatalkan proyek itu meski harus membayar kompensasi kepada Singapura untuk biaya pembangunan yang telah dikeluarkan. Hingga Maret 2021, Malaysia diketahui telah membayar kompensasi sebanyak 102 juta dolar Singapura.

Sementara, biaya yang telah dikeluarkan Singapura untuk proyek tersebut lebih dari 270 juta dolar Singapura.

Untuk diketahui, transportasi kereta cepat sepanjang 350 kilometer (km) ini rencananya dibangun untuk menghubungkan dua pusat bisnis, yaitu Singapura dan Kuala Lumpur. Kehadiran kereta cepat ini disebut dapat memangkas waktu tempuh dari 4 jam lebih menjadi 90 menit saja.

Sebelum adanya pandemi, sebuah studi dari para peneliti di Institut Ekonomi Berkembang Jepang memperkirakan proyek tersebut menciptakan keuntungan ekonomi tahunan sebesar US$ 1,6 miliar untuk Malaysia dan US$ 641 juta untuk Singapura pada 2030 ketika jalur tersebut sudah beroperasi penuh.

***

Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menyebutkan bahwa proyek kereta cepat dengan menggunakan APBN akan menjadi beban seumur hidup.

“Kelak akan menjadi beban APBN seumur hidup, sedangkan kita telah memiliki jaringan rel kereta api yang sudah lama beroperasi sejak zaman Belanda yang juga harus tetap berkembang,” tuturnya, Senin, (11/10/2021).

Ia menjelaskan sejak awal proyek ini memang sudah bermasalah dan sempat menuai kontroversi. Selain menggunakan dana pinjaman dari Cina, beberapa kalangan menilai Jakarta-Bandung belum terlalu membutuhkan moda kereta cepat lantaran jaraknya yang pendek, serta sudah ada Tol Cipularang dan Kereta Api (KA) Argo Parahyangan.

Menurut Darmaningtyas, Menteri Perhubungan saat itu Ignasius Jonan, juga kurang sepakat dalam beberapa hal terkait mega proyek tersebut.

“Buktinya, Ignasius Jonan tidak mau hadir dalam peletakan batu pertama karena melihat ini akan menjadi masalah. Saya sendiri sejak awal bersuara kritis terhadap pembangunan KA Cepat Jakarta–Bandung yang bakal menyedot subsidi APBN seumur hidup?” tuturnya.

Namun, jika proyek cepat tak didukung pengerjaannya oleh APBN, Darmaningtyas juga khawatir proyek tersebut akan berujung mangkrak seperti Proyek Hambalang. “Tentu lebih memalukan karena dana yang sudah diinvestasikan untuk pembangunannya lebih besar dari Hambalang.”

Sementara Anggota DPR Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengkritik pemerintah atas Perpres Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Diketahui, dengan Pepres itu kini APBN diizinkan menjadi sumber pembiayaan yang disalurkan kepada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai perusahaan patungan dari sejumlah perusahaan BUMN.

Terkait penggunaan APBN dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Mardani menyebut pemerintah tidak konsisten.

“Keputusan menggunakan dana APBN untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kembali menunjukkan inkonsistensi pemerintah yang berpeluang besar merusak kredibilitas proyek-proyek BUMN. Dari awal sudah sesumbar tidak akan menggunakan dana APBN,” kata Mardani kepada awak media, Selasa (12/10/2021).

***

Ketua DPP PKS itu menyoroti pembangunan proyek yang dianggap tidak hati-hati dalam pelaksanaan hingga merusak lingkungan. Ia mengatakan perencanaan yang kurang matang dan perhitungan biaya yang kurang komprehensif patut diduga menjadi penyebab pembengkakan biaya.

Di sisi lain, lanjut dia ada kekhawatiran proyek kereta cepat Jakarta-Banding akan membebani pemerintah.

“Belum lagi perkiraan minat serta keterisian pengguna terhadap proyek ini bisa saja berubah di masa pandemi Covid-19. Jika tidak dipertimbangkan dengan benar, berpotensi menyebabkan kerugian jangka panjang,” kata Mardani.

Senada, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca Pandjaitan sudah menduga bahwa ada yang tidak beres dari proyek kereta cepat.

“Sejak awal kita sudah menduga akan macet atau akan ada sesuatu,” ujar Hinca Pandjaitan di Kantor DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat.

Dikatakan Hinca, pemerintah terkhusus Presiden Jokowi harus bisa menjelaskan mengapa kemudian ada perubahan pada skema pembiayaan proyek itu.

Pasalnya, Presiden Jokowi pernah menegaskan bahwa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan membebani APBN.

“Seharusnya non APBN mengapa menjadi (pakai) APBN? Sepanjang pertanyaan-pertanyaan publik sangat serius maka sepanjang itu pula harus dijelaskan supaya terang benderang,” katanya.

Lanjut anggota Komisi III DPR RI ini, Presiden Jokowi harus bisa memberikan penjelasan yang masuk akal supaya publik tidak berpikiran terlalu luas.

“Kalau ditemukan yang masuk akal, mungkin publik akan menerima, tetapi kalau ada penjelasan yang sulit diterima publik, tentu persoalannya panjang,” pungkasnya.

Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Hanteru Sitorus juga menyayangkan inkonsistensi pemerintah pada proyek tersebut. Sebab pada 2015 silam, Jokowi menyatakan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak akan membebani APBN, tapi menggunakan skema business to business (B to B).

Tertuang juga dalam aturan lamanya, yaitu Pasal 4 Perpres 107/2015 bahwa pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dilakukan dengan skema obligasi oleh konsorsium BUMN atau patungan.

Bertepatan dengan perubahan beleid tersebut, biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung membengkak. Yaitu, dari semula 6,07 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 86,67 triliun menjadi 8 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp 114,24 triliun. Artinya, ditemukan pembengkakan anggaran sekitar Rp 27,57 triliun.

Karena itu Deddy meminta pemerintah konsisten dengan skema awal pendanaan proyek strategis nasional ini. bukan justru menyentuh duit negara.

“Kita berharap agar pemerintah konsisten dengan tidak menggunakan APBN untuk proyek ini,” ucap Deddy.

Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan ini memandang seharusnya pemerintah melakukan investigasi terlebih dahulu sebelum menetapkan kebijakan baru.

“Harus ada audit menyeluruh terhadap proyek ini sebelum mengambil keputusan bahwa negara harus intervensi pembiayaan,” katanya.

Menurut Deddy, berdasarkan logika bussines planning yang dipakai ketika proyek ini dibuat, sudah sepatutnya ada evaluasi secara menyeluruh, agar tidak terjadi moral hazard.

“Apakah ada penyimpangan dari perencanaan semula? Ataukah memang sejak awal tidak feasible tetapi dipaksakan secara tidak bertanggung jawab?,” tandasnya.[]

 

 

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...