Oleh: M. Isa Ansori
PENERIMAAN Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi selalu menjadi topik yang memancing perdebatan. Di satu sisi, sistem ini dirancang untuk menciptakan pemerataan akses pendidikan, tetapi di sisi lain, implementasinya sering menghadapi tantangan teknis dan sosial.
Untuk menjawab relevansi sistem zonasi saat ini, kita harus kembali memahami alasan fundamental mengapa kebijakan ini diterapkan.
Mengapa Zonasi Diperlukan?
Sebelum sistem zonasi, penerimaan siswa baru berbasis nilai akademik penuh menjadi penentu utama. Akibatnya, siswa dari kalangan menengah ke atas yang memiliki akses ke bimbingan belajar dan dukungan tambahan mendominasi sekolah-sekolah favorit. Sebaliknya, siswa dari keluarga menengah ke bawah, baik secara ekonomi maupun pengetahuan, hanya memiliki sedikit peluang untuk mengakses pendidikan berkualitas.
Sistem tersebut bersifat diskriminatif, karena hanya memberikan akses kepada mereka yang sudah unggul secara akademik, sementara anak-anak dari lingkungan yang kurang beruntung terpinggirkan. Dalam jangka panjang, hal ini menciptakan kesenjangan pendidikan yang semakin tajam antara kelompok kaya dan miskin.
Zonasi dihadirkan untuk mengatasi ketimpangan ini. Dengan mendasarkan penerimaan pada jarak tempat tinggal ke sekolah, sistem ini bertujuan:
1. Memberikan kesempatan yang setara kepada semua siswa.
2. Menghapus stigma “sekolah favorit” dan mendorong pemerataan kualitas pendidikan.
3. Meningkatkan partisipasi pendidikan lokal dengan memudahkan akses siswa ke sekolah di dekat tempat tinggal mereka.
Tantangan Zonasi dan Solusinya
Tentu saja, zonasi bukan tanpa tantangan. Masalah seperti perbedaan kualitas antar sekolah, manipulasi domisili, dan persepsi negatif masyarakat sering mencuat. Namun, solusi untuk memperbaiki zonasi jauh lebih baik daripada menghapusnya.
Isa Ansori, seorang pegiat pendidikan, menawarkan redefinisi zonasi untuk meningkatkan efektivitasnya. Dengan penyesuaian berdasarkan konteks lokal dan penerapan zonasi hybrid, sistem ini dapat lebih relevan dan adaptif. Zonasi hybrid, misalnya, menggabungkan jarak dengan parameter lain seperti prestasi akademik dan kebutuhan khusus, sehingga tetap mempertahankan keadilan akses tanpa mengabaikan penghargaan atas usaha individu.
PPDB Zonasi: Pilihan untuk Masa Depan
Menghapus sistem zonasi berarti kembali ke masa diskriminatif, di mana hanya mereka yang “beruntung” yang dapat menikmati pendidikan berkualitas. Zonasi adalah wujud nyata dari prinsip keadilan sosial, memberikan setiap anak kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan terbaik.
Keberhasilan zonasi tidak hanya bergantung pada aturan, tetapi juga pada keberanian pemerintah untuk memperbaiki kelemahannya. Pemerataan kualitas sekolah, pengawasan ketat terhadap manipulasi domisili, dan keterlibatan masyarakat adalah kunci untuk menjadikan sistem ini relevan dan efektif di masa depan.
Sistem zonasi masih sangat relevan. Ia adalah langkah strategis untuk menciptakan pendidikan yang lebih inklusif, berkeadilan, dan merata. Dengan reformasi dan komitmen yang kuat, PPDB berbasis zonasi dapat menjadi pilar pendidikan yang mempersiapkan generasi penerus yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki rasa keadilan sosial yang tinggi.
Menyempurnakan Zonasi untuk Masa Depan Pendidikan
Isa Ansori menawarkan gagasan redefinisi zonasi yang dapat membuat kebijakan ini lebih inklusif dan adaptif terhadap kebutuhan lokal. Beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi:
1. Redefinisi Zonasi Lokal
Zonasi harus disesuaikan dengan karakteristik daerah, ketersediaan sekolah dan juga kepadatan penduduk. Misalnya, di kota besar dengan banyak sekolah, radius zonasi dapat lebih kecil. Sementara di pedesaan, radius dapat diperluas untuk menjangkau siswa dari wilayah terpencil.
Dalam hal pendekatan juga perlu dipertimbangkan keberadaan sekolah dimasing masing daerah, sehingga bila menganut pada definisi zonasi sebagaimana pengertian zonasi pada kawasan ekonomi dan sebagainya, ada pemahaman setiap peserta didik yang berada dalam satu zonasi diperlakukan sama, lalu proses seleksinya menggunakan parameter yan disepakati. Untuk sekolah SD sederajat dapat menggunakan pendekatan zonasi dengan mempertimbangkan kelurahan, SMP mengguankan zonasi kecamatan dan SMA / SMK menggunakan zonasi kota.
2. Peningkatan Kualitas Sekolah Secara Merata
Pemerintah harus berinvestasi dalam meningkatkan infrastruktur, fasilitas, dan kompetensi guru di seluruh sekolah, terutama di daerah non-favorit. Ini memastikan bahwa setiap sekolah memiliki standar pendidikan yang setara.
3. Sistem Hybrid
Pendekatan hybrid dapat menggabungkan zonasi jarak dengan parameter lain, seperti prestasi atau kebutuhan khusus siswa, untuk memberikan ruang fleksibilitas tanpa meninggalkan prinsip keadilan.
4. Transparansi dan Pengawasan
Pengawasan ketat diperlukan untuk mencegah manipulasi domisili. Sistem digitalisasi data yang terintegrasi dengan catatan kependudukan dapat menjadi solusi.
Zonasi Tetap Relevan dan Dibutuhkan
PPDB sistem zonasi adalah langkah maju untuk menciptakan keadilan pendidikan di Indonesia. Meskipun memiliki kelemahan, sistem ini tetap lebih baik dibandingkan kembali ke sistem berbasis nilai yang diskriminatif. Zonasi bukan sekadar kebijakan administratif, tetapi wujud nyata dari upaya negara memberikan hak pendidikan yang setara bagi setiap anak, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi.
Dengan redefinisi yang berkeadilan, zonasi dapat menjadi solusi berkelanjutan untuk pemerataan pendidikan di Indonesia. Zonasi tetap relevan sebagai langkah membangun masa depan yang lebih inklusif dan berkeadilan dalam dunia pendidikan kita.@
*) Kolumnis dan Akademisi, DPP Koalisi Pegiat Pendidikan Ramah Anak Indonesia