Membantah Prof Said Aqil Terkait Makna “Ahli Dzikir”
Oleh: Tim AMAL (Aswaja Menangkal Aliran Liberal)
DALAM sebuah video, Profesor Said Aqil memberikan paparan materi. Dia mengira bahwa yang dimaksud dengan ayat “Jika kalian (wahai orang Islam) tidak tahu, maka bertanyalah kalian kepada orang-orang Yahudi dan Kristen”. Dia bilang hal tersebut didasarkan pada kitab Tafsir Jalalain.
Dengan narasi tersebut Sang Profesor memberikan garis besar bahwa salah besar jika ayat tersebut ditafsiri “Bertanyalah kalian kepada Mubaligh dan Kyai, salah itu,” begitu katanya.
Dengan demikian dia memberikan kesimpulan bahwa “Nabi atau Al-Qur’an membangun masyarakat secara terbuka, yang toleran yang menerima kebenaran dari manapun”.
Seperti santri bahtsul masail pemula, profesor tersebut mengungkapkan pendapat dengan begitu lantang dan penuh rasa percaya diri karena mengira apa yang ia sampaikan telah berdasarkan dalil kuat dari kitab pesantren.
Entah profesor tersebut kurang mengerti konteks, atau pura-pura tidak mengerti, bagaimanapun juga sulit bagi kita mencerna, bagaimana mungkin sarjana lulusan Ummul Qura Timur Tengah, yang konon sangat cerdas dan ahli sejarah itu tidak mengerti konteks ayat yang ia bicarakan.
Namun sebagai bentuk khusnudzan kita, kita anggap saja profesor tersebut belum mengerti.
Kesalahan pemahaman profesor tersebut sebenarnya sedikit, TAPI FATAL..!
Ayat tersebut memang memerintahkan untuk bertanya kepada Yahudi dan Nasrani, akan tetapi yang diperintah bukanlah umat Muslim, melainkan mereka orang-orang kafir yang meragukan kenabian Nabi Muhammad.
Al-Qur’an menganjurkan orang-orang kafir Quraisy bertanya kepada Yahudi dan Nasrani, karena Yahudi dan Nasrani atau Ahli Kitab sangat mengetahui akan keabsahan kenabian Nabi Muhammad berdasarkan kitab Taurat dan Injil.
Dengan cara inilah Allah memberikan hujah kepada para kafir Quraisy, yang meragukan adanya manusia yang dapat menerima wahyu dari Allah.
Sebagian ulama memberikan ta’wil pada ayat tersebut, bahwa yang dimaksud ahli dzikir adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah masuk Islam.
Hal ini dapat dipahami dengan mudah, dalam Kitab tafsir Jalalin yang dia baca, asal paham nahwu sharaf, dan balaghah dan juga disertai niat membaca yang serius:
“Tidaklah Kami mengutus seorang utusan sebelum masa kalian, kecuali dia adalah seorang laki-laki (manusia), Kami memberi wahyu kepada mereka, bukan para malaikat, maka bertanyalah kalian pada ahli dzikir yaitu cendikiawan kitab Taurat dan Injil, jika kalian tidak mengetahui, mereka (Yahudi dan Nasrani) mengetahui (kenabian Nabi Muhammad) sedangkan kalian (kafir quraisy) lebih mudah membenarkan mereka (Yahudi Nasrani) dari pada membenarkan orang-orang Mukmin tentang kenabian Muhammad.”
Asbabun nuzul dari pada ayat tersebut adalah ketika para kafir Quraisy menentang kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad, dengan mengatakan “Allah terlalu agung dari sekedar menjadikan manusia sebagai utusannya”.
Hal ini dijelaskan dari Syarah Tafsir Jalalain.
Penjelasan tersebut juga dijelaskan berbagai kitab-kitab tafsir yang lebih besar sebagaimana yang dikatakan si Profesor, salah satunya Tafsir al-Thabari sebagai berikut :
“Bertanyalah kalian kepada ahli dzikir. Allah menyatakan kepada para kafir Quraisy, jika kalian tidak tahu bahwa Kami pernah mengutus kepada orang-orang sebelum kalian, seseorang dari suatu umat dari golongan bangsa Adam, sebagaimana Muhammad, lalu kalian berkata bahwa mereka (yang Kami utus) adalah malaikat, kalian menyangka bahwasanya Allah hanya berkomunikasi dengan mereka para malaikat (bukan para manusia) secara berhadap-hadapan.
Maka bertanyalah kalian kepada para ahli dzikir, mereka adalah orang-orang yang telah membaca kitab dari utusan sebelumnya, yakni kitab Taurat dan Injil, dan juga kitab-kitab lain yang diturunkan oleh Allah kepada hamba-Nya.”
Penjelasan kami (pengarang) dalam penafsiran ayat tersebut sebagaimana penjelasan para ahli ta’wil.
Al-‘Amasy menyatakan: “Kami mendengar bahwasanya yang dimaksud dengan ahli dzikir adalah orang-orang ahli Taurat dan Injil yang telah masuk Islam.”
Ibnu Zaid berkata, bahwa yang dimaksud dengan dzikir adalah Al-Qur’an, lalu beliau membaca ayat “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Dzikr (al-qur’an) dan Kami pula yang akan menjaganya”, lalu beliau juga membaca ayat “Sesungguhnya orang-orang yang kufur terhadap dzikr (Al-Qur’an) …” Al-Ayat.
Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa ayat tersebut turun, karena adanya orang-orang kafir Quraisy yang tidak percaya bahwa manusia bisa diberi wahyu oleh Allah, oleh karena itu Allah memerintahkan mereka untuk bertanya kepada Yahudi dan Nasrani, yang terlebih dahulu mendapatkan kitab suci yakni Taurat dan Injil.
Kenapa orang kafir Quraisy diperintahkan untuk bertanya kepada Yahudi dan Nasrani bukan orang Mukmin?
Karena Orang kafir Quraisy lebih mudah percaya kepada Yahudi dan Nasrani, yang notabene sama-sama penentang Agama Islam, dari pada mempercayai orang Mukmin yang terlanjur mereka benci dan musuhi.
Demikian penjelasan kami semoga bermanfaat bagi umat Islam, di sini kami memberikan sedikit nasehat, agar kiranya seseorang yang dianggap Cendekiawan, mestinya lebih hati-hati dan lebih cermat lagi dalam membaca kitab, agar tidak menyesatkan umat, khususnya umat Islam Indonesia yang tengah tercabik-cabik oleh perpecahan karena politik.[]