Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Menggembalikan Sesanti “Sura ing Baya” Pada Lambang Kota

Curabhaya adalah tempat dimana para jawara, orang pemberani, orang kuat bertempat tinggal (Eerwerd Eenstad Geboren, GH Von Faber). Mereka patuh dan setia pada raja atau pimpinan, Raja Kertanegara (Singasari).

REKAYOREK.ID Menggelorakan semangat kejuangan dan kepahlawanan bagi segenap warga dan aparat Surabaya tidak boleh padam. Apalagi kota ini menyandang status sebagai kota Pahlawan. Adalah dosa besar jika warga dan aparatnya lalai dan melupakan sejarah kejuangan dan kepahlawanan yang telah diukir oleh para pendahulu. Pesan Bunga Karno, “Jas Merah”, jangan sekali sekali melupakan sejarah.

Sebenarnya, semangat kejuangan dan kepahlawanan itu sudah menjadi jiwa dan ruh rakyat Surabaya dari jaman ke jaman. Semangat itu tidak hanya muncul ketika para pendahulu dan arek arek Suroboyo rela berkorban “Merdeka atau Mati” pada pecah perang kemerdekaan pada November 1945. Semangat dwi tunggal: kejuangan dan kepahlawanan ini telah terpatri mulai awal tersebutnya nama Surabaya.

Nama Surabaya tersebut dengan jelas pada prasasti kuno yang dikeluarkan oleh Raja Hayam Wuruk (Majapahit) pada 1358 M. Yaitu prasasti Canggu. Disana tersebut “i Curabhaya”. Sekarang menjadi “Surabaya”.

i Curabhaya” adalah nama sebuah desa kecil di pinggiran sungai, yang lokasinya berada di utara “i Bkul” atau Bungkul. Diduga “i Curabhaya” berada di kawasan Pandean-Pinilih.

Curabhaya adalah tempat dimana para jawara, orang pemberani, orang kuat bertempat tinggal (Eerwerd Eenstad Geboren, GH Von Faber). Mereka patuh dan setia pada raja atau pimpinan, Raja Kertanegara (Singasari).

Disadari atau tidak, gen-gen pemberani inilah yang secara cultural dan natural diwarisi oleh generasi selanjutnya.

Perang Surabaya melawan Mataram (1620-1625), perang Trunojoyo (Surabaya) melawan VOC (1677), hingga perang Surabaya melawan  Sekutu (1945) adalah aktualisasi dan ekspresi natural dan kultural mereka, orang orang Surabaya.

Sebuah sesanti yang berbunyi “Sura ing Baya” adalah aktualisasi ruh dan semangat arek arek Surabaya. Dalam istilah kekinian, Sura ing Baya adalah Wani. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, perubahan pun terjadi, maka dalam istilah kekinian Sura ing Baya, yang artinya berani menghadapi bahaya, berubah dengan istilah “Wani”.

“Wani” tidak hanya menjadi jargon holigan klub kesayangan sepak bola Surabaya, Persebaya. Tetapi, jargon ini juga sudah mulai digunakan di lingkungan pemerintah kota Surabaya dalam beberapa kesempatan dan acara. Misalnya “Surabaya Wani”. Tidak salah.

Dalam ilmu sosio-linguistik, kosa kata “wani” yang sebenarnya bersifat egaliter (tidak formal) dan pada awalnya lebih digunakan untuk menggambarkan semangat para holigan Persebaya dalam mendukung tim kesayangannya dalam berlaga di lapangan rumput, maka jika ekspreai semangat itu digunakan untuk pemakaian yang bersifat formal, akan lebih bagus, bijak dan santun bila menggunakan “Sura ing Baya”.

Sesanti “Sura ing Baya”, yang elok ini, patut disematkan kembali pada LAMBANG KOTA SURABAYA sebagai formalitas, seperti sesanti “Bhineka Tunggal Eka” pada lambang negara Indonesia, “Jaya ing Baya” pada lambang kota Kediri, “Malang Kucecwara” pada lambang kota Malang.

Bahwa sebagai upaya pemajuan nilai Sura ing Baya yang berarti berani menghadapi bahaya, lantas digunakan kata “Wani”, ini tidak masalah. Ada pilihan kata untuk yang bersifat egaliter untuk menggambarkan situasi yang kurang formal. Tapi untuk menggambarkan situasi dan hal hal yang resmi, maka akan lebih bagus bila menggunakan “Sura ing Baya”.

Menggembalikan sesanti “Sura ing Baya” pada lambang kota adalah bagian dalam merawat sejarah kota surabaya. Sesanti “Sura ing Baya” sudah menjadi dasar semangat Surabaya dari masa ke masa. Tidak hanya di masa masa klasik, kolonial hingga kemerdekaan, tapi sesanti ini tetap bisa aktual dan cocok dalam menjiwai generasi sekarang dan mendatang dalam proses pembangunan kota.

Di dalam semangat “Sura ing Baya” terkandung nilai nilai kejuangan dan kepahlawanan. “Sura ing Baya”, dan Kejuangan-Kepahlawanan adalah Wani. @Nanang

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...