Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit
REKAYOREK.ID Majapahit adalah sebuah kemaharajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dalam periode waktu mulai tahun 1293–1527 M. Kemaharajaan ini didirikan oleh Raden Wijaya dan mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya, yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan raja Hayam Wuruk (1350–1389). Bahkan disebut pula, Imperium Majapahit menguasai 1/3 wilayah dunia.
Kini Majapahit sudah tiada. Ia pernah ada selama 234 tahun. Peninggalannya, yang berupa kebendaan (tangible), banyak tersebar di wilayah Trowulan, kabupaten Mojokerto. Secara parsial juga masih ditemui di luar wilayah Mojokerto.
Secara non bendawi (intangible), kehadirannya mewarnai sendi sendi kehidupan, khususnya yang menjadi semangat institusi negara. Misalnya satuan kepolisian ternyata sudah ada sejak masa Kerajaan Majapahit. Saat itu, Patih Gajah Mada membentuk pasukan khusus pengamanan dengan sebutan Bhayangkara.
Tugas pasukan Bhayangkara ini adalah untuk melindungi raja dan kerajaan Majapahit. Nama pasukan Bhayangkara ini pun disematkan sebagai Hari Bhayangkara yang diperingati setiap 1 Juli atau hari lahirnya Polri.
Itulah salah satu warisan Majapahit yang masih dilestarikan dalam wujud institusi negara, Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Masih ada warisan Majapahit lainnya yang tetap dipakai baik dalam bentuk jargon, bahasa maupun lambang lambang. Warna bendera negara RI, merah putih, juga berangkat dari warna kebesaran Majapahit.
Pada abad ke-13, kerajaan Majapahit sudah menjadikan warna gula Jawa (aren) sebagai warna merah. Sedangkan warna putih diambil dari warna alami beras (nasi) yang menjadi konsumsi keseharian kala itu.
Kedua warna ini juga akrab disebut Getah dan Getih. Getah berwarna putih. Sedangkan Getih berwarna Merah.
Warna Getah Getih ini dijadikan variasi panji-panji kebesaran Kerajaan Majapahit. Majapahit yang dikenal kuat di bidang maritim, maka jiwa kemaritiman itu diwarisi oleh kesatuan Angkatan Laut Republik Indonesi (ALRI). Di Angkatan Laut Indonesia, warna merah putih ini menjadi warna “ular ular perang”.
Itulah sebagian pesan yang dapat dipetik dari sarasehan budaya dalam rangka memperingati HUT Majapahit ke 729 di Sanggar Bhagaskara di desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto pada Sabtu, 12 November 2022.
Peringatan HUT Majapahit ini diselenggarakan oleh Sanggar Bhagaskara, yang bekerjasama dengan komunitas budaya Madyantara ring Majapahit.
Supriono, pendiri Sanggar Bhagaskara, mengatakan bahwa di usia Majapahit yang ke 729 ini, kejayaan nenek moyang bangsa Indonesia (Majapahit) bisa terus menjadi semangat nasional.
“Nenek moyang bangsa ini bukanlah ber-DNA bangsa kelas rendah di eranya, tapi sebaliknya, mereka adalah bangsa yang sudah maju, moderat dan kosmopolitan di eranya”, jelas Supriono.
Ia berharap bahwa di usianya yang ke 729 ini, Majapahit dengan nilai nilai positifnya, bisa menjadi kesadaran kolektif bagi seluruh anak bangsa sehingga menjadi mesin pendobrak semangat untuk maju dan terus mengejar ketertinggalan di berbagai bidang dari bangsa bangsa lain.
Dalam sarasehan (Alanglang) dengan tema “Natas, Nitis, Netes” ini, hadir tiga nara sumber. Mereka adalah Laksda (purn) Untung Suropati, Pengamat Militer dan Praktisi Budaya. Ia menyajikan materi yang berjudul “Rivalitas geopolitik milenium II: Jatuh Bangun Majapahit dan Implikasinya”.
Kemudian Deddy Endarto, pendiri Museum Online Wilwatikta. Ia membawa judul “Menelisik Misteri Hari Jadi Majapahit: Menguak Data, Membedah fakta”.
Pembicara berikutnya adalah Nanang Purwono, Ketua Begandring Soerabaia yang berbicara tentang “Sumbangsih Kemaharajaan Majapahit Dalam Membangun keIndonesiaan”.
Sarasehan ini dimoderatori oleh Bondan Asmara, Kepala Bidang Pendidikan dan Penelitian (riset) Madyantara ring Majapahit.
Gelaran seni budaya Majapahit dan sarasehan (Alanglang) ini dihadiri oleh komunitas budaya dari Mojokerto, Malang, Blitar, Surabaya, Tulungagung, Lamongan, Krian dan Mojokerto sekitarnya.
Sementara gelaran seni budaya diisi oleh Sanggar Bhagaskara yang menampilkan talenta warga setempat yang menjadi binaan Sanggar. Warga memenuhi plataran pertunjukan dan bisa menikmati makanan dan minuman yang disajikan secara gratis oleh penyelenggara.
“Ciri kegiatan yang diselenggrakan Sanggar Bhagaskara ini, di samping penonton dimanja dengan berbagai sajian pertunjukan mulai dari tari, musik tadisional, krawitan dan berbagai ragam sajian seni tradisi lainnya, penonton juga dimanjakan dengan ragam kuliner berupa makanan, camilan dan minuman tradisional secara gratis”, jelas Supriono, penerima penghargaan Penggerak Desa Wisata 2022 dari Menteri Pariwisata, Sandiaga Uno.@nanang