Seni Pahat Arca Trowulan Menjadi Pundi Ekonomi dan Pelestarian Warisan Budaya
REKAYOREK.ID Ada pemandangan Kemajapahitan saat melalui jalan raya di daerah Trowulan, yang menjadi ruas jalan raya Surabaya-Jombang. Selain terpapar dengan rumah rumah replika rumah Majapahit dengan pagar pagar berbatu bata merah lengkap dengan arsitektur Majapahit beratap model Doro Gepak, di sepanjang ruas jalan raya ini juga dapat ditemui dan dilihat tradisi pembuatan arca arca kemajapahitan dari bebatuan alam andesit. Ukurannya bervariasi, ada yang kecil dan ada juga yang besar.
Hasil produksi kerajinan arca ini berjajar dan tertata di workshop workshop yang berada di tepi jalan Raya Bypass Jombang-Surabaya, Dusun Jatisumber, Desa Watesumpak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Salah satunya adalah tempat kerajinan arca, yang bernama Sela Adji. Lokasinya dari arah Surabaya, berada di kanan jalan. Sedangkan dari arah barat (Jombang), letaknya di sebelah kiri menuju Surabaya.
Karya karya arca, yang tampak dari jalan adalah sebagian dari sejumlah hasil kerajinan seni pahat Sela Aji. Sebagian lainnya masih berada di lahan workshop, tempat pembuatan arca yang berada di belakang rumah.
Di area tengah rumah masih ada halaman yang lengkap dengan sebuah pendopo dan paviliun. Sangat Jawais. Di balik pendopo itulah dimana sang pemahat dan pekerja serta anaknya berkegiatan budaya, membuat arca.
Sang artis, pemahat arca ini adalah Ribut Sumiyono. Ribut mulai menekuni seni dan budaya tradisi Mojopahitan ini sekitar tahun 1970-an. Ia belajar secara otodidak, learning by doing (belajar sambil melakukan) di tempat seorang tetangga yang piawai memahat batu untuk arca arca. Harun namanya.
Berbekal pengalaman itu, Ribut memberanikan diri memulai buka usaha membuat arca. Baginya membuat arca andesit tidak sekedar nilai ekonomi, tetapi ada upaya pelestarian seni dan tradisi lokal dari nenek moyang.
Sejak tahun 1970-an, usahanya terus berkembang hingga sekarang dan keahliannya pun semakin terasah hingga menghasilkan karya karya indah. Penggemarnya hingga mancanegara.
Dari pengamatan penulis, yang sudah beberapa kali mampir ke workshop dan galeri seni Ribut Sumiyono, ternyata atmosfer di lingkungan workshop sengaja ditata sedemikian rupa menjadi nuansa Kemajapahitan. Ada sebuah pendapa dimana Ribut biasa menerima tamu tamu dan pelanggan. Di sanalah ruang, dimana masing masing antara pelanggan dan pemahat (Ribut) saling bertukar pikiran untuk sebuah karya.
Jika dirasa kurang cukup, maka ruang workshop yang bersifat outdoor dengan pepohonan jati sebagai peneduh alami dapat menjadi sajian pelanggan menyaksikan bagaimana arca arca dibuat, bagai berada di sebuah lorong waktu (Time tunnel) yang bisa menghantar pelanggan memasuki ke alam budaya Majapahitan sekian ratus tahun ke belakang.
Di situlah bunyi bunyian alami, yang keluar dari suara pukulan alat terbuat dari besi dengan batu, dapat didengar. Kadang kadang juga tercium bau bauan pembakaran dedaunan dari sekitar workshop, yang memang masih berupa lahan pertanian dan perkebunan.
Di workshop itu terlihat arca arca hasil pahatan dan terdapat pula arca yang sedang dikerjakan oleh Ribut, yang terkadang dibantu oleh anaknya. Menurut Ribut bahwa masyarakat Jatisumber memiliki sejarah panjang dan kuat sebagai pematung batu, yang diwariskan secara turun-temurun.
“Kalau dulu arca arca menjadi bagian dari ritual keagamaan, kini lebih cenderung menjadi hiasan dan penambah estetika suatu ruangan atau taman”, kata Ribut ketika beberapa tahun lalu sempat ditemui penulis di workshopnya.
Kini hidup Ribut dan keluarga terisi dengan karya seni budaya pembuatan arca arca kemajapahitan, yang sekaligus memberi mereka jalan untuk meniti ekonomi dan melestarikan warisan budaya Majapahit.@PAR/nng