Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Śūrabhaya Beda Makna Dari Surabaya

REKAYOREK.ID Logo kota Surabaya mengandung unsur yang bergambar ikan HIU dan binatang amphibi BUAYA. Penggunaan gambar binatang ini melambangkan kota Surabaya yang secara alami wilayahnya terdiri dari lautan dan daratan termasuk sungai sungainya.

Di kedua alam inilah masing masing binatang itu bisa hidup dan berkuasa (merajai). Ikan HIU hidup di lautan. BUAYA hidup di muara sungai (umumnya) atau sungai yang juga bisa hidup di darat. Contoh nyatanya kalau kita saksikan buaya di Kebun Binatang, dimana di dalam areanya kandangnya disediakan kolam air agar buaya bisa hidup di air dan darat

Tapi telah terjadi kesalah kaprahan dalam menyebut binatang HIU dan BUAYA dalam lambang Surabaya ini dalam bahasa lokal, Jawa. Ikan Hiu disebut SURA. Kalau BUAYA disebut BAYA (Boyo) benar. Sesungguhnya tidak ada ikan yang bernama Suro. Yang ada adalah ikan bandeng, mujair, paus, cakalang, kakap, Barakuda, marlin, tenggiri, dan sebagainya. Tidak ada ikan Suro.

Atas penyebutan Suro, yang diartikan Hui, banyak pihak menyangsikan. Sura, yang diartikan sebagaimana salah satu jenis ikan, memang tidak pernah ditemukan di dalam kosakata bahasa Jawa. Kutip dari Abimardha Kurniawan dalam Makna Surabaya.

Penyebutan Sura (Suro) ini karena terpengaruh dari kata Surabaya (Suroboyo), yang asalnya dari Śūrabhaya, yang bersumber dari prasasti Canggu (1358 M) yang dibuat oleh raja Hayam Wuruk pada 7 Juli 1358 M.

Pembacaan Śūrabhaya ini adalah sesuai dengan hasil transliterasi inskripsi beraksara Kawi dari prasasti Canggu. Śūrabhaya adalah salah satu desa yang berada di tepi sungai (Naditira Pradesa). Sementara dari sisi pemaknaan Śūrabhaya berarti (orang) berani menghadapi bahaya.

Asal Nama “Śūrabhaya” Menurut Filolog Abimardha Kurniawan

Toponimi Surabaya sebenarnya tidak berakar dari bahasa lokal, melainkan serapan dari kosakata bahasa Sansekerta. Sumber paling awal yang menyebutkan toponimi Surabaya adalah prasasti Canggu (1358 M) atau lazim disebut sebagai prasasti Trawulan I.

Prasasti bertarikh 1280 Śaka (sekitar tahun 1358 Masehi) ini dikeluarkan oleh raja Majapahit yang bergelar Śrī Rājasanagara atau yang masyur dikenal dengan nama Hayam Wuruk. Saat itu Hayam Wuruk bertahta sebagai wakil (makamanggalya) ibunya Śrī Tribhuwanottunggadewi.

Prasasti Canggu diterbitkan sebagai regulasi negara atas transportasi penyeberangan sungai (tambang) di seluruh wilayah Jawa (sayawadwīpamaṇḍala).

Kata “Syurabhaya” pada prasasti Canggu (1358). Foto: nanang

 

Toponimi Śūrabhaya tertulis pada prasasti ini sebagai satu di antara sekian daerah tepian sungai (nadītīra pradeśa) yang ada di Jawa. Nama Śūrabhaya disebut setelah Gĕsang dan Bukul, yang saat ini masing-masing dikenal sebagai Pagesangan dan Bungkul. Apabila dirunut dari selatan seturut aliran sungai.

Prasasti Canggu lempeng 5r, baris 4):

[…] (3) i sarba, i waringin pitu, i lagada, i pamotan, i tulangan, i panumbangan, i jruk, i trung, i kambang śri, i tḍa, i gsang, (4) i bukul, i śūrabhaya, muwah prakāraning nadītīra pradeśa sthānaning anāmbangi, […]

Sumber selanjutnya yang menyebut nama Śūrabhaya adalah Deśawarṇana, kakawin masyur gubahan seorang kawi bernama Prapañca yang hidup di masa Majapahit abad ke-14. Salah satu baris di dalam kakawin yang rampung digubah kala purnama di bulan Asuji tahun 1287 Śaka (atau sekitar September-Oktober 1365 Masehi) itu menyebutkan bahwa:

yan riŋ jaŋgala lot sabhā nṛpati riṇ surabhaya manulus mare buwun”, yang artinya kurang lebih ‘Apabila ke Janggala, sang raja selalu mengadakan pertemuan di Surabhaya lalu terus berlanjut ke Buwun’ (Deśawarṇana 17.5., lihat Pigeaud 1960, 14).

Janggala ditengarai terletak di sekitar delta sungai Brantas (di Sidoarjo sekarang), sementara (walaupun belum jelas namun ada yang menduga) Buwun adalah nama kuna untuk Pulau Bawean yang letaknya 120 kilometer lepas pantai di utara Kabupaten Gresik.

Informasi dari Deśawarṇana menunjukkan bahwa Śūrabhaya terletak di antara keduanya. Sangat mungkin bahwa Surabhaya, yang disebutkan di dalam karya Prapañca. Itu adalah Surabaya yang dikenal sekarang.

Makna Surabaya Sekarang

Kiranya makna Śūrabhaya (dulu) dan Surabaya (sekarang) adalah berbeda. Śūrabhaya berarti Orang berani menghadapi bahaya. Sementara Surabaya (ejaan sekarang) berarti Dewa Buaya. “Orang berani menghadapi bahaya atau tantangan” memiliki perbedaan makna dari “Dewa Buaya.”

Ini berarti bahwa seiring dengan perubahan penulisan dari Śūrabhaya (dulu) ke Surabaya (sekarang) telah pula membawa perubahan makna dari makna asal sebagai “orang yang berani menghadapi bahaya” menjadi “Dewa Buaya”.

Dari dua makna yang berbeda itu, kira kira makna mana yang sesuai dengan karakter tarek Surabaya? Anda bisa menjawabnya.@PAR/nng

Komentar
Loading...