Wali Kota Blitar Kembali Digugat Warganya ke PTUN, Ini Perkaranya
REKAYOREK.ID Wali Kota Blitar Santoso kembali digugat warganya terkait produk hukum yang diterbitkannya, salah satunya pendirian hotel berbintang di Kota Blitar yang dianggap menyalahi aturan.
Penggugatnya adalah warga Sendang, Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sanan Wetan, Kota Blitar.
Sebelumnya warga Sendang menggugat Wali Kota Blitar namun gugatan tersebut ditolak Pengadilan Negeri (PN) Blitar dengan dalih tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
Namun warga melalui perwakilannya, warga Sendang kembali mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Surabaya.
“Dengan didampingi KRPK (Komite Rakyat Pemberantasan Korupsi) Blitar melakukan upaya hukum selanjutnya dengan melakukan gugatan ke PTUN di Surabaya,” tutur Moh. Trijanto, selaku Koordinator Forum Masyarakat dan Komunitas Lingkungan Sendang (Formalitas) yang sekaligus juru bicara warga, Selasa (12/10/2021).
Menurut Trijanto, gugatan ke PTUN sudah didaftarkan pada 7 Oktober 2021 dengan nomor perkara 154/2021/PTUN.SBY.
“Untuk selanjutnya menunggu jadwal persidangan. Warga Lingkungan Sendang tetap berharap kebenaran serta keadilan akan dibuka seterang-terangnya dan ada perbaikan dalam kebijakan pembangunan oleh Pemerintah Kota Blitar ke depan,” jelasnya.
Dalam gugatan tersebut disebutkan Trijanto sebagai penggugat 1 dan Sugianto penggugat 2 menunjuk dan memberikan kuasa pada tiga kuasa hukum yaitu Hendi Priono, Karsono dan Wahyu Chandra Triawan. Serta tergugat dituliskan Wali Kota Blitar yang berkedudukan di Jalan Merdeka 105, Kota Blitar.
Diungkapkan Trijanto obyek sengketa dalam gugatan ini berupa 2 produk hukum yang diterbitkan Wali Kota Blitar, yakni Keputusan Wali Kota Blitar No.00169/IMB Tahun 2019 tentang tentang IMB tertanggal 28 Januari 2019 dan Keputusan Wali Kota Blitar No.00169/IMB Tahun 2019 tentang tentang IMB tertanggal 24 Juni 2021.
“Meminta agar kedua produk hukum tersebut dinyatakan batal atau tidak sah, kemudian mewajibkan tergugat dalam hal ini Wali Kota Blitar untuk mencabut kedua keputusannya tersebut,” ungkapnya.
Sedangkan alasan diajukannya gugatan ke PTUN ini, karena adanya beberapa kejanggalan dalam IMB tersebut dan melanggar aturan.
“Seperti alamat pada IMB yang tidak sama pada hal obyeknya sama, kemudian melanggar Perda RDTR mengenai lokasi usaha yang sudah ditentukan,” terangnya.
Ditambahkan Trijanto, upaya gugatan dilakukan warga karena ingin menjaga kelestarian sumber mata air yang hanya berjarak sekitar 95 meter dari lokasi pembangunan hotel di Jalan Ir. Sukarno, Kota Blitar.
“Dengan menggugat perijinan pembangunan hotel, agar perijinan dibuat sesuai aturan dan tidak ada unsur KKN yang merugikan negara dan masyarakat,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 124 KK warga RT 01-03 RW 02 Lingkungan Sendang, Kelurahan Bendogerit, Kota Blitar yang tergabung dalam Formalitas. Melalui 3 orang perwakilan, mengajukan gugatan Perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ke Pengadilan Negeri (PN) Blitar.
Dalam gugatan yang didaftarkan Juli 2021 dan sudah melalui mediasi, namun gagal dan PN Blitar menyatakan tidak berwenang menyidangkan perkara ini. Adapun tergugat 1 Wali Kota Blitar dan tergugat 2 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kota Blitar serta turut tergugat PT Bumi Artha Mas selaku pemilik hotel di Jalan Ir. Sukarno, Kota Blitar.
Dalam gugatanya 124 KK menuntut ganti rugi materiil dan immateriil, untuk materiil sebesar Rp 1 miliar dan immateriil Rp 1 miliar. Uang ganti rugi tersebut akan menjadi jaminan warga, jika terjadi dampak terhadap sumber mata air Sendang yang menjadi satu-satunya sumber air bagi kehidupan sehari-hari warga Lingkungan Sendang.
Ada 2 aturan yang diduga dilanggar, terkait perijinan hotel yang dibangun dengan investasi senilai lebih dari Rp 50 miliar tersebut. Diantaranya Permen PUPR No. 28 tahun 2015 terkait jarak garis sempadan sumber air dengan bangunan hotel minimal 200 meter, kemudian lokasi pembangunan hotel tidak sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Blitar. Serta terbitnya 2 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan dasar berbeda yaitu UKL/UPL dan Amdal. Sehingga dikhawatirkan dampaknya terjadi kekeringan sumber mata air, bagi warga sekitar lokasi pembangunan hotel.[]