Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Aku, Dia, dan Iparnya

REKAYOREK.ID Lekuk pinggulnya begitu jelas. Berkas sorot lampu yang sedikit terang dari luar, membentuk siluet atas tubuhnya.

Sejak aku datang dan mengamatinya dari meja redaksi, dia tak banyak melakukan sesuatu selain menunduk bermain ponsel.

Kusandarkan tubuhku yang sedikit kaku. Aku memejamkan mata sejenak, merentangkan tangan di pundak sofa yang sejajar dengan kepalaku mendongak ke atas. Sedikit kepelorotkan pantatku agak maju, dan saat itu terasa rileks.

Dengan senang hati, aku persilakan dia masuk. Kedua kaki panjangnya yang polos di bawah rok bermotif, berayun lembut.

Wajah ayunya mulai tampak jelas. Meski hidung ala kadarnya, tetap tak mengurangi poin sempurna.

Kini, dia duduk sova menghadapku.

Hanya dengan bungkus kaos tipis, penampakan tubuh yang ramping dan berisi. Jika saja kaosnya tak terlihat, dia bagai godaan yang menggetarkan para pria.

Dari meja redaksi, cerita tentang dia, akan kutulis dari pengakuannya, yang kudengarkan, kukayalkan, dan kutuangkan.

Aku belum memulai wawancara, tapi datang seorang pria kekar. Langkahnya tegap. Usianya sekitar 38 tahun. Selisih dua tahun lebih tua dari perempuan yang duduk di depanku.

Tanpa dipersilakan, pria itu nyelonong masuk dan berhenti di sampingnya. Perempuan di depanku menolehnya agak kaget, namun kembali cuek.

Setengah jongkok, pria kekar itu sebentar membisikkan sesuatu. Rupanya mereka saling kenal.

Pria itu kembali keluar. Nampak seperti meninggalkan ancaman. Yang ditinggal malah menunduk. Lambat-lambat ia ikuti langkah pria itu, dan berdialog di dekat pintu.

Aku terus mengamatinya. Gerakan tubuh mereka, tampak terjadi perdebatan sengit. Dia ayukan tangannya untuk menampar si pria, tetapi tidak jadi. Yang ada malah pergi, dan hilang dari pandanganku.

Gagal sudah wawancara hari ini. Moodku mulai kendor.

Sementara pria kekar masih berdiri di tempat. Raut wajahnya terkerut penyesalan. Aku beranjak dari sova, dan mendekatinya.

Halo..

Dia menolehku, tapi tak berkata.

“Masnya siapa? Kenapa ditampar?”

“Oh tadi. Dia kakak mantan istriku.”

Dia menjawab singkat, lalu beranjak pergi. Aku menyergahmya.

“Oh, terus kenapa ditampar?”

Langkahnya terhenti, hanya kepalanya saja yang berputar menghadapku.

“Aku.., aku merayunya. Tidak, tidak. Aku memang suka padanya.”

Hebat, sepertinya kisah sosok pria di depanku lebih menarik. Setelah bercerai, malah mencintai kakak bekas istrinya. Ah, tapi apa menariknya menulis kisah seorang pria. Dan lagi, aku sudah tidak mood sejak perempuan tadi pergi.

Aku berbalik, dan kutinggalkan senyum nista. Dari meja redaksi, pria kekar itu sudah lenyap dari pemandangan.

Di bawah lampu Osram 20 watch, kisahnya menguap.[]

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...