Asrama Polisi Koblen Seharusnya Masuk Cagar Budaya
REKAYOREK.ID Kawasan Bubutan Surabaya sudah dikenal memiliki sejumlah bangunan cagar budaya dan kampung kampung lawasnya yang menjadi aset wisata kota berbasis warisan budaya (heritage). Ada makam dr Soetomo, kantor polisi Bubutan, gereja GPIB Emmanuel, gedung RS Mardi Santoso, eks kantor Nahdlatoel Oelama di Bubutan, penjara Koblen serta kampung-kanpung lawasnya.
Selain itu juga masih terdapat kampung dan bangunan lainnya yang layak dan patut diduga sebagai bangunan cagar budaya.
Tak heran jika kawasan ini sering menjadi agenda tujuan wisata heritage. Ada agenda wisata yang dioperatori oleh Surabaya Heritage Track, ada juga agenda wisata mandiri oleh warga dan mahasiswa, termasuk agenda yang diprogram dalam paket wisata oleh Biro Perjalanan Wisata. Bahkan kawasan ini juga ada yang masuk dalam buku panduan wisata.
Karenanya, kawasan ini patut mendapat perhatian untuk dapatnya dikelola dan dimanfaatkan menjadi jujugan wisata heritage yang berkelanjutan.
Menurut undang undang RI no 11 tahun 2010 tentang cagar budaya bahwa pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya digunakan demi kesejahteraan rakyat.
Terhadap keberadaan kawasan dan bangunan cagar budaya, jika memang sudah ada upaya perlindungan, maka insyaAllah keberadaan cagar budaya bisa terselamatkan dari kepunahan dan kerusakan baik yang diakibatkan oleh alam maupun yang dengan sengaja dilakukan oleh manusia.
Ternyata di kawasan Bubutan, selain sudah ada sejumlah bangunan yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, ada juga bangunan yang belum ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Padahal bangunan bangunan itu layak dan dapat diduga sebagai bangunan cagar budaya. Misalnya bangunan komplek Asrama Polisi Koblen.
Bangunan komplek Asrama Polisi Koblen ini sudah ada sejak awal tahun 1930-an. Komplek ini sejaman dengan bangunan penjara Koblen yang berdiri di selatannya.
Secara fisik kontruksi bangunan Asrama Polisi Koblen sama dengan komplek bangunan Penjara Koblen. Misalnya tembok bangunan. Keduanya dibuat dari batu alam berwarna kuning. Perancangan tembok pada penjara Koblen dan Asrama Koblen ini memiliki visi jauh ke depan di eranya.
Pada tahun 1929 bangunan tembok yang mengelilingi lahan di kedua komplek ini sudah berdiri (Asia Maior).
Secara umum, kala itu penjara dipandang memiliki kesan angker dan karenanya ketika bangunan penjara didirikan di lahan baru, maka kontruksi dan arsitektur bangunan dirancang agar tidak terlihat angker dan menyeramkan. Bahkan kontruksi tembok dirancang elit. Ini terlihat dari pemilihan materialan bangunan berupa batu batu alam yang indah dan artistik.
Setelah jadi, maka terlihatlah bangunan tembok penjara yang indah. Bahkan kesan indah itu masih terlihat hingga sekarang. Sampai sampai ada yang mengira bahwa tembok penjara itu adalah bangunan baru. Termasuk tembok Asrama polisi Koblen. Bedanya tembok penjara jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tembok Asrama Koblen.
Memasuki tahun 1930-an, bangunan di dalam area tembok mulai dibangun, baik bangunan penjara maupun bangunan Asrama. Kontruksi bangunan rumah rumah di dalam kedua komplek ini juga ada kemiripan. Bangunannya sama sama relatif rendah. Bentuk dan wujud bangunan bangunan itu bisa dilihat hingga sekarang, baik di komplek Asrama Koblen maupun yang masih tersisa di bekas penjara Koblen.
Satu satunya unit rumah yang masih berdiri di area bekas penjara Koblen adalah yang saat ini dipakai sebagai kantor pengelola eks penjara Koblen.
Dari kedua komplek yang mulai dibangun pada 1929, bangunan eks komplek penjara Koblen sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Sementara bangunan komplek Asrama Koblen belum berstatus Cagar Budaya. Tapi bisa diduga sebagai bangunan cagar budaya.
Sesuai dengan undang undang cagar budaya, bangunan komplek Asrama Koblen ini sudah masuk kriteria cagar budaya. Usianya sudah lebih dari 50 tahun; mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Melihat struktur bangunan di komplek Asrama polisi Koblen ini, komplek ini mulai dulu memang sudah berfungsi sebagai barak polisi. Lokasi ini langsung bersebelahan dengan penjara Koblen dan juga tidak jauh dari kantor polisi Bubutan yang dulu dikenal sebagai kantor polisi seksi 3. Bahkan di kantor polisi seksi 3 ini Inspektur Satu Polisi M. Jasin pernah berkantor. Jadi, Asrama polisi Koblen ini boleh dibilang bersejarah.
Pada tahun 1945, tepatnya pada Kamis pagi, 20 September 1945, Markas Polisi Istimewa Kota Surabaya di Kantor Besar Polisi Surabaya (Hoofdbureau) untuk sementara sempat pindah ke Asrama Polisi Koblen. Sementara yang tetap tinggal di Markas Polisi Istimewa di Hoofdbureau hanya Komandan Polisi Istimewa Kota Surabaya Soeratmin dengan beberapa anggota lainnya.
Untuk itu markas sementara Polisi Istimewa yang ada di Koblen senantiasa berkoordinasi dan selalu melaporkan segala kegiatan ke Markas Polisi Istimewa di Hoofdbureau.
Namun, baru baru ini, 27 September 2021, terdengar kabar bahwa di dalam komplek Asrama polisi Koblen ini akan dibangun flat untuk anggota polisi. Kabar ini memang terlalu dini sehingga belum diketahui apakah pembangunan flat ini akan menghilangkan unit unit bangunan lama yang menjadi saksi sejarah 1945 atau tidak.
Memang bangunan komplek Asrama polisi Koblen ini belum termasuk bangunan cagar budaya. Tapi diduga kuat bisa sebagai bangunan cagar budaya. Menurut undang undang, bangunan yang masih diduga sebagai cagar budaya sudah bisa diberlakukan sebagai cagar budaya.
Lantas bagaimana menyikapi ini? [Nanang]