Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Bahu Laweyan #17

Siapa Ditumbalkan dan Siapa Menumbalkan?

Oleh: Jendra Wiswara

Paginya, Nunuk kembali melancarkan aksi. Doni masih tertidur pulas. Mendapat serangan fajar dari kekasihnya, Doni tidak menolak. Dia berusaha meladeni.

“Kamu cantik. Kamu hebat,” bisik Doni di telinga Nunuk.

“Aku sayang kamu, Mas!” Sahut yang dibisiki.

Serangan makin gencar dilakukan Nunuk. Doni hanya mengimbangi. Nunuk langsung mengeluarkan jurus andalan. Hal itu membuat Doni menggelepar seperti ikan kepanasan.

“Kamu hebat, sayang. Sepertinya aku menikahimu,” kata Doni dengan ngos-ngosan. Tampak dia berusaha mau menyudahi permainan.

Mendengar kata ‘menikah’, Nunuk semakin bersemangat. Nafasnya memburu hebat. Hasratnya naik turun seperti roller coaster.

“Sepertinya aku harus mulai mengurangi aktivitas di malam hari dan menjaga kesehatan biar bisa meladenimu. Istriku saja tidak begini,” lanjut Doni.

Biarpun kekasihnya itu punya banyak istri maupun selir, Nunuk tidak peduli. Pokoknya dia ingin dinikahi dan segera menyelesaikan hajatnya, yakni menumbalkan kekasihnya pada Gendro Swara Pati.

Berkali-kali perempuan bahu laweyan itu membangkitkan gairah Doni. Naik lagi. Dan mereka pun siap untuk pertarungan berikutnya. Kali ini lebih heboh dari sebelumnya. Berbagai jurus diperagakan oleh masing-masing lawan.

Belumlah pertarungan mencapai puncak, tiba-tiba terdengar suara telepon berdering.

Doni kaget. Matanya melirik. Melihat nama seseorang. Tampaknya penting. Buru-buru dia menghentikan permainan.

“Sebentar ya sayang. Aku angkat telepon dulu. Sepertinya penting!”

Tombol handphone ditekan. Sementara Nunuk masih berada di atas tubuh Doni. Keduanya masih lengket seperti perangko.

“Halo, iya…ada apa?”

“Iya…iya…gitu ya…” Doni manggut-manggut.

“Bagaimana dengan polisi?” Tanya Doni pada lawan bicaranya.

“Begitu ya,” Doni manggut-manggut lagi lalu memberi perintah, “Kirim saja ke sini. Aku sebentar lagi ke sana,” jawab Doni mengakhiri obrolan. Telepon ditutup.

Tampaknya ada urusan genting. Doni buru-buru minta ijin ke Nunuk untuk berkemas.

“Sayang, kita lanjutkan lagi nanti. Ada yang mau kuurus. Ada masalah di tempat kerja,” kata Doni.

Nunuk tampak kecewa. Sebab pertarungan belum berakhir. Perempuan itu berusaha tegar.

Kekasihnya lantas beranjak dari tempat tidur. Menghempaskan tubuh Nunuk di samping ranjang. Buru-buru mengenakan pakaian. Dan sebelum pergi, Doni sempat mengecup kening Nunuk.

“Aku pergi dulu. Nanti aku kemari lagi!” Serunya.

Kini, Nunuk sendiri. Di apartemen mewah. Diliputi rasa kecewa. Pelan-pelan dia bangkit. Diraihnya baju tipis transparan yang dipakai di awal Doni masuk.

Nunuk membuka kain tirai jendela. Dari lantai 10, dia bisa melihat Doni masuk ke mobil mewahnya. Dalam hitungan detik sudah hilang dari pandangan mata.

***

Selang satu jam, pintu apartemen diketuk. Nunuk penasaran. Apakah itu Doni? Buru-buru dia mendekati pintu. Membukanya. Dilihat seorang pria tidak dikenal berdiri di hadapannya. Perawakannya sangar. Sorot matanya tajam. Tapi begitu bertemu Nunuk, langsung menyapa dengan lembut dan sopan.

“Maaf bu, saya disuruh Pak Doni mengantar tas ini. Katanya disuruh menitipkan ke apartemen ibu,” jawab pria tersebut.

“Iya taruh saja di situ,” balas Nunuk tidak bersemangat.

Pria itu masuk kamar. Membawa dua buah tas berukuran besar. Sangat hati-hati dia saat meletakkan tas tersebut. Tidak lama, pria itu langsung berpamitan.

“Saya izin pamit bu. Cuma itu pesan Pak Doni.”

Dijawab Nunuk dengan anggukan.

Setelah kepergian pria tadi, pintu apartemen langsung ditutup. Nunuk penasaran dengan isi tas tersebut.

Dibukanya tas itu, dan betapa terkejutnya Nunuk saat mengetahui ternyata isinya narkoba. Mulai ekstasi hingga sabu-sabu.

Tubuhnya disorongkan ke belakang. Disandarkan ke dinding. Rasa ketakutan mulai menghinggapi. Tidak lama kemudian Nunuk berjalan menuju balkon apartemen. Direbahkan tubuh sintal itu di kursi panjang. Matanya menerawang jauh.

“Gendro,” tiba-tiba Nunuk memanggil makhluk halus yang bersemayam di tubuhnya.

Belum ada jawaban.

“Gendro,” Nunuk memanggil lagi.

“Iya, Nuk. Aku sudah tahu segalanya. Aku melihat kamu akan dinikahi Doni,” jawab suara tanpa wujud itu.

“Aku sudah menunaikan hajatku dengan Doni. Apakah itu sudah cukup.”

“Belum, Nuk. Kamu masih harus tinggal bersama Doni.”

“Berapa lama?” Tanyanya.

“Tidak lama. Segera setelah aku mengambil nyawa Doni.”

“Apakah aku harus menikah dengannya, Gendro?”

“Tidak perlu, Nuk. Siapapun lelaki yang berhubungan intim denganmu dalam waktu lama, sudah kuanggap dia pasangan hidupmu.”

“Di matamu apakah dia sudah jadi suamiku?” Nunuk memastikan.

“Iya, Nuk. Dia bakal jadi korban keenamku.”

Nunuk memejamkan mata. Menghembus nafas dalam-dalam dan mengeluarkan. Tubuhnya begitu tenang. Tidak setegang tadi.

Hubungannya dengan Doni harus segera diakhiri. Secepatnya. Nunuk berharap Gendro segera mengambil nyawa kekasihnya.

“Aku harus pergi dari tempat ini, Gendro. Tempat ini membuatku takut,” kata Nunuk sembari melihat kembali dua buah tas tadi.

“Segera kukabulkan keinginanmu, Nuk. Kamu tinggal selangkah lagi,” ucap Gendro.

Menjadi kekasih bandar narkoba, Nunuk merasa beban yang dipikulnya sangat besar. Resikonya juga besar. Doni tidak hanya memanfaatkan tubuh Nunuk, tapi juga menjadikannya martir. Menitipkan barang-barang haram dalam jumlah miliaran, pastinya tidak gampang. Sewaktu-waktu tempat itu bisa digerebek. Bukan Nunuk yang mencari tumbal, dia sendiri yang bakal jadi tumbal kejahatan Doni.

Kini, Nunuk harus berkejaran dengan waktu. Siapa ditumbalkan dan siapa menumbalkan? Antara dia atau Doni siapa paling cepat jadi tumbal.

“Jujur, saya sangat ketakutan. Kalau saya lama-lama bersama Doni, saya bisa menjadi tumbal kejahatan Doni. Bukan dia yang jadi tumbal bahu laweyan. Kalau Gendro tidak segera menuntaskan pekerjaanya, saya tetap harus pergi.”

Sedih rasanya Nunuk mengenangkan hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. Semua kehidupan yang dijalaninya serba tidak normal sejak dia dicap sebagai perempuan bahu laweyan. Mulai suami-suaminya mati. Menceraikan suaminya. Hingga menjadi budak seks dukun cabul. Dan sekarang, Nunuk harus tinggal bersama seorang penjahat.

Setiap hari perasaannya diliputi getir dan ketakutan. Ingin rasanya dia melompat dari balkon apartemen. Tapi dia masih memiliki kewarasan. Tugasnya belum selesai. Dia merasa masih bisa keluar dari permasalahan hidup. Ketika itu terjadi, Nunuk akan mereguk kebahagiaan sejati.

Ya, Doni tetap harus mati dan menjadi tumbal Gendro Swara Pati. Itu hajatnya.

Kematian Doni akan membuat dunia kembali terang benderang. Nunuk lantas membayangkan isi tas di kamarnya jika sampai beredar ke luar dan dikonsumsi banyak orang. Berapa ribu nyawa tidak berdosa melayang karenanya. Berapa ribu orang akan masuk penjara. Berapa ribu orang rumah tangga hancur gara-gara barang haram tersebut. Ribuan orangtua akan menangisi anaknya, ribuan istri akan menangisi suaminya, ribuan anak akan menangisi bapak dan ibunya.

Ah, tidak terbayang betapa menderitanya hidup mereka akibat barang haram yang ada di apartemen Nunuk.

“Saya harus kuat. Saya harus menyingkirkan ketakutan ini. Demi siapa? Demi orang-orang tidak berdosa itu. Dan tentunya demi saya sendiri. Doni harus mati apapun caranya.”

[bersambung]

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...