Bercanda Menggunakan Kata Goblok, Bolehkah?
Oleh: KH. M. Shiddiq Al-Jawi
MIFTAH Maulana Habiburahman, Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama, dirujak oleh ratusan ribu netizen secara ganas akhir-akhir ini di awal Desember 2024. Hingga hari Rabu 3 Desember 2024 yang lalu, postingan video Miftah yang kontroversial itu sudah dikomentari ribuan orang.
Ini akibat viralnya video yang menunjukkan ucapannya yang kasar dan tidak beradab kepada seorang penjual es teh bernama Sunhaji, yang ikut hadir di majelis pengajian Miftah di Kabupaten Magelang, Rabu, 20 November 2024.
Dalam video yang beredar, Miftah awalnya diminta oleh jamaah pengajiannya untuk memborong es teh yang dijual oleh Sunhaji. Miftah dengan mulutnya lalu berkata kepada Sunhaji dalam Bahasa Jawa ngoko:
“Es tehmu seh akeh ra? (Es teh mu masih banyak gak?) Masih? Yo kono didol goblok (Ya sana dijual, bodoh). Dolen disek, nko lak durung payu, wes, takdir (Jual dulu, kalau belum laku, ya sudah, itu memang takdir).”
Mayoritas masyarakat khususnya netizen mengecam Miftah dengan keras, dan bahkan meminta Presiden Prabowo memecat Miftah yang menjadi Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama, dengan gaji Rp 113 juta per bulan dari pajak rakyat Indonesia. Bahkan sampai ada 7 (tujuh) link di internet yang mengadakan petisi yang intinya menuntut pemecatan Miftah dari kedudukannya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama. Sampai hari Jumat (6/12) sudah ada sekitar 180.000 (seratus delapan puluh ribu) orang yang setuju dan menandatangi petisi yang cadas tersebut.
Namun ada segelintir manusia yang mencoba membela Miftah secara membabi buta tanpa melihat fakta secara detail. K.H M. Yusuf Chudlori, pengasuh Pesantren API Tegalrejo Magelang bilang ucapan Miftah itu hanya bercanda. Padahal, tidak semua candaan itu hukumnya halal dalam Islam. Ada candaan yang halal dan ada candaan yang haram.
Nah, candaan Miftah ini termasuk candaan yang haram yang tidak pantas sama sekali mendapat pembelaan. Ini karena candaan Miftah itu telah menimbulkan sakit hati baik bagi Sunhaji, anaknya, maupun juga bagi masyarakat luas. Sunhaji si penjual es teh sempat merasa tersinggung atas ucapan goblok dari Miftah itu, meski Sunhaji katanya sudah memaafkan Miftah. Anak perempuan Sunhaji dikabarkan menangis ketika ayahnya dibilang GOBLOK oleh Miftah.
Advokat Farhat Abbas membela Miftah bahwa ucapan Miftah itu (goblok) hanyalah “ungkapan kebiasaan celetukan akrab.” Padahal Sunhaji tidak akrab dengan Miftah. Jadi pembelaan Farhat Abbas boleh dibilang pembelaan yang sangat ngawur dan asal bunyi (asbun).
Peristiwa yang sangat memalukan ini untuk sementara berakhir dengan ending yang membagongkan per hari Jumat (6/12). Sehari sebelumnya, yakni pada hari Kamis (5/12) Miftah diberitakan sudah mendatangi Sunhaji di Magelang dan meminta maaf, seraya menjadikan Sunhaji sebagai Anggota Kehormatan Banser, dijanjikan akan diumrohkan, dan seterusnya bla bla bla. Pada hari Jumat siang (6/12) pula sekitar jam 13:30 Miftah menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama. Pada Jumat malam (6/12), Presiden Prabowo didampingi Sekretaris Kabinet Mayor Teddy, menyatakan penghargaannya atas pengunduran diri Miftah. Presiden Prabowo memuji Miftah sebagai orang yang bertanggung jawab dan ksatria karena berani mundur atas kesalahannya telah salah ucap, walaupun mungkin niatnya baik.
Satu aspek penting yang patut dikaji dari peristiwa itu adalah, bagaimanakah pandangan Islam tentang adab-adab atau batasan bercanda? Bolehkah ucapan yang kasar diberi justifikasi sebagai “bercanda”, padahal kata kasar itu sudah menyakiti perasaan orang?
Pengertian dan Hukum Bercanda
Canda (gurauan) dalam bahasa Arab disebut mizāh atau mumāzahah.
Syekh Al-Jailani dalam Syarah Al-Adabul Mufrod mendefinisikan canda adalah berbicara secara ramah dan menciptakan kegembiraan bagi orang lain. (Ahmad Mushthofa Qasim Ath-Thahthawi, Senyum dan Tangis Rasulullah, hlm. 116).
Hukum bercanda menurut Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar An-Nawawiyyah adalah mubah (diperbolehkan syariah). Bahkan dalam kitab tersebut Imam Nawawi mengatakan bercanda yang hukum asalnya mubah, dapat menjadi sunnah jika bertujuan untuk merealisasikan kebaikan, atau untuk menghibur lawan bicara, atau untuk mencairkan suasana. (Imam An-Nawawi, Al-Adzkar An-Nawawiyyah, hlm. 279).
Sejalan dengan pendapat Imam Nawawi, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan :
”Candaan yang bersih dari segala yang dilarang dalam agama hukumnya mubah. Apabila bertepatan dengan suatu kemaslahatan seperti menghibur lawan bicara atau mencairkan suasana, maka hukumnya mustahab (sunnah).” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, Juz X, hlm. 257).
Dalil bolehnya bercanda adalah hadits-hadits Nabi SAW. Di antaranya hadits dari Abu Hurairah RA, bahwa para shahabat pernah bertanya kepada Nabi SAW, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anda telah bercanda dengan kami.” Nabi SAW menjawab, ”Sesungguhnya tidaklah aku berbicara, kecuali yang benar.” (HR. Tirmidzi). (Imam An-Nawawi, Al-Adzkar An-Nawawiyyah, hlm. 279).
Dalil lainnya, Nabi SAW pernah menjawab pertanyaan dengan nada bercanda. Dari Anas bin Malik RA, bahwa suatu ketika ada seorang laki-laki datang menghadap Nabi SAW kemudian berkata, ”Wahai Rasulullah, tolong bawa aku (naik tunggangan).” Nabi SAW menjawab dengan nada canda, “Kami akan menaikkan kamu di atas anak unta.” Lelaki itu bertanya, “Apa yang bisa aku perbuat dengan seekor anak unta?” Nabi SAW menjawab, “Bukankah unta dewasa itu sebenarnya juga anak unta?” (HR. Abu Dawud).
Dalil lainnya, Nabi SAW pernah bercanda dengan seorang nenek tua. Dari Al-Hasan RA, bahwa pernah seorang nenek tua berkata kepada Nabi SAW, ”Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Allah memasukkan aku ke dalam surga.” Nabi SAW pun menjawab, ”Wahai Ummu Fulan, surga itu tidak mungkin dimasuki oleh nenek tua.”
Nenek tua itu pun pergi sambil menangis. Nabi SAW pun bersabda kepada para shahabat, “Kabarilah dia bahwa surga tidaklah mungkin dimasuki oleh dia sedangkan dia dalam keadaan tua. Karena Allah Ta’ala berfirman (artinya), ”Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS Al-Waqi’ah : 35-37). (HR. Tirmidzi).
Artinya, orang yang masuk surga itu memang tidak ada yang tua, karena orang yang sudah tua di dunia akan menjadi muda lagi setelah masuk surga.
Berdasarkan dalil-dalil di atas, bercanda itu hukumnya adalah mubah (dibolehkan syariah) sebagaimana kata Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar An-Nawawiyyah. Bahkan hukum bercanda dapat menjadi sunnah (mustahab) apabila bertepatan dengan suatu kemaslahatan seperti menghibur lawan bicara atau mencairkan suasana, sebagaimana kata Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Hanya saja, canda yang diperbolehkan adalah yang bersih dari segala sesuatu yang dilarang dalam agama Islam, sebagaimana perkataan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani. Berikut ini akan dijelaskan penjelasan syarat-syaratnya.
Syarat-Syarat Bercanda Yang Mubah
Syarat-syarat atau batasan-batasan bercanda yang mubah, di antaranya :
Pertama, tidak mengolok-olok atau mempermainkan ajaran Islam. (QS. At-Taubah : 65-66)
Firman Allah SWT :
وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, mereka pasti akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?“Tidak perlu kamu membuat-buat alasan karena kamu telah kufur sesudah beriman.” (QS. At-Taubah : 65-66).
Kedua, tidak mengejek atau menyakiti perasaan orang lain. (QS. Al-Hujurat : 11).
Firman Allah SWT :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok).” (QS Al- Hujurat : 11).
Ketiga, tidak mengandung kebohongan. (QS. Al Ahzab : 70-71)
Firman Allah SWT :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا يُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Dia (Allah) akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab : 70-71)
Keempat, tidak mengandung ghibah (menggunjing) orang lain. (QS. Al-Hujurat : 12)
Firman Allah SWT :
يآأيهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik.” (QS. Al-Hujurat : 12)
Kelima, tidak mengandung kecabulan (rafats) atau candaan porno. (QS. Al-Nisa` : 148)
Firman Allah SWT :
لَا يُحِبُّ اللّٰهُ الْجَهْرَ بِالسُّوْۤءِ مِنَ الْقَوْلِ اِلَّا مَنْ ظُلِمَ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ سَمِيْعًا عَلِيْمًا
“Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Nisa` : 148). (‘Ādil bin Muhammad Al ‘Abdul ‘Āl, Pemuda dan Canda, hlm. 38-44).
Analisis Candaan Miftah
Apakah candaan Miftah Maulana Habiburahman, Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama, memenuhi syarat-syarat bercanda yang mubah tersebut? Jawabannya, candaan Miftah tidak memenuhi syarat-syarat bercanda yang mubah tersebut, karena kata “GOBLOK” yang diucapkan Miftah kepada penjual es teh tersebut, adalah ucapan kasar dan hinaan yang menyakiti hati penjual teh tersebut.
Jadi, jelas sekali candaan Miftah telah melanggar QS Al-Hujurat : 11 yang melarang ucapan canda yang berupa olok-olok atau hinaan yang menyakitkan hati orang lain. Firman Allah SWT :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok).” (QS. Al Hujurat : 11).
Bagaimana kalau ada yang membela Miftah, bahwa ucapan Miftah itu hanyalah bercanda? Jawabannya, memang benar ucapan Miftah itu termasuk bercanda, tetapi termasuk bercanda yang haram, bukan termasuk bercanda yang mubah (diperbolehkan Islam).
Jadi, tidak semua candaan itu hukumnya boleh (mubah), sehingga ketika suatu ucapan dianggap bercanda, lalu ucapan itu otomatis halal. Tidak demikian. Tidak semua candaan itu boleh semua-muanya. Ada candaan yang boleh (mubah), dan ada candaan yang haram. Nah, candaan Miftah dengan kalimat yang menggoblok-goblokkan penjual teh yang miskin itu jelas candaan yang haram, bukan candaan yang halal (mubah).
Bagaimana kalau ada yang membela Miftah, bahwa ucapan “goblok” yang keluar dari mulutnya Miftah itu adalah “celetukan akrab”? Jawabannya, mungkin kata “goblok” itu bisa dianggap celetukan akrab jika diucapkan di antara sahabat atau teman dekat. Tetapi apakah Miftah berteman dengan Bapak Sunhaji si penjual es teh? Apakah Miftrah berteman akrab dengan penjual es teh yang miskin itu? Tidak, bukan?
Kesimpulannya, candaan Miftah kepada penjual es teh tersebut dengan menggunakan kata “GOBLOK” adalah ucapan canda yang haram hukumnya, dan Miftah berarti telah berdosa di sisi Allah SWT serta layak mendapat azab yang pedih dari Allah Azza wa Jalla.
Wajib hukumnya Miftah bertaubat nasuha dengan menyesali ucapannya yang haram, berhenti dari kebiasaannya mengucapkan kata umpatan atau hinaan atau yang semacamnya, berazam (bertekad kuat) tidak mengulangi lagi ucapan-ucapan kasarnya itu di masa depan, serta meminta maaf kepada orang-orang yang pernah disakiti hatinya oleh Miftah yang menjadi korban dari ucapan-ucapannya yang teramat kotor dan keji yang keluar dari mulutnya itu.
Kesimpulan
Dari uraian sebelumnya, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil, yaitu :
Pertama, pengertian bercanda adalah berbicara secara ramah dan menciptakan kegembiraan bagi orang lain.
Kedua, hukum bercanda secara syariah adalah sebagai berikut : Hukum asal bercanda adalah mubah (diperbolehkan syariah). Namun hukum asal bercanda itu dapat menjadi sunnah jika bertujuan untuk merealisasikan kebaikan, atau untuk menghibur lawan bicara, atau untuk mencairkan suasana.
Agar bercanda tetap dalam koridor yang halal secara syariah, wajib diperhatikan syarat-syarat atau batasan-batasannya, antara lain :
(1) tidak mengolok-olok atau mempermainkan ajaran Islam. (QS. At-Taubah : 65-66);
(2) tidak mengejek atau menyakiti perasaan orang lain. (QS. Al-Hujurat : 11);
(3) tidak mengandung kebohongan. (QS. Al-Ahzab : 70-71);
(4) tidak mengandung ghibah (menggunjing) orang lain. (QS. Al-Hujurat : 12);
(5) tidak mengandung kecabulan (rafats) seperti canda-canda yang porno. (QS. Al-Nisa` : 148);
(6) tidak melampaui batas, yakni tidak melalaikan suatu kewajiban atau menjerumuskan kepada suatu keharaman (QS. Al-Baqarah : 229). (Lihat ‘Ādil bin Muhammad Al ‘Abdul ‘Āl, Pemuda dan Canda, hlm. 38-44). Wallahu a’lam.@
Yogyakarta, 6 Desember 2024
Referensi :
HUKUM SYARA’ SEPUTAR BERCANDA
https://fissilmi-kaffah.com/frontend/artikel/detail_tanyajawab/89