Lulusan Pesantren Tidak Bisa Hidup Layak, Kata Siapa?
Oleh: TG. DR. Miftah el-Banjary, MA
DI dalam kitab-kitab adab dalam menuntut ilmu, seperti Kitab “Ta’lim Muta’allim” karya Syekh Zarnuji, atau kitab “Adab Muallim wal Muta’allim” karya Imam al-Ghazali atau karya yang sama dari Imam al-Ghazali “Ayyuhal Walad” pada bab pembuka telah dijelaskan secara awal tentang “Niat Menuntut Ilmu”.
Jangan mengaku-ngaku sebagai anak pesantren kalau belum lagi terbaca bab ini!!
Pada bab pembuka sekaligus sebagai pengantar pondasi keilmuan ini, bab “An-Niyyat” menempati peran yang sangat urgent dan penting. Bayangkan tanpa pondasi yang kukuh, semegah apa pun sebuah bangunan pastilah akan roboh berantakan.
Meletakkan dan menempatkan niat dan tujuan menuntut ilmu sesuai dengan hadits Nabi dan ajaran para ulama harus dan wajib ada sebelum memulai belajar, sebelum masuk pesantren, bahkan dalam setiap kali memulai belajar, membaca atau memuthala’ahi kitab.
Diantara niat yang wajib dan harus ada dalam proses menuntut ilmu bahwa tujuan akhirnya bila telah menjadi orang yang alim berilmu menjadikan ikhlas dalam menyebarkan ilmu, tidak menjadikan kemewahan duniawi, jabatan kekuasaan serta tujuan lainnya sebagai orientasi utama. Maknanya apa?
Mafhum Mukhalaf (logika terbalik) yang tersirat dari pesan itu adalah bahwa hampir dipastikan orang yang sungguh-sungguh ikhlas dalam belajar dan menuntut ilmu agama, sama ada di Pesantren atau lembaga pendidikan Islam lainnya, hidupnya akan lebih mudah mencapai berkelimpahan dan mudah meraih kemewahan duniawi.
Lihat saja, tidak sedikit pengusaha sukses dari alumi pesantren, pejabat tinggi, bahkan presiden yang lulusan pesantren. Tidak sedikit juga Tuan Guru, Kyai, Ustadz yang kaya raya. Semua berkah dari ilmu yang sedari awal dituntut dengan penuh keikhlasan.
Oleh karena itulah, para ulama melalui pengajaran, nasehat petuah serta peninggalan buab karya mereka begitu sangat menekankan bagaimana seharusnya menempatkan dan meletakkan niat sebagai prinsipil utama yang harus terus menerus dipegang dalam rangka mengemban amanah keilmuan sebagai benteng penjagaan kemurniaan syariat Islam.
Jadi jelas ya, bahwa tujuan utama menjadi seorang santri, menjadi lulusan pesantren atau seorang ustadz, ulama umat ini, untuk menjadi pekerja atau jadi orang gajihan. Bukan itu tujuan utamanya. Soal pekerjaan itu nanti akan menyusul, pasti ada rezekinya ke depannya.
Bukankah hadits Nabi Saw telah memperkuat soal jaminan rezeki? Diantaranya hadis Nabi Saw. dalam Musnad Asy Syihab karya Muhammad Al Qudha’i (w. 454 H) diriwayatkan oleh Sayyidina Zaid bin Haritsah (w. 8 H) :
من طلب العلم تكفل الله برزقه
“Barangsiapa yang menuntut ilmu, niscaya Allah akan menjamin rezekinya.”
Nah, menanggapi soal postingan viral bahwa ada lulusan pesantren yang pekerjaannya sebagai guru hanya dibayar atau digaji 500 ribu saja, sehingga mau tidak mau terpaksa mengambil pekerjaan yang lebih layak senilai 4 jutaan, maka hal itu menurut saya hanya tergantung pada letak profit oriented-nya orang itu saja, sekaligus ketidakpahamannya atau keluarganya atas tujuan utama out put lulusan sekolah di Pesantren itu sendiri.
Kembali pada soal niat, apakah niat sekolah pesantren demi tujuan pragmatis atau tujuan investasi akhirat? Kalau ingin gaji gede ambil sekolah berbasis teknologi di luar negeri atau minimal cari sekolah manajemen perbankan, kedokteran atau penerbangan, bukan pondok pesantren kan? Jangan salah ambil jurusan, sesuaikan dengan niat dan orientasi dari awal.
Tapi yakinlah, bahwa orang yang menuntut ilmu, lulusan pondok pesantren, kata guru-guru kami dahulu, selama tulus ikhlas, kalau tidak jadi alim ulama, insya Allah jadi orang besar yang sukses ke depannya.
Terakhir, sekedar “Tahadduts bin Ni’mah” penghasilan al-faqir sebagai orang yang pernah mondok di beberapa pesantren, alhamdulillah rata-rata mencapai 8 hingga 9 digit. Jadi, kata siapa lulusan pesantren susah cari penghasilan??
Intinya sabar dan terus berikhtiar, selain terus berdoa dan menambah ilmu, perkuat juga dengan amalan serta wiridan harian pembuka rezeki yang telah diajarkan dan diijazahkan oleh para guru-guru Kyai di pesantren.
Insya Allah, berkah hidup ke depan. Kalau tidak saya katakan, insya Allah lebih kaya dan berkelimpahan dari sekedar para pekerja gajihan. Insya Allah.
Ayoo mondok…@
*) Pengasuh Majlis Dalail Khairat Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam & Pimpinan Ponpes Dirasat al-Qur’an wal Hadits Dalail Khairat Tabalong