Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Melihat Dengan Hati Untuk Melihat Dunia

REKAYOREK.ID Perkumpulan Begandring Soerabaia sebagai komunitas pegiat sejarah telah berkomitmen senantiasa berbagi cerita tentang sejarah Surabaya kepada publik. Caranya beragam mulai dari diskusi publik, pembuatan film/video, jelajah sejarah (subtrack) dan penulisan di portal Begandring.com.

Pada Minggu sore, 29 Mei 2022, Begandring Soerabaia melalui program Surabaya Urban Track (Subtrack) berbagi pengetahuan sejarah bersama para penyandang cacat tuna netra yang tergabung dalam “Melihat Dengan Hati”.

Mereka diajak jelajah sejarah di kawasan Peneleh dengan mengunjungi Makam Belanda Peneleh dan Sumur Jobong di Pandean.

Di makam Belanda Peneleh. Foto: nanang

 

Mereka berkumpul di Lodji Besar jl Makam Peneleh, yang selama ini menjadi homebase Begandring Soerabaia. Dengan didampingi oleh 10 krew Subtrack, mereka diajak berjalan menuju Sumur Jobong.

Para penyandang tuna netra ini langsung didampingi dan dipandu oleh pengasuh masing masing dari aktivis “Melihat Dengan Hati”.

Sesampai di Sumur Jobong, mereka tidak hanya mendengarkan cerita tentang sejarah sumur Jobong, tapi masing masing dipandu untuk memasuki ruang bawah tanah guna mendekat ke obyek arkeologi yang ditemukan pada 2018 lalu.

Mereka diajak menyentuh bibir sumur yang berbentuk silinder dan terbuat dari tanah liat (terakota), menyantuh segarnya air dan bahkan mencuci muka dengan air. Ada yang meneguk air karena dirasa airnya begitu segar.

Para penyandang tuna netra memasuki ruang bawah abah sumur Jobong di Pandean. Foto: nanang

 

“Airnya segar, tidak berbau”, ujar Iqbal, salah seorang penyandang tuna netra setelah naik dari ruang bawah tanah.

Setelah dari Sumur Jobong, perjalanan dilanjutkan ke Makam Belanda Peneleh. Dalam perjalanan, wajah mereka sangat berseri seri karena mereka bisa “melihat” seperti apa obyek Sumur Jobong yang merupakan satu satunya temuan arkeologi dari era kerajaan Majapahit itu.

Mereka melihat dengan hati melalui indera meraba, mendengar dan bahkan mengecap air sumur. Meski tidak bisa melihat, akhirnya mereka bisa “melihat”.

Sesampai di area Makam Belanda, mereka tidak hanya mendapat cerita tentang makam Belanda yang dibuka pada pertengahan abad 19, tapi mereka diajak meraba fisik makam orang orang penting di Hindia Belanda yang diistirahatkan untuk selamanya di bumi Surabaya.

Peserta tuna netra meraba sebuah nisan. Foto: nanang

 

Dengan meraba fisik dan bentuk dari kuburan para tokoh Surabaya tempo dulu, mereka bisa “melihat” makam makam ini terbuat dari apa. Misalnya ketika di Makam P.J.B. Perez, wakil ketua Mahkamah Agung Hindia Belanda, mereka dapat mengenali bahwa tugu nisan besar itu terbuat dari besi. Selain meraba, mereka juga mengetuk ngetuk untuk mengenali jenis bendanya.

“Wih, apik yo. Akeh ukiran besi dan tulisan tulisan” (Bagus ya, banyak ukiran besi dan tulisan tulisan), ujar salah seorang dari mereka.

Selain diajak melihat kuburan yang terbuat dari besi baja, mereka juga diajak melihat kuburan yang terbuat dari batu pualam. Misalnya kuburan para suster Ursulinen. Juga makam seorang ilmuwan Belanda, pengkaji kebudayaan Indonesia termasuk Bahasa Indonesia, Van der Tuck, yang terbuat dari struktur batu bata.

 

Tidak ketinggalan mereka juga diajak “melihat” kuburan petinggi Hindia Belanda, Gubernur Jendral Pieter Merkus. Kemegahan makam ini dapat dirasakan melalui sentuhan pagar yang besar melingkar dan berbentuk gotik. Para penyandang tuna netra ini cukup dengan meraba pagar yang mengelilingi makam.

Di akhir perjalanan, tampak pada raut muka mereka cahaya cerah, mereka bisa mendapat wawasan tentang Sejarah kota Surabaya. Mereka berharap akan ada jelajah serupa di tempat lain. Begandring Soerabaia juga akan siap berbagi pengetahuan dengan mereka di tempat bersejarah lainnya di Surabaya.@nanang

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...