Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Mengulik Catatan Pribadi Bung Karno

Dalam surat-suratnya, Bung Karno tanpa tedeng aling aling dalam mengutarakan isi hati dan pikirannya untuk Hariyatie.

REKAYOREK.ID Masih dalam Bulan Bung Karno (1 – 21 Juni 2022), upaya menelusuri jejak jejak Bung Karno di Surabaya masih dilakukan oleh komunitas pegiat sejarah, Begandring Soerabaia. Data dan fakta yang terkuak akhir akhir ini semakin menguatkan sejarah bahwa Bung Karno lahir di Surabaya.

Setelah terkuak dari arsip registrasi Soekarno sebagai mahasiswa di Technische Hoge School (selanjutnya Institute Teknologi Bandung) pada 1921, disebutkan bahwa Soekarno lahir di Surabaya pada 1 Juni 1901. Selanjutnya, dalam Bulan Bung Karno ini juga ditemukan data baru tentang jati diri Bung Karno berdasarkan buku nikah Bung Karno dengan arek Surabaya, Hariyatie.

Buku nikah Soekarno – Hariyatie yang dikeluarkan di Jakarta pada Selasa Pahing, 21 Mei 1963, tertulis bahwa Ir. Dr. H. Soekarno, putera dari R. Sukemi Sasrodihardjo, lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901. Jabatannya Presiden RI, tinggal di Jakarta.

Sementara Hariyatie, yang terdata sebagai warga asli Surabaya (arek Suroboyo), lahir pada 24 Agustus 1940 dengan usia 23 tahun. Sedangkan usia Soekarno sudah 62 tahun.

Tidak hanya dokumen surat nikah yang didapat tim Begandring Soerabaia, tapi ada sejumlah foto foto pribadi keluarga yang belum pernah dipublish dan surat surat pribadi Bung Karno untuk Hariyatie yang ditulis pada kertas bekas amplop kepresidenan lengkap dengan cap lambang negara Garuda.

Semua dokumen baik foto kopi buku nikah, foto foto keluarga dan surat surat Bung Karno untuk Hariyatie masih disimpan oleh Enny Wishnu Wardhani yang tidak lain adalah keponakan Hariyatie.

Pernikahan Soekarno dan Hariyatie menambah kedekatan Soekarno dengan Surabaya. Hubungan pernikahan ini juga menguak kehadiran Soekarno di Surabaya yang selama ini tidak diketahui publik.

Foto resmi Bung Karno dengan Hariyatie. Foto: repro

Ada kedatangan Soekarno ke Surabaya yang bersifat pribadi yang tidak diketahui masyarakat. Misalnya pernikahan Soekarno dengan Hariyatie, yang akhirnya memiliki sebuah rumah tinggal di jalan Comal 2 Surabaya, sebuah lokasi elit di kawasan Darmo Surabaya. Sementara orang tua Hariyatie adalah keluarga biasa biasa yang secara ekonomis tidak mungkin memiliki aset di kawasan elit Surabaya di era itu.

Itu sepenggal cerita yang dituturkan Enny Wishnu Wardhani, keponakan Hariyatie.

“Ibu saya adalah kakak kandung Hariyatie. Mereka 8 bersaudara. Ibu saya, yang bernama Rr. Soeherlien, adalah anak ke 7. Sedangkan Bulik Hariyatie adalah anak ke 8, paling kecil”, jelas Enny di rumahnya di jalan Cipunegara Surabaya.

Tempat tinggal Enny berada di sederetan bangunan lama di era 1940-an. Bangunan nya bertingkat dan ia menempati lantai dua (loteng). Setelah memasuki pelataran rumah, yang khas dari design tata ruang bangunan rumah tempo dulu, kemudian harus menaiki tangga yang berada di samping rumah, maka sampailah pada ruang rumah yang sangat vintage.

Ruangannya penuh dengan hiasan dan perabotan antik. Ruang kenangan, full nostalgia. Disana terpampang foto foto keluarga, termasuk foto resmi presiden Soekarno bersama istri, Hariyatie, tahun 1963. Ada juga foto foto keluarga lainnya yang mengabadikan momen momen Bung Karno di antara keluarga besar Soekarno – Hariyatie. Tidak ketinggalan surat surat romantis Bung Karno untuk Hariyatie.

Melihat kertas kertas yang dipakai oleh Bung Karno (kertas bekas amplop kepresidenan) untuk menyampaikan pesan kepada Hariyatie, tampak sekali sifat sederhana dan egaliter Bung Karno sebagai arek Surabaya.

Dalam surat surat itu, Bung Karno tanpa tedeng aling aling dalam mengutarakan isi hati dan pikirannya untuk Hariyatie.

Menurut Enny, yang pada usia balita pernah diambil menjadi anak pancingan oleh pasangan Soekarno-Hariyatie, Soekarno orangnya terbuka. Sifat keterbukaan itu nampak pada salah satu suratnya yang dikatakan oleh Hariyatie bahwa Bung Karno tidak malu malu mengekspresikan isi hatinya melalui surat surat kepadanya, padahal surat surat itu tidak dibungkus amplop dan sangat mudah dibaca oleh siapapun yang disuruh.

Enny kecil bersama Bung Karno dan buliknya, Hariyatie. Foto: repro

 

“Bukan hanya menyembah, tapi B.K. sering mengangkat kakiku di atas kepala beliau. Tidak malu surat ini dibaca orang lain. “ Itulah untaian kata yang ditulis Hariyatie pada ruang kosong di antara tulisan tulisan Bunga Karno pada secarik amplop resmi istana negara.

Surat-surat Bung Karno

Soekarno adalah pemimpin besar. Bahkan seorang pemimpin yang berpengaruh di dunia karena kekharismaannya dan ketegasannya serta keberaniannya sehingga ia bisa sejarar dengan pemimpin dunia lainnya. Ada sifat arek Surabaya pada diri Soekarno. Yaitu sifat egaliter.

Soekarno sebagai pribadi manusia tetap saja manusia. Soekarno sebagai pemimpin besar tetap menunjukkan tugas sebagai negarawan. Pada suatu hari ketika Bung Karno tengah menulis draft naskah sambutan upacara 17 Agustus 1963, Soekarno Hariyatie yang baru menikah di bulan Mei 1963, masih menyempatkan menulis surat buat Hariyatie. Bukan dalam bahasa Indonesia ataupun Jawa, tapi dalam Bahasa Inggris.

Bahasa Inggris Bung Karno luar biasa bagusnya. Grammarnys bagus dan benar. Kalimat kalimatnya tersusun dengan baik. Pilihan katanya (diksi) sangat pilihan sebagai pancaran isi hati dan pikiran. Jenis kalimat kalimatnya sangat puitis.

Semua itu menunjukkan isi hati yang tertata begitu tapi dalam bentuk surat. Betapa sebuah surat yang benar benar mewakili Bung Karno hadir di depan Hariyatie. Sebuah karya tulis yang dihasilkan dengan cermat, padahal Bung Karno sendiri tengah mempersiapkan pidato yang tidak main main buat rakyatnya. Sambutan upacara kenegaraan 17 Agustus 1963.

“I am writting my speech for the 17th of this month. I try to concentrste my mind, to concentrate all my soul, on what I shall say to the people on that day.  In doing so, I think of you every moment. Because you are my inspiration, you are my strength of soul. That is why I ask you, my darling, to always strengthen my heart, my mind, my soul. Make me strong, make me the king of kings.

Oh darling, don’t cry in my presence,  because it makes me confused. It makes me like a living corpse,  it makes me like having no ground. It makes me so weak, so weak, so weak. It makes me cry and weep in my heart. You are my only hold. You are my only strength. You are my only hope. Don’t make me weak and don’t make me have no hope in life. Remember always: you are my only love. I live in you, and you live in me.

Again: In writting this speech (17th of August) I concentrate my mind intensely on what I shall say to the people, and on you. I repeat you are my inspiration, you are the bright star shining over me.

Tie, adikku wong aju, bodjoku terakhir, mung kowe gondelaku, mung kowe pepundjerku.

Wis ya wong aju. Pipiku tumempel ing pipimu, lambeku tumempel ing lambemu, atiku tumempel ing atimu.

Mas Soekarno”.

Surat Bung Karno untuk Hariyatie. Foto: repro

 

Itulah surat Soekarno kepada Hariyatie di saat menulis teks sambutan 17 Agustus 1963 ketika Soekarno tidak di sisi Hariyatie. Inilah “Antara Negara dan Cinta”.

Arti surat Soekarno buat Hariyatie adalah sebagai berikut:

Aku menulis pidato ini untuk tanggal 17 bulan ini. Aku mencoba untuk memusatkan pikiranku, untuk memusatkan seluruh jiwaku, pada apa yang akan aku katakan kepada masyarakat pada hari itu. Sambil menulis naskah, aku memikirkanmu setiap saat. Karena kamu adalah inspirasiku, kamu adalah kekuatan jiwaku. Itulah sebabnya aku memintamu, sayangku, untuk selalu menguatkan hatiku, pikiranku, jiwaku. Kuatkan aku, jadikan aku raja di atas segala raja.

Oh sayang, jangan menangis di hadapanku, karena itu membuatku bingung. Itu membuatku seperti mayat hidup, membuatku seperti tidak punya tanah. Itu membuatku sangat lemah, sangat lemah, sangat lemah. Itu membuatku menangis dan menangis di hatiku. Kamu adalah satu-satunya peganganku. Kamu adalah satu-satunya kekuatanku. Kamu adalah satu-satunya harapanku. Jangan membuatku lemah dan jangan membuatku tidak punya harapan dalam hidup. Ingatlah selalu: kamu adalah satu-satunya cintaku. Aku hidup di dalam dirimu, dan kamu hidup di dalam diriku.

Sekali lagi: Dalam menulis pidato ini (17 Agustus) aku memusatkan pikiranku secara intens pada apa yang akan kukatakan kepada masyarakat, dan padamu. Ku ulangi, kamu adalah inspirasiku, kamu adalah bintang terang yang menyinariku.

Tie, adikku yang cantik, istriku terakhir, hanya dirimu peganganku, hanya dirimu belahan jiwaku.

Sudah ya orang cantik. Pipiku tertempel di pipimu, bibirku tertempel di bibirmu, hatiku tertempel di hatimu.

Mas Soekarno”.

Masih banyak surat surat pribadi Soekarno untuk Hariyatie yang sebagian masih disimpan oleh Enny Wishnu Wardhani di rumahnya di jalan Cipunegara, Surabaya.

Soekarno sangat menyanjung Hariyatie, seperti terlihat pada surat surat yang ditulis pada amplop amplop kenegaraan bekas berikut:

Sedela sedela aku kepingin marani kowe, kepingin nelpon. Sedela kepingin weruh rupa adjengmu, senadjan ta mung saktleraman”.

(Sebentar sebentar aku ingin mendatangimu, kepingin menelpon mu. Sebentar sebentar ingin melihat wajah cantikmu. Meskipun hanya sebentar.)

Jen kowe Lunga senadjan sedela, aku bakal sedih bingung mbokmenawa kaja botjah tjilik nangis mrana mrene nggoleki mbok’e”.

(Jika dirimu pergi meskipun sebentar, aku pasti sedih bingung bagai anak kecil yang menangis merengek mencari bigung nya)

Surat surat Soekarno untuk Hariyatie ini sebagian dipajang di tembok rumah, sebagian disimpan di album oleh Enny.@nanang

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...