Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Titik Nadhir #7

Cerita Kehoror-hororan Tank Tenggelam

Oleh: Jendra Wiswara

Temanku masih memacu motor dengan kecepatan penuh. Tanpa menengok belakang, kami bagai memiliki ilmu Seipi Angin: kencang dan ringan. Satu dua kendaraan dilewati.

Kesalahan kecil bisa mengakibatkan fatal, kemungkinan terperosok ke dalam roda-roda truk dan bus. Tak terasa kami sudah memasuki kawasan Untung Surapati. 

Hari menjelang sore, kami singgah di Grati, Pasuruan. Kata orang di sini terdapat sebuah danau yang sangat indah. Kami penasaran, dan memutuskan untuk mendatanginya.

Jaraknya hanya 500 meter dari jalan raya. Sesuai letaknya yang berada di kawasan Grati maka dinamakan Ranu Grati. Ranu berarti danau. 

Selama melepas lelah, kami dapat melihat hamparan air dikelilingi perkampungan. Rata-rata penduduk di sini mata pencahariannya nelayan. Banyak pula orang-orang dari luar yang datang untuk memancing. Pun anak-anak bolos sekolah meluangkan waktu berpacaran di pinggir danau.

Bagi warga setempat, Ranu Grati bukan sekedar tempat wisata, tapi juga memiliki pengalaman kehoror-hororan: 

Tiga puluh tahun lalu Ranu Grati sempat menggegerkan masyarakat Indonesia dengan tragedi tenggelamnya tank amfibi Marinir beserta seluruh awaknya.

Peristiwa tragis itu sampai kini masih diliputi misteri dan tak seorangpun berhasil mengungkapkannya. 

Peristiwa itu terjadi pada 17 Oktober 1979. Pagi itu suasana tampak ramai. Beberapa kendaraan tank dari Batalyon Zipur 10 amfibi memasuki wilayah Grati melewati jalan-jalan kecil desa menuju danau.

Terbetik kabar hari itu mereka akan mengadakan latihan rutin di Ranu Grati. 

Namun masyarakat merasa was-was. Sebab Ranu Grati dipercaya dijaga oleh ular sebesar Baru Klinting.

Menurut cerita, dahulu sering sekali terjadi korban tenggelam di Ranu Grati. Ada cerita orang memandikan sapi di Ranu Grati yang pulang hanya sapinya. Sedangkan pemilik sapi hilang entah kemana. 

Sesepuh desa menyarankan agar sebelum turun latihan diadakan ritual, seperti selamatan dengan memandikan para anggota pasukan amfibi turun ke danau dengan air bunga.

Sempat terjadi perdebatan antara orang sesepuh desa dengan anggota pasukan amfibi. Pak Sulihati, salah seorang sesepuh desa kala itu, yang merupakan saksi mata pada saat kejadian tenggelamnya pasukan amfibi, menuturkan pengalamannya. 

Pagi itu dia sedang berada di atas perahunya di tengah danau. Sebagai seorang yang bertempat tinggal di tepi danau dan sehari-hari hidup di atas danau, dia sangat hafal dengan keadaan air danau pada saat itu.

Saat mengetahui adanya pasukan amfibi hendak mengadakan latihan di danau pagi itu, hati dan perasaannya menjadi gundah. Perasaannya mengatakan ada sesuatu marabahaya yang sedang mengintai mereka. 

Pak Sulihati merasa harus berbuat sesuatu. Ia buru-buru mengayuh perahunya ke tepi. Ia kemudian naik ke darat dan mendekati pasukan amfibi yang sedang mempersiapkan diri. Sebelum tank itu masuk ke dalam air, Pak Sulihati memberanikan diri untuk mengingatkan mereka.

“Pak, sebaiknya jangan latihan sekarang,“ kata Pak Sulihati tergopoh-gopoh. “Bila bapak-bapak akan latihan sebaiknya nanti siang saja,” lanjutnya. 

“Mengapa?” Salah seorang anggota pasukan bertanya. Tampaknya ia merasa kurang senang ada orang lain yang ikut campur dalam tugasnya.

“Berbahaya Pak! Jaka Baru bisa marah!” Kata Pak Sulihati cemas. 

Jaka Baru adalah nama asli dari Baru Klinting.

“Biarlah, saya ingin melihat kumisnya Jaka Baru,” tantang orang itu sambil bergurau dan tertawa-tawa. 

Namun secara diam-diam beberapa anggota tampak mulai khawatir dan resah. Para anggota pasukan amfibi itu memang pernah mendengar cerita tentang legenda Baru Klinting yang dipercaya oleh penduduk sekitar sebagai sang penunggu danau yang sesekali minta korban persembahan, namun demikian sebagian besar dari mereka beranggapan bahwa itu hanyalah sekedar cerita atau dongeng.

Sebenarnya beberapa anggota pasukan Amfibi ada yang kurang setuju mengadakan latihan di Ranu Grati. Mereka lebih suka latihan di daerah Laut Semedu Sari Nguling seperti yang selama ini biasa mereka lakukan. Di samping kekhawatiran akan adanya perbedaan antara air laut dan air tawar akan berpengaruh pada latihan mereka, keberadaan Ranu Grati yang dikenal sangat angker cukup membuat ciut hati mereka. 

Saat itu ada 7 kendaraan tank yang bergerak menuju Ranu Grati. Ada dua kompi pasukan Amfibi yang mengadakan latihan secara bergelombang. Gelombang pertama ada 6 tank. Tiap tank berisi 20 orang awak, seorang sopir, dan seorang pembantu sopir, jadi jumlah pasukan yang berada di dalam setiap tank sebanyak 22 orang. Seorang komandan tank berjaga di luar (di atas tank) sebagai penunjuk arah, dengan demikian jumlah seluruh pasukan pada tiap tank 23 orang.

Tepat pukul sembilan pagi, acara latihan dimulai. Anggota  pasukan Amfibi memasuki kendaraan masing-masing. Pintu tank ditutup rapat, kemudian satu persatu kendaraan amfibi itu mulai turun ke air. Mereka bergerak dari arah barat menuju seberang di sebelah timur. Tank-tank amfibi itu berjalan beriringan di atas danau. Di tepi danau banyak masyarakat yang ikut menyaksikan kendaraan amfibi itu berjalan di atas air. 

Setelah berjalan kurang lebih sejauh 50 meter, tiba-tiba salah satu tank amfibi berhenti karena mesinnya mati. Orang-orang yang melihat dari tepi danau diliputi perasaan cemas dan khawatir. Untunglah kendaraan terebut dapat segera ditarik ke darat dan seluruh penumpang berhasil diselamatkan.

Setelah sebuah tank ditarik ke darat, kini hanya tinggal 5 buah tank yang meneruskan perjalanan. Tanpa hambatan kelima tank itu berjalan beriringan menuju ke seberang. Namun tanpa diduga, ketika jarak menuju ke daratan hanya kurang dari 100 meter, tiba-tiba salah satu tank berhenti. 

Saksi mata mengatakan setelah berhenti tank itu tampak menungging dan dengan cepat meluncur ke dalam air. Seluruh penumpang di dalam tank yang berjumlah 22 orang tenggelam, sedangkan komandan tank yang berada di atas kendaraan berhasil menyelamatkan diri dengan cara berenang.

Kejadian tenggelamnya tank amfibi itu benar-benar di luar dugaan karena secara teori dalam keadaan mesin mati kendaraan amfibi itu seharusnya masih dapat mengapung di air laut selama 8 jam. 

Sebagian orang mengatakan tenggelamnya amfibi itu mungkin disebabkan berat jenis air laut dengan air tawar berbeda. Ada pula yang mengatakan bahwa di tempat tertentu di Ranu Grati terdapat pusaran air yang sangat kuat yang mampu menyedot benda apapun yang berbeda di atasnya sampai ke dasar danau.

Namun cerita yang paling banyak berkembang adalah Baru Klinting meminta korban. 

Musibah tenggelamnya pasukan amfibi yang tak terduga itu membuat panik semua orang. Tak ada regu penolong khusus yang dipersipakan untuk menghadapi kejadian semacam itu. Satu-satunya yang dipersiapkan hanyalah perahu karet yang tak mampu berbuat apa-apa dalam menghadapi situasi itu.

Beberapa jam kemudian Pasukan Katak didatangkan dari Surabaya. Mereka langsung menyelam ke dalam danau untuk melakukan upaya pencarian. Sebuah perahu motor berputar-putar mengelilingi danau sambil membawa magnet detektor yang diikat dengan tali dan dimasukkan ke dalam air. Magnet itu diharapkan dapat menunjukkan kepastian tempat tenggelamnya tank. Semua orang menanti dengan berharap para penumpang tank itu masih dapat diselamatkan. 

Setelah beberapa kali putaran, magnet itu menyentuh sesuatu yang dirasakan agak berat. Namun bukannya ditemukan tank malah ditemukan bangkai pesawat terbang amfibi yang sudah tua. Jaman Belanda, kata orang, ada pesawat yang ditenggelamkan. Kemungkinan yang ditemukan adalah pesawatnya.

Setelah beberapa jam menanti, tiba-tiba terdengar bunyi bergemuruh di dalam air. Tanpa diberi aba-aba semua orang serentak memusatkan perhatiannya ke tengah danau. Pada saat itu tiba-tiba muncul sesosok mayat ke permukaan air dalam posisi berdiri seakan-akan ada dorongan yang sangat kuat dari air yang berada di bawahnya. Setelah berada di permukaan air, mayat itu kemudian rebah dan mengambang di permukaan air. 

Tim penolong yang berada di atas perahu segera mendekati mayat tersebut kemudian mengangkat dan membawanya ke tepi.

Para pengunjung yang datang merasa tercengang melihat kejadian aneh yang baru saja mereka saksikan. Semua orang ramai memperbincangkan cara keluarnya mayat dari air yang dalam posisi tegak lurus. 

Setelah peristiwa itu, setiap hari berangsur-angsur muncul lagi beberapa mayat sampai jumlahnya mencapai 6 orang. Setelah itu dalam kurun waktu yang cukup lama tak ada lagi korban yang diketemukan.

Suasana di Ranu Grati kembali tenang. Sampai saat ini, setelah bertahun-tahun lamanya tank amfibi itu belum juga dapat diketemukan. Hal ini semakin menambah keyakinan masyarakat akan hal-hal mistik yang terjadi di sana. Cerita yang berkembang pun bermacam-macam. 

Sejak peristiwa itu sampai beberapa waktu lamanya ikan hasil tangkapan Ranu Grati tidak laku dijual di pasar. Banyak orang merasa takut mengkonsumsi ikan Ranu Grati karena mereka yakin ikan-ikan itu telah makan bangkai manusia.

Untuk mengenang peristiwa tenggelamnya tank amfibi yang terjadi pada tanggal 17 Oktober 1979, kau dapat melihat di Ranu Grati, tepatnya di sebelah Timur telah dibangun sebuah Tugu Peringatan yang bertuliskan daftar nama 22 anggota pasukan yang telah gugur. 

Hari makin petang. Perjalanan masih jauh. Setelah melepas lelah di danau penghisap tank amfibi tersebut, kami kembali melanjutkan perjalanan. Sebelum meneruskan perjalanan, kami menyempatkan waktu untuk sholat magrib.

[bersambung]

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...