Amalan Bid’ah Orang Wahhabi
Oleh: KH. Luthfi Bashori
ORANG Wahhabi memang tampak aneh bin ajaib, mereka gemar sekali menuduh umat Islam melakukan amal perbuatan yang mereka tuduhkan sebagai Bid`ah dhalalah/sesat, seperti umat Islam yang pada bulan Sya’ban sedang giat-giatnya mengadakan pembacaan shalawat keliling, karena ayat perintah bershalawat itu turunnya adalah di bulan Sya’ban.
Bahkan orang Wahhabi berani mengancam umat Islam yang mereka tuduh sebagai pelaku bid`ah sesat itu akan dimasukkan neraka. Tentunya yang dimaksiud Bid`ah oleh orang Wahhabi adalah Bid`ah yang sesuai dengan definisi mereka sendiri, bukan Bid`ah berdasarkan definisi para ulama salaf.
Adapun definisi Bid`ah sesat yang diyakini oleh orang Wahhabi adalah: Segala amal perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun oleh para shahabat secara mutlak maka dinamakan Bid`ah, contohnya Nabi SAW dan para shahabat tidak pernah melakukan pembacaan shalawat keliling.
Intinya orang Wahhabi selalu mengatakan, bahwa hukum semua amal perbuatan itu pada dasarnya adalah dilarang (haram) sehingga ditemukan dalil Alquran maupun Hadits shahih yang memperbolehkannya. Bahkan secara kaku, orang Wahhabi memandang jika ada amalan yang hanya didasari oleh dalil hadits (bukan ayat Alquran), maka hadits yang dapat diterima itu terbatas pada Hadits SHAHIH saja.
Dengan demikian, hampir semua umat Islam di dunia ini tidak ada yang luput dari tuduhan sebagai pelaku bid`ah oleh kaum Wahhabi. Karena orang Wahhabi menganggap bahwa kebanyakan amal perbuatan umat Islam itu tidak didasari dalil secara tekstual (harfi) baik dari Alquran maupun Hadits shahih (tidak dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW)
Orang Wahhabi sering kali menolak dalil kontekstual (ma`nawi) dari Alquran maupun Hadits, jika menghukumi suatu amalan yang dilakukan oleh umat Islam. Misalnya Allah perintah: Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bershalawat dan bersalam kepada Nabi dengan sebenar-benar salam..!
Kemudian umat Islam mengarang redaksi shalawat dengan berbagai macam bentuk kalimatnya dan metode pembacaan, sebut saja shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih, dan sebagainya. Maka dengan mudahnya orang Wahhabi mengatakan bahwa macam-macam bentuk redaksi shalawat ini adalah Bid`ah, karena Nabi SAW tidak pernah mengajarkan secara langsung redaksi shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya, sekalipun shalawat-shalawat ini telah diamalkan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Namun runyamnya, di sisi lain orang Wahhabi sendiri ternyata banyak mengamalkan perbuatan Bid`ah yang tidak didasari dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadtsi shahih itu sendiri (tidak pernah dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW).
Jadi, pada hakikatnya orang Wahhabi itu kerap melanggar keyakinan yang mereka buat sendiri, sehingga jika diteliti, banyak sekali amalan-amalan mereka yang tidak luput dari perbuatan Bid`ah sesuai dengan definisi mereka itu.
Coba diteliti amalan-amalan yang menjadi keyakinan orang Wahhabi sebagai berikut:
1. Tatkala umat Islam mempertanyakan mengapa orang Wahhabi dewasa ini menggunakan mobil saat bepergian, padahal Nabi SAW dan para Shahabat tidak pernah naik mobil? Maka untuk nge-les (menghindar) dari pertanyaan semacam ini, orang Wahhabi tiba-tiba secara serampangan membagi Bid`ah itu menjadi dua, yaitu Bid`ah Diniyah, seperti Bid`ahnya naik mobil dan Bid`ah Duniawiyah seperti Bid`ahnya shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya. Padahal pembagian yang dilakukan oleh orang Wahhabi ini jelas-jelas tidak berdasar satupun dari dalil secara tekstual baik dari Alquran mapun Hadits Shahih. Artinya baik Alquran maupun Hadits tidak pernah membagi Bid`ah menjadi Diniyah dan Duniawiyah.
2. Nabi SAW perintah: Khudzuu`anni manaasikakum (Ambillah/contohlah dariku manasik (tata cara haji)-mu (HR. Muslim). Saat itu Nabi SAW pergi haji dari Madinah menuju Makkah adalah dengan naik onta. Jika saja kaum Wahhabi jujur dalam dakwah sesuai yang diyakininya, maka sudah seharusnya mereka juga jika pergi haji adalah dengan naik onta, karena mengikuti sunnah Nabi SAW ini, bukan naik pesawat maupun mobil. Tapi kenyataannya tidak demikian.
3. Orang Wahhabi menyakini bahwa Tauhid itu dibagi menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa shifat. Pembagian ini juga tidak bedasar dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih manapun.
4. Kaum Wahhabi selalu mensyaratkan bahwa amalan yang sah menurut syariat itu dalam pandangan mereka, harus didasari oleh Hadits shahih (selain Alquran). Padahal aturan penggunaan Haditsh Shahih ini bukan berasal dari tekstual ayat Alquran maupun Hadits Nabi SAW sendiri. Namun ketentuan itu hanyalah berdasarkan pemahaman orang Wahhabi sendiri.
5. Belum lagi pembagian derajat hadits menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif, itu juga hakikatnya tidak berdasarkan tekstual Alquran maupun Hadits Nabi SAW, namun hanyalah hasil ijtihad para ulama ahli Hadits. Anehnya orang Wahhabi terpaksa menerima ijtihad para ulama ini sekalipun bukan berdasarkan dari tekstual dalil.
6. Jika datang bulan Ramadhan, orang Wahhabi Suadi Arabiah mengadakan Shalat Tahajjud berjamaah sebulan suntuk, dengan memilih waktu khusus di bulan Ramadhan (dari awwal hingga akhir bulan Ramadhan) seperti yang dilakukan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah dan diimami oleh tokoh-tokoh Wahhabi. Tradisi tata cara amalan berjamaah Tahajjud sebulan suntuk yang dikhususkan pada bulan Ramadhan ini jelas-jelas tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW.
7. Bilal Shalat Tahajjudnya juga orang Wahhabi dan mengucapkan: Shalaatul Qiyaami atsaabakumullah, sebelum shalat tahajjud di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bacaan ini termasuk bid`ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi maupun para Shahabat.
8. Orang Wahhabi dewasa ini juga berdakwah menggunakan media radio, kaset, CD, TV Rodja, internet dan media cetak, ini termasuk amalan bid`ah yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
9. Orang Wahhabi Indonesia juga mendirikan perkumpulan yang sering diberi nama Salafi Indonesia. Ini juga tidak ada tuntunannya baik dari Alquran maupun Hadits shahih.
10. Orang Wahhabi juga mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal, ini termasuk bid`ah yang tanpa ada dasar tekstual dalil Alquran mupun Hadits.
11. Orang Waahabi tidak menolak penulisan Alquran menjadi buku dan diperbanyak lewat percatakan dan huruf tulisan modern, padahal amalan pencetakan Alquran ini tidak ada di jaman Nabi SAW maupun para shahabat.
12. Orang Wahhabi juga menerima upaya pengelompokan Hadits shahih dalam satu buku karangan seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, padahal termasuk bid`ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
13. Penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa, seperti yang diterbitkan oleh Depag, adalah termasuk bid`ah menurut definisi orang Wahhabi sendiri, bahkan di Indonesia, terjemahan Depag ini sering dijadikan kitab rujukan bagi orang Wahhabi Indonesia sendiri.
14. Orang Wahhabi mengaku-ngaku sebagai penerus ulama Salaf, pengakuan ini juga tidak ada dasarnya secara tekstual baik dari Alquran maupun hadits shahih.
15. Masih banyak amal perbuatan orang Wahhabi yang tergolong Bid`ah, menurut definisi orang Wahhabi sendiri, karena amal perbuatan mereka itu tidak didasari oleh dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih. Padahal, dalam pemahaman kaum Wahhabi, bahwa semua Bid`ah itu adalah sesat, tanpa kecuali. Jadi amalan kaum Wahhabi sebagaimana tersebut di atas, tentunya juga harus dihukumi SESAT.[]
*) Penulis adalah pengasuh pesantren Ribath Almurtadla & Pesantren Ilmu Alquran (Singosari-Malang)