Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Bahu Laweyan #19

Dilamar Seorang Ustad

Oleh: Jendra Wiswara

Nunuk adalah perempuan dari antah berantah. Perempuan kampung. Pendiam. Lugu. Kalem. Tak ada yang mengenalnya selama berada di perkotaan.

Sejak memutuskan masuk ke dunia kelam, dia sudah menggunakan nama samaran: Sofia. Baginya, dunia itu menjadi dunia antah berantah. Pun teman-teman sesama dunia kelam tahunya Nunuk sebagai Sofia.

“Sejak saya masuk ke dunia kelam itu, saya tahu itu adalah dunia kejam. Saya sengaja menyamarkan identitas. Kalaupun saya harus celaka, maka tidak seorang pun yang tahu.”

Merahasiakan identitas berhasil dilakukan Nunuk. Adanya kematian Doni, tidak satupun jejak mengarah ke Nunuk. Memang di lokasi kejadian ditemukan banyak sidik jari, termasuk sidik jari yang menempel di cincin berlian yang dibuangnya. Namun saat itu teknologi belum canggih. Sidik jari masih sebatas mencatat bukan memindai. Belum ada database secanggih sekarang di mana setiap sidik jari bisa langsung terlacak.

Dalam kasus-kasus kematian seperti pembunuhan, korban bencana alam, hingga penemuan mister X, saat ini petugas sudah memiliki alat canggih yakni Mobile Automatic Multi Biometric Identification System (Mambis).

Alat ini membantu mengidentifikasi data diri seseorang kurang dari satu menit, asalkan orang yang diambil sidik jarinya terdaftar di elektronik KTP atau e-KTP. Alat ini terintegrasi dengan basis data. Sayangnya, saat peristiwa tersebut, belum ada e-KTP dan belum ada Mambis.

Saat itu metode sidik jari dipakai untuk melengkapi dan menguatkan data. Pengungkapan kasus tetap menggunakan metode lain. Dalam kasus pembunuhan, biasanya ada keterkaitan satu sama lain antara pelaku dan korban. Ada motif dan alibi. Sementara semua itu tidak ditemukan pada diri Nunuk. Dia berhasil menghilangkan jejak.

Selain sidik jari, bukti lain adalah kamera pengawas di lokasi kejadian. Namun kamera itu tidak memperlihatkan secara jelas wajah Nunuk. Kamera hanya menunjukkan perempuan cantik keluar masuk lokasi kejadian. Wajahnya pun tidak terlihat jelas.

Tak ada yang kenal Nunuk.

Pun apartemen yang ditempati Nunuk terdaftar atas nama Doni.

Berita kematian bandar narkoba menjadi headline di koran-koran. Dalam berita itu disebutkan kematian tragis Doni dalam kondisi telanjang dengan luka penuh sayatan.

Yang menjadi perhatian adalah penemuan narkoba dalam tas besar. Petugas mengusut dua perkara sekaligus. Narkoba dan pembunuhan.

Selama hampir sebulan koran-koran memberitakan kematian bandar narkoba. Pengusutan dilakukan secara marathon. Hasilnya dilaporkan dan diberitakan.

Petugas sendiri kesulitan melacak jejak pelaku. Sebab, tidak ada saksi mata di lokasi kejadian. Kecuali saksi dari pihak keluarga korban.

Doni sendiri tidak pernah menceritakan perihal Nunuk pada keluarganya. Sebab dia hanya perempuan simpanan. Hanya orang-orang kepercayaan Doni yang mengetahui. Itu pun hanya satu orang saja yang pernah ketemu Nunuk saat menyerahkan tas berisi narkoba.

Kalau anak buah Doni menjadi saksi atas peristiwa nahas tersebut, mereka pasti akan memilih mundur. Pasalnya di lokasi kejadian ditemukan narkoba. Menjadi saksi atas kematian Doni sama saja menyerahkan diri.

Kesimpulannya, kematian Doni dilakukan pesaing sesama bandar narkoba.

Jika Doni adalah bandar narkoba, maka sangat wajar dia memiliki banyak musuh. Pelaku diduga menyewa jasa pembunuh seorang perempuan untuk menghabisi nyawa korbannya. Sebab dalam peristiwa itu terlihat seorang perempuan muda tertangkap kamera pengawas.

Selain itu, hasil olah tempat kejadian perkara, di ranjang korban ditemukan bercak sperma. Korban sebelum dibunuh sempat berhubungan badan dengan pelaku.

Semua jejak ditelusuri. Tempat-tempat hiburan diubek-ubek. Tak seorang pun mengenal Nunuk. Petugas menemukan jalan buntu. Pelaku pembunuhan raib. Pelaku dianggap pembunuh profesional.

Bukan hanya petugas, anak buah Doni juga dikerahkan untuk mencari keberadaan Nunuk. Tidak ketemu. Teman-teman Nunuk di dunia malam tidak banyak yang tahu. Kalaupun ada yang mengenali, mereka memilih menutup mulut rapat-rapat, daripada menyerahkan diri dan disiksa oleh bandar narkoba.

Ya, seandainya saat itu Nunuk tertangkap anak buah Doni, barangkali dia akan langsung dieksekusi mati. Atau dibawa ke bandar narkoba yang lebih besar, atasan Doni, untuk ditanyai dan kemudian dieksekusi.

Sekali lagi, keberadaan Nunuk seperti raib ditelan bumi. Semua orang tidak mengenali sosok perempuan bahu laweyan tersebut.

Sementara Nunuk, sejak peristiwa itu, telah pergi meninggalkan Surabaya. Kembali ke kampung halaman di bawah kaki gunung Penanggungan.

Dia sempat menonton pemberitaan hebohnya pembunuhan bandar narkoba. Tampaknya kini pengusutan lebih difokuskan pada dua tas besar berisi narkoba ketimbang kasus pembunuhannya.

Beberapa tayangan lain menyebutkan, banyak orang merasa senang dengan kematian bandar narkoba. Bagi mereka, narkoba adalah musuh bersama. Satu bandar narkoba mati, tidak akan dirindukan. Justru akan membuat dunia menjadi aman. Meskipun pada kenyataannya jaringan narkoba sulit dihentikan. Mati satu tumbuh seribu.

Nunuk sendiri tidak merasa bersalah atas kejadian itu. Sebab bukan dia yang membunuh melainkan Gendro Swara Pati.

“Saya sebenarnya cukup was-was dengan kematian Doni. Saya yakin banyak orang mencari saya. Baik petugas maupun orang suruhan bandar narkoba. Nyawa saya setiap saat terancam. Saya sempat berpikir mau menyerahkan diri, tapi bukan saya yang membunuh Doni. Itu ulah Gendro Swara Pati.”

Berita kematian bandar narkoba berangsur-angsur reda. Dunia malam berputar lagi pada rodanya. Pasokan narkoba berjalan normal. Mungkin sudah ada pengganti Doni.

Sementara pencarian tumbal bagi perempuan bahu laweyan belum selesai. Nunuk masih butuh satu tumbal lagi untuk terbebas dari Gendro Swara Pati. Tapi, dia juga tidak bisa kembali ke dunia kelamnya. Terlalu beresiko. Nyawa taruhannya.

Untuk sesaat, Nunuk tetap berada di desa. Rahasia Doni tetap tersimpan rapi. Hanya dia dan Gendro Swara Pati yang tahu peristiwa di kamar apartemen.

Nunuk kini hanya bisa berharap ada orang jahat lagi berniat melamarnya. Dan orang jahat itu adalah koruptor. Sayangnya, itu hal mustahil. Mana mungkin ada koruptor masuk desa dan menikahi gadis desa.

Harapan Nunuk terlalu muluk-muluk.

***

Selama setahun Nunuk hidup tenang di desa. Dia nyaris tidak melakukan apa-apa kecuali membantu bapaknya di sawah. Tidak ada kabar heboh soal bahu laweyan. Orang-orang kampung tampaknya mulai terbiasa dengan bahu laweyan.

Mereka tahu Nunuk seorang bahu laweyan. Dulu menjauh. Sekarang, tidak lagi.

Mereka mau menyapa. Mau bergaul.

Tidak takut lagi berinteraksi dengan perempuan pembawa malapetaka. Asal, jangan sampai menikahinya saja.

Hingga akhirnya, datanglah seorang laki-laki ke rumah Nunuk berniat untuk melamar. Sontak, kehidupan desa yang awalnya tenang-tenang kembali heboh.

Banyak orang membicarakan lamaran tersebut. Tidak sedikit pula mencoba mengingatkan laki-laki bernama Iksan itu agar mengurungkan niat. Bahkan kedua orangtua Iksan tidak setuju anaknya menikahi Nunuk mengingat latar belakangnya sosok pembawa malapetaka.

Di kampung, Iksan dikenal sebagai ustad muda. Dia sering berdakwah keliling. Dia juga bekas santri pondok pesantren di Kediri. Niat Iksan melamar Nunuk karena dia sudah lama terpesona dengan pujaan hatinya. Namun Iksan tidak berani mendekati, apalagi sampai merayu dan memacari Nunuk. Sebab dalam agama Islam tidak dikenal istilah pacaran. Yang ada ta’arub dan menikah.

Saat pertama datang ke rumah, Iksan disambut baik oleh bapaknya Nunuk. Awalnya dipikir kedatangan Iksan ke rumah berkaitan dengan dakwah. Sebab bapaknya Nunuk sudah lama mengikuti pengajian Iksan.

“Saya sebenarnya datang ke sini bukan berdakwah. Jika diijinkan, saya ingin meminang putri bapak,” kata Iksan.

Mendengar kata-kata itu, bapaknya Nunuk langsung kaget.

“Apa Nak Iksan tidak tahu bahwa anak saya pembawa kutukan. Orang sekampung ini takut dengan anak saya,” sahut bapaknya Nunuk.

“Saya sudah tahu. Banyak orang sudah mengingatkan saya untuk mengurungkan niat melamar putri bapak.”

“Lantas?” Tanya bapaknya Nunuk penasaran.

“Saya ingin menikahi sekaligus membantu permasalahan yang dialami bapak dan anak bapak,” jawab Iksan kalem.

“Apa Nak Iksan yakin itu?”

“Insya Allah.”

Pria setengah baya itu kemudian pamit pergi ke belakang.

“Nduk,” sayup-sayup terdengar suara memanggil Nunuk.

Tidak lama sang bapak bersama anaknya balik ke ruang tamu. Menemui Iksan. Kali ini penampilan Nunuk lain daripada yang lain. Perempuan bahu laweyan itu mengenakan hijab, tapi tidak tertutup seluruhnya. Dia sekedar mengenakan penutup kepala untuk menghormati tamunya seorang ustad.

Nunuk pun duduk di hadapan Iksan. Agak-agak malu menatap wajah laki-laki itu. Sementara Iksan sendiri dilanda kegelisahan saat menatap paras ayu perempuan yang hendak dilamarnya. Dia berusaha membenahi tempat duduk yang menurutnya tidak nyaman, sekedar menghilangkan kegelisan hati.

“Ini anak saya, Nak Iksan. Saya tidak masalah jika Nak Iksan mau melamar anak saya. Pertama, jika anak saya bersedia menerima lamaran. Kedua, jika Nak Iksan paham dengan kondisi anak saya,” kata sang bapak memperkenalkan anaknya.

Iksan tersenyum memandangi sang bapak. Laki-laki itu diam-diam mencuri pandang ke Nunuk. Keduanya sempat beradu pandang. Namun Nunuk buru-buru tertunduk karena malu. Pun Iksan tidak mau berlama-lama menatap wajah calon pengantinnya. Matanya lalu diarahkan kembali ke sang bapak.

“Insya Allah, saya paham dengan kondisi Nunuk. Saya juga berniat membantunya jika diijinkan.”

“Nduk, bagaimana dengan kamu. Ini ada Nak Iksan, mau melamar kamu?” Tanya sang bapak.

“Boleh saya bertanya, Mas?” Nunuk mulai menatap wajah Iksan. Laki-laki itu mengangguk dan tersenyum ramah.

“Sebelum ini banyak laki-laki yang menjadi pendamping hidupku mati gara-gara kutukan yang ada dalam diriku. Apakah hal itu tidak membuat Mas takut, jika sewaktu-waktu mengalami hal serupa.”

“Masalah apapun di dunia ini kuncinya adalah tawakal pada Allah Swt. Saya ingin membantu permasalahan yang sedang kamu hadapi sekaligus mencari pendamping hidup,” jawab Iksan.

“Saya ini perempuan kotor, Mas. Ada banyak hal buruk terjadi pada kehidupan saya. Sosok makhluk halus dalam diri saya menjadi penyebabnya. Saya tidak mau lagi mencelakai orang meskipun saya sendiri berharap agar kutukan ini segera lepas.”

“Jika kita tunduk pada kehendakNya, Insya Allah tidak ada suatu kekuatan apapun yang sanggup melawanNya.”

Kata-kata Iksan, meski sederhana, bagai siraman kalbu. Serasa sejuk dan mendinginkan hati. Nunuk sama sekali tidak merasakan ketakutan. Tidak seperti biasanya, ketika pria melamar ke rumah, dia selalu diliputi perasaan was-was.

“Mas Iksan orang baik. Saya tidak mau Mas Iksan celaka!” Seru Nunuk.

“Jika Allah meridhoi, tidak akan terjadi sesuatu apapun pada kita. Allah yang membuat kehidupan, Allah yang mematikan kehidupan. Allah yang menguasai segalanya, dari yang terlihat maupun yang gaib. Allah adalah sebaik-baiknya pengatur rencana. Tidak ada yang perlu ditakuti dalam hidup ini,” sahut Iksan dengan penuh keyakinan.

Mendengar jawaban Iksan, keyakinan Nunuk semakin mantap. Manusia hanya berencana. Segala urusan diserahkan pada Allah. Dia adalah sebaik-baiknya perencana.

Saat itu juga Nunuk menerima pinangan Iksan.

[bersambung]  

 

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...