Bahu Laweyan #4
Makhluk Penghisap, Suami Ketiga Meninggal Kehabisan Darah
Oleh: Noviyanto Aji
MENIKAH dua kali, semua berakhir dengan kegagalan. Kedua suami Nunuk meninggal dengan dengan tidak wajar.
Nunuk kemudian dicap perempuan bahu laweyan. Perempuan yang dikutuk oleh makhluk halus jahat. Perempuan pembawa sial.
Sejak suami kedua meninggal, Nunuk lebih banyak pasrah. Apalagi sejak sesepuh kampung memberitahu bahwa dia termasuk manusia bahu laweyan.
Untuk menikah ketiga kalinya, tidak pernah terbesit dalam benak Nunuk. Dia khawatir jika kembali menikah pasangannya akan menghadapi kematian lagi.
Dalam tradisi Jawa, seorang yang diketahui bahu laweyan akan kesulitan untuk mencari pasangan hidup.
“Kata orang, bahu laweyan akan kesulitan menikah untuk ketiga kalinya. Betapapun cantiknya, dia akan kesulitan mencari pasangan. Itu wajar. Sebab saya sendiri sudah tidak berani untuk mendekati laki-laki. Saya tidak mau lagi menanggung resiko kematian.”
Pada dasarnya Nunuk tidak takut untuk menikah lagi. Justru yang dia takutkan suaminya akan menanggung resiko kematian seperti sebelum-sebelumnya.
Bagi warga kampung, terutama kaum lelaki, sudah mafhum dengan Nunuk. Mereka tidak mau mendekati Nunuk. Paling banter hanya berteman, tidak lebih.
Sebaliknya bagi warga di luar kampung, mereka tidak paham dengan Nunuk. Tidak sedikit dari mereka yang mencoba untuk mendekati Nunuk. Namun semua langsung ditolak mentah-mentah.
Untuk menikah lagi, Nunuk sepertinya masih trauma. Dia kemudian membuat pantangan untuk dirinya sendiri. Pertama, tidak akan menikahi seorang pria lajang. Kedua, tidak akan menikahi pria berkeluarga. Ketiga, tidak akan menikahi duda beranak.
“Saya membuat aturan untuk diri sendiri. Tidak akan menikahi pria lajang. Sebab saya takut dengan masa depan mereka. Tidak banyak yang bisa diharapkan dari diri saya. Kecuali kematian. Saya juga tidak mau menikahi pria beristri. Saya juga tidak mau menikahi duda beranak. Kasihan kalau mereka menikah kemudian meninggal. Kalaupun menikah, syaratnya menikah siri.”
Pantangan Nunuk ini diambil mengingat ia tidak mau menanggung resiko atas kematian suami-suaminya. Meski dua kali menikah dan Nunuk masih menganggap kematian tersebut hanya kebetulan, namun dia tidak mau mengambil resiko lebih jauh.
Karenanya, jika ada pria yang ingin menikahinya, maka Nunuk harus benar-benar memastikan status lelaki tersebut.
Dan yang paling utama sebelum menikah, para calon suami harus diberitahu status Nunuk seorang perempuan bahu laweyan. Sehingga mereka siap dengan segala resiko yang akan dihadapi kelak.
Untuk syarat menikah secara siri, ini hanya alasan Nunuk untuk menghindari musibah terulang kembali.
“Ya, menikah siri bagi seorang bahu laweyan, kata orang-orang tua di kampung, untuk menghindari musibah. Jika ada bahu laweyan menikah, jangan dibuat ramai. Sebab halus jahat yang ada dalam diri Nunuk akan berontak dan marah. Entah benar atau tidak. Yang jelas pernikahan saya yang sah hanya terjadi pada suami pertama dan suami kedua. Selepas itu, semua pernikahan dilakukan secara siri.”
***
Dengan suami ketiga. Sebut saja Heru. Status duda tanpa anak.
Sebelum dinikahi, Nunuk sempat bilang bahwa dirinya adalah seorang bahu laweyan. Namun Heru tidak percaya.
“Aku sudah dua kali menikah. Kedua suamiku meninggal. Aku khawatir saat menikah denganmu, akan mengalami hal yang sama, Mas,” kata Nunuk saat hendak dilamar Heru.
“Maaf, aku tidak percaya hal itu. Kematian itu nasib. Setiap nasib manusia berbeda-beda. Toh, semua manusia kelak juga akan mati,” sambut Heru menguatkan hati Nunuk.
Lelaki itu tampaknya sulit menerima kenyataan bahwa calon istrinya seorang bahu laweyan. Heru sulit menalar kematian-kematian suami Nunuk disebabkan kutukan.
“Selama ini warga kampung menganggapku perempuan bahu laweyan. Mereka tidak berani mendekatiku, apalagi sampai melamar. Apa Mas tidak takut?” Tanya Nunuk memastikan.
“Sudah kubilang, kematian adalah nasib. Aku tidak takut mati, asal bisa menikahimu!” Seru Heru.
Pada saat itu, bapak Nunuk sempat mewanti-wanti pada Heru terkait status anaknya. Bahwa sulit rasanya melihat anaknya menikah lagi dan menanggung resiko kematian suaminya.
Namun Heru tetap keukeuh. Dia memandang bahu laweyan hanya mitos. Dia tidak percaya dengan semua kepercayaan masyarakat.
Karena Heru tetap ngotot dan merasa yakin dengan pendiriannya, akhirnya sang bapak merelakan anaknya untuk menikah lagi. Nunuk sendiri tidak keberatan menikah, dengan catatan suaminya siap menanggung segala resiko yang dihadapi.
Dan seperti hari-hari sebelumnya, pernikahan akhirnya digelar. Bedanya, kali ini pernikahan digelar secara siri. Ini salah satu syarat yang diminta Nunuk. Pernikahan hanya dihadiri modin dan kedua mempelai saja.
Malam pertama seperti malam-malam sebelumnya. Namun ada yang berbeda di malam pertama pernikahan ketiga Nunuk. Saat malam pertama, Nunuk lebih banyak tidak sadarkan diri. Dia baru sadar keesokan harinya.
Tampaknya penghuni wadah itu terbangun pada tengah malam saat bahu laweyan tertidur lelap, dan keluar dari tubuh pemiliknya dalam wujud asap kecil yang tidak diketahui oleh pasangannya.
Di saat itulah si makhluk halus mulai memangsa tubuh korbannya dengan cara mengisap darahnya. Entah bagaimana caranya.
Yang jelas sejak malam pertama terjadi, Heru merasa kelelahan setiap kali berhubungan badan dengan istrinya. Padahal, istrinya kerapkali dalam kondisi tidak sadar.
Esoknya, giliran Nunuk terbangun dan mengetahui suaminya sudah dalam kondisi pingsan. Saat bangun, dilihatnya wajah sang suami seperti orang pucat kehabisan darah. Saat Heru ditanya, jawaban dia selalu lupa dengan kejadian pada malam hari.
“Setiap kami berhubungan intim, saya sering tidak sadarkan diri. Apakah Mas Heru saat itu tetap menindihku atau tidak, saya tidak tahu. Yang jelas ada keanehan pada diri Mas Heru keesokan harinya. Saya melihat wajahnya pucat. Kadang dia kulihat antara tidur dan pingsan di tempat pembaringan.”
Pernikahan dengan Heru hanya bertahan sebulan. Sebab, Nunuk mendapati suaminya meninggal di kamar seperti orang yang kehabisan darah.
Sebenarnya Nunuk tidak percaya suaminya akan meninggal secepat itu dan dengan cara setragis itu. Akan tetapi banyak orang mulai mengkaitkan kematian Heru terjadi karena kutukan makhluk halus yang bersemayam di tubuh Nunuk.
Menurut sesepuh kampung, bisa jadi kematian Heru akibat darahnya dihisap oleh makhluk halus yang berada di dalam tubuh Nunuk. Hal itu sering terjadi pada tengah malam, terutama saat pasangan tersebut berhubungan intim. Meski begitu, orang awam tidak akan bisa melihat tanda-tanda bahwa korban mati karena dihisap darahnya.
Nunuk sendiri sempat berontak. Untuk kesekian kalinya dia tidak percaya suaminya meninggal gara-gara kutukan dirinya. Dia kemudian membandingkan dengan suami-suami sebelumnya. Pada saat malam pertama hingga malam-malam berikutnya, tidak ada kendala dialami suaminya. Bahkan ketika mereka berhubungan intim.
Sayangnya, seorang linuwih di kampung memiliki pengelihatan mata batin berbeda dengan Nunuk. Menurut mereka saat Nunuk menikah dengan suami pertama dan kedua, saat itu makhluk halus di tubuh Nunuk belum sekuat sekarang ini. Tapi setelah memakan korban dua kali, baru ketiga kalinya makhluk tersebut dapat leluasa keluar dari tubuh yang diikutinya.
“Kata para sesepuh, kematian mas Heru karena darahnya dihisap makhluk halus yang bersemayam di tubuh saya. Katanya, dia kini lebih kuat dari sebelumnya. Bahkan bisa menampakkan wujud pada korban-korbannya. Saya sendiri tidak paham.” [bersambung]