Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Bisikan Malam

Cerpen

Oleh: Prasetyani

FARIS bergegas pamitan kepada si empunya hajat pernikahan setelah beberapa saat yang lalu mendapat pesan di gawainya. Pesan yang berisi tulisan bahwa sang ayah tetiba pingsan. Hingga Faris yang sedianya menginap di tempat pesta berlangsung terpaksa pulang walaupun hari sudah semakin malam.

“Wan, sori gua ga jadi nginep. Babe gue mendadak pingsan. Sori ya, gue ga bisa bantuin lu beberes,” sesal Faris saat pamit pada Ridwan, sang sahabat yang saat itu jadi mempelai pria.

“Selow, Bro. Gosah dipikir. Cepet lu pulang sono. Kasian nyak lu pasti nungguin!” ucap pria yang sedang jadi raja sehari.

Pria berambut ikal berkulit kecoklatan itupun menyetarter motor maticnya. Membelah malam yang sunyi, menerobos jalan kampung Klenteng yang hanya diterangi sinar bulan yang temaram. Menuju rumah yang letaknya di desa sebelah.

Didorong rasa kuatir atas kondisi sang ayah, Faris mengambil jalan pintas melewati tengah-tengah rimbunnya tanaman tebu yang sudah siap panen.

Angin dingin berkesiur menusuk tulang. Menggigilkan Faris yang hanya memakai jaket berbahan kaos tipis. Suasana gelap sejauh mata memandang, menimbulkan hawa aneh yang menyeramkan.

Kloneeng … kloneeeng!

Suara genta terdengar sayup memecah malam yang bisu. Disusul bunyi derit roda kayu berseling suara detak-detuk kaki binatang yang menghela kendaraan tradisional jaman dulu.

Bulu kuduk Faris meremang berbarengan dengan suara pedati yang kian mendekat. Ingin rasanya dia memacu motornya dengan kecepatan maksimal, tapi kondisi jalan yang tak rata membuatnya urung menancap gas. Meski suasana mencekam, tak membuat Faris berbalik arah.

Sesaat kemudian, tepat ketika motor Faris berpapasan dengan pedati yang ditarik dua ekor sapi, dia melihat keanehan yang mengerikan.

Kaki-kaki sapi itu tak satupun menginjak tanah. Pun sang kusir pedati juga tak kalah menyeramkan. Terlihat melalui sorot lampu motor, sesosok hitam bercaping dengan berselempang sarung. Duduk diam memegang tali kendali sapi. Mata sosok dalam pedati itu hanya sebelah dan memancarkan sinar merah yang menatap tajam menghujam indra penglihatan Faris. Hanya mata. Tanpa mulut dan hidung. Hingga Faris hampir berteriak saking takut dan terkejut.

Saat motor dan pedati bersisian, tetiba udara berubah semakin membekukan. Faris merasa ditampar sebuah tangan dingin tanpa wujud disertai bisikan memilukan.

“Putar balik motormu, Anak muda!”

Faris ternganga. Motornya kehilangan kendali dan hampir terperosok saluran irigasi yang mengalir sepanjang sisi jalan setapak yang dia lalui. Namun Faris terus melaju tanpa mengindahkan peringatan suara tanpa wujud.

Hingga ketika pria berusia dua puluh enam tahunan itu sedikit lagi mencapai batas akhir perkebunan tebu, mata Faris menangkap sebuah pemandangan ganjil.

Puluhan ekor kera besar berbulu legam bermata semerah saga dengan taring-taring runcing meneteskan cairan merah kental berbau anyir.

Kera-kera itu terlihat mengerubungi sesosok tubuh manusia yang nyaris tanpa bentuk. Badannya hancur terkoyak, biji mata tinggal sebelah, wajah tanpa hidung dan mulut itu dengan kulit kepalan yang mengelupas nampak bermandikan genangan darahnya sendiri.

Rasa mual seketika melanda Faris disertai pandangan yang berkunang-kunang. Motornya ambruk tanpa bisa dicegah. Faris terlempar dari jok motor bertepatan dengan puluhan kera yang menoleh ke arahnya. Sesaat sebelum Faris kehilangan kesadaran, sebuah suara mencerca menampar telinganya.

“Anak bod*h. Kau sudah kuperingatkan!” []

Komentar
Loading...