Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Dimana DPR Kita, Apakah Kita Punya Wakil Rakyat?

Oleh: Tjetjep Mohammad Yasien

SEBAGAI lembaga legislatif yang merupakan wujud dari aspirasi wakil rakyat yang punya kewajiban dan hak mengawasi dan menjadi kontrol eksekutif, saya merasakan hampir tidak ada fungsi akan keberadaan dari Dewan Perwakilan Rakyat di era Ibu Puan Maharani.

Selain DPR menjadi alat stempel mengesahkan UU salah satunya adalah UU bernama Omnibus Law yang nyata ditolak rakyat dimana saya dan 2 orang anak saya laki-laki ikut menjadi bagian yang turun ke jalan menolak Omnibus Law yang sejak awal saya baca dan analisa dari prosesnya sudah salah serta tidak berpihak ke rakyat.

Fakta begitu Omnibus Law disahkan DPR, ketika ada yang melakukan uji materi ke MK dinyatakannya oleh MK Omnibus Law bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Fakta pahit DPR sebagai wakil rakyat tidak berpihak ke rakyat dan produk yang disahkan lebih parah lagi dinyatakan melanggar Pancasila dan UUD 1945.

Walaupun MK sendiri dalam memutuskan uji materi atas Omnibus Law mengecewakan, setidaknya atas Omnibus Law yang dikatakan oleh MK menyalahi Pancasila dan UUD 1945 namun tidak serta merta dibatalkan.

Setidaknya MK masih memberi tenggang waktu 2 tahun yang tentu putusan ini bagi saya mengabaikan kedudukan hukum Pancasila sebagai dasar negara dan dengan UUD 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Ini menimbulkan tanya di otak dengan pertanyaan “Masihkah Pancasila dan UUD 1945 berlaku di NKRI? Kalau masih kok bisa UU yang dibuat dengan melanggar atau tidak sesuai dengan dasar negara dalam hal ini Pancasila dan UUD 1945 sebagai pedoman dasar hukum tertinggi tidak langsung ditolak malah diberi tenggang waktu untuk dilaksanakan di NKRI yang dasar hukum atau sumber dari segala sumber hukumnya Pancasila dan UUD 1945?

Bukankah kalau Omnibus Law yang dibuat dengan melanggar Pancasila dan UUD 1946 kalau dilaksanakan dalam rentang tenggang waktu 2 tahun pelaku pelaksananya (perorangan atau kelompok) secara sadar atau tidak sadar telah melakukan perbuatan melawan hukum karena melanggar Pancasila dan UUD 1945 yang tentu harus dikenakan sanksi hukum.

Dari yang saya tahu saat belajar dan menjadi pengajar guru pelajaran Pendidikan Moral Pancasila siapapun baik perorangan atau kelompok yang melanggar Pancasila dan UUD 1945 harusnya diberi sanksi, tidak terkecuali kalau perorangan di sanksi hukum sesuai hukum yang berlaku kalau kelompok dibubarkan seperti ormas-ormas yang dibubarkan.

Menurut saya karena DPR telah bekerja melanggar Pancasila dan UUD 1945 harusnya MK memutuskan juga mengadili sendiri membubarkan DPR RI karena terbukti telah melanggar Pancasila dan UUD 1945 dalam rangkaian pengesahan Omnibus Law.

Dianulirnya Omnibus Law oleh MK seharusnya menjadi introspeksi DPR bahwa lembaga DPR terbukti bekerja bukan hanya tidak berpihak ke rakyat lebih parah lagi terbukti DPR dalam bekerja telah melanggar Pancasila dan UUD 1945.

Dari rangkaian pengesahan Omnibus Law yang membuktikan bahwa DPR tidak berpihak ke rakyat dan berani terbukti melanggar Pancasila dan UUD 1945, maka saya sebagai rakyat dan warga negara yakin tidak akan ada rasa peduli DPR terhadap rakyat sehingga adanya kegaduhan di rakyat di dalam kepemimpinan Ibu Puan Maharani tidak akan menjadi bagian perhatian DPR.

Oleh karenanya saya juga tidak heran akan ketidakhadiran DPR di era Ibu Puan Maharani ketika rakyat dalam keterpurukan ekonomi sudah itu dibebani kenaikan minyak goreng yang mendekati 100 persen, kenaikan harga telur dan daging ayam yang sudah menjadi lauk pokok mencapai 70 sampai 80 persen.

Belum berhenti di situ, rakyat juga dihadapkan dengan kenaikan listrik dan gas elpigi yang mau tidak mau akan berdampak naiknya kebutuhan pokok.

Belum lagi ada kabar tidak sedap adanya harga BBM yang akan naik dimana pertalite dan solar juga ditiadakan ini sangat mungkin bisa membuat harga-harga naik di luar jangkauan rakyat. Setidaknya membuat rakyat semakin susah, namun DPR hanya diam.

Untuk itulah saya sudah tidak heran di saat penistaan agama bukan hanya dilakukan oleh Abu Janda, Denny Siregar, Ade Armando, dkk namun juga dilakukan oleh Jenderal Dudung Abdurachman yang nyata berdampak membuat kegaduhan dan keresahan, DPR hanya diam nyantai menikmati gaji dan fasilitas.

Maka dalam kesabaran sebagai rakyat, saya hanya bertanya “Dimana Ibu Puan Maharani yang menangis sesenggukan ketika di era Presiden SBY melakukan walk out dengan seluruh anggota Fraksi PDIP dari rapat sidang pembahasan kenaikan BBM? Dimana mereka para Wakil Rakyat? Dimana DPR kIta? Masihkah rakyat punya Wakil Rakyat?”

Bertahan sabar melihat kenyataan pahit tidak berfungsinya wakil rakyat.[]

*) Rakyat yang merasa tidak memiliki Wakil Rakyat

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...