Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Haji Absen Lagi, Terlalu Mendadak!

Keputusan pemerintah tidak memberangkatkan jamaah haji tahun ini dianggap tergesa-gesa. Padahal pemerintah masih memiliki waktu untuk memberangkatkan haji meski dengan kuota terbatas. Indonesia sebagai negara Islam terbesar dan mendapatkan kuota haji terbanyak di dunia, sebenarnya memiliki posisi tawar untuk memperjuangkan kuota tersebut. Buktinya Amerika Serikat bisa mengirim jemaahnya, padahal negeri tersebut juga dilanda hal yang sama.

REKAYOREK.ID Pemerintah memastikan tidak memberangkatkan jemaah haji pada penyelenggaraan Ibadah Haji 1442 H/2021. Pembatalan ini dilakukan setelah belum adanya kepastian haji dari pemerintah Arab Saudi. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama No 660/2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Haji dan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1442 H/2021 M.

“Menetapkan pembatalan keberangkatan jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan kuota haji indonesia dan kuota haji lainnya,” kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, Kamis (3/6/2021).

Menag menuturkan, bahwa pemerintah menimbang sejumlah hal dalam penetapan haji tahun ini. Beberapa di antaranya belum adanya kepastian yang disampaikan oleh pemerintah Arab Saudi terhadap Indonesia. Kemudian, pandemi Covid-19 di hampir seluruh dunia menjadi pertimbangan pembatalan keberangkatan haji tahun ini.

“Pemerintah Arab Saudi belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah hji 1442 H/2021 M dan pemerintah Indonesia membutuhkan ketersediaan waktu yang cukup untuk melakukan persiapan pelayanan bagi jemaah haji,” terangnya.

Yaqut membeberkan sejumlah alasan absennya jemaah asal Indonesia ke Arab Saudi.

Pertama, ibadah haji wajib bagi umat Islam yang mampu secara ekonomi dan fisik serta terjamin kesehatan, keselamatan dan keamanan jemaah baik selama berada di embarkasi, debarkasi hingga saat tiba di Arab Saudi.

Kedua, Kemenag menganggap kesehatan, keselamatan dan keamanan jemaah haji terancam oleh pandemi Covid-19. Terlebih saat ini muncul varian baru Covid-19 hampir di seluruh dunia.

Ketiga, pemerintah menyebut bertanggung jawab untuk menjaga dan melindungi Warga Negara Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri melalui upaya penanggulangan pandemi Covid-19.

Keempat, menjaga jiwa merupakan salah satu maqashid syariah atau tujuan harus dicapai dalam syariat selain menjaga agama, akal, keturunan dan harta.

Saat keputusan ini disampaikan, hadir sejumlah pejabat yakni Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto, perwakilan Kemenkes, Kemenlu, Kemenhub, BPKH, Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah, Forum Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, serta perwakilan dari MUI dan Ormas Islam.

Terlalu Tergesa-gesa

Absennya jamaah haji asal Indonesia berangkat Arab Saudi untuk kedua kalinya ini memang sangat mengecewakan. Keputusan pemerintah dianggap terlalu tergesa-gesa. Pasalnya, pemerintah Saudi hingga kini belum mengumumkan kuota haji 2021 untuk Indonesia.

“Belum ada pengumuman resmi dari Saudi tentang haji. Ya apalagi tentang kuota,” kata Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Arab Saudi, Eko Hartono, Kamis (3/6/2021).

Hal ini juga dikuatkan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel yang memastikan belum ada penguman resmi terkait pemberian kuota haji untuk jamaah Tanah Air. “Belum ada pembicaraan kuota,” ujarnya.

Anggota Komisi Agama DPR RI Bukhori Yusuf tentu saja menyesalkan pengumuman pemerintah yang kembali membatalkan keberangkatan haji tahun 2021.

Bukhori menilai, pengumuman tersebut sebagai keputusan yang tergesa-gesa. Padahal laporan media dalam beberapa hari terakhir menyebutkan, kuota haji tahun ini adalah 60.000 jemaah, dengan perincian 15.000 dari dalam Saudi dan sisanya dari negara-negara lain.

Sebelum pandemi, jumlah total jemaah haji dari seluruh dunia sekitar 2,5 juta orang. Setiap tahun, Indonesia mengirim antara 168.000 hingga 220.000 jemaah.

“Sebenarnya tidak masalah jika yang terpaksa harus diberangkatkan hanya sepersekian persen dari total calon jemaah haji kita,” ungkapnya.

Politisi PKS ini menegaskan, sejak awal dirinya telah konsisten mendorong pemerintah Indonesia melakukan langkah diplomasi yang setara dan produktif terhadap pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Ia bahkan telah lama mendesak Presiden Jokowi untuk melakukan komunikasi langsung bahkan melakukan lawatan khusus untuk menemui Raja Salman demi memperoleh kepastian haji bagi calon jemaah haji Indonesia.

Lebih lanjut, Bukhori mengatakan, kendati Menteri Agama sebelumnya mengklaim bahwa Presiden telah berkomunikasi secara langsung dengan Raja Salman, dirinya tidak menampik bahwa belum ada jawaban yang pasti.

Keseriusan Presiden untuk turun langsung dalam melobi sebenarnya harus dilakukan sejak lama sebagai wujud kesungguhan pemerintah dalam memenuhi hak rakyat Indonesia, khususnya umat Islam untuk menunaikan salah satu rukun Islam.

“Dengan menyesal harus kami katakan, sejauh ini kami belum melihat adanya usaha serius dari pemerintah dalam rangka penuhi hak umat Islam untuk berhaji. Padahal bisa saja Presiden menelepon langsung, bahkan menghadap langsung ke Raja Salman,” tegasnya.

Soal masalah vaksin yang dikatakan menghambat calon jemaah haji, lanjut Bukhori, sebenarnya sudah terpecahkan.

Pemerintah Arab Saudi memang belum memberikan informasi resmi soal kuota haji Indonesia. Namun kebijakan pengetatan warga negara yang masuk ke Arab Saudi, menjadi sinyal kuat.

Pada akun Twitter resmi Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, 30 Mei 2021, @MOISaudiArabia, pemerintah Arab hanya membolehkan 11 negara yang masuk, dan Indonesia tak masuk dalam daftar. Daftar 11 negara yang sudah diizinkan masuk Arab Saudi, yakni Amerika Serikat, Inggris, Irlandia, Italia, Jepang, Jerman, Prancis, Portugal, Swedia, Swiss, dan Uni Emirat Arab.

Meski pengetatan ini hanya berlaku bagi 11 negara, namun pemerintah Arab Saudi melalui Duta Besarnya untuk Indonesia, Esam Abid Althaghafi, membeberkan bahwa 11 negara itu tidak memiliki keterkaitan dengan perjalanan ibadah haji dan umroh.

“Saya ingin mengklarifikasi bahwa 11 negara tersebut tidak ada hubungannya dengan perjalanan haji dan umroh seperti yang beredar,” kata Esam.

Arab Saudi memperketat penerimaan jamaah haji untuk tahun ini dengan jamaah yang akan diterima yakni jamaah yang telah mendapatkan suntikan vaksin Covid-19 dari vaksin yang telah menerima Emergency Use Listing Procedure (EUL) dari WHO. Vaksin yang dimaksud adalah Pfizer, Moderna, Johnson & Johnson dan AstraZeneca.

Indonesia sendiri saat ini sudah menggunakan AstraZeneca, itupun dalam jumlah terbatas. Sementara vaksin paling banyak yang digunakan di Indonesia, yakni Sinovac. Perkembangan terbaru, Sinovac sudah mendapatkan EUL dari WHO.

Ya, WHO akhirnya memberikan lisensi penggunaan darurat vaksin Sinovac yang sebelumnya menjadi prasyarat pemerintah Kerajaan Arab Saudi bagi jemaah yang akan melaksanakan haji. Sehingga permasalahan haji sebenarnya sudah terpecahkan. Tinggal menunggu keterangan resmi dari pemerintah Arab Saudi. Sayangnya, pemerintah Indonesia terlalu tergesa-gesa mengumumkan pembatalan.

“Dengan masalah yang telah terpecahkan ini, sedianya pemerintah Indonesia bisa sedikit lebih menahan diri untuk tidak mengumumkan pembatalan haji secara prematur sebelum batas waktu terakhir,” imbuh Bukhori.

Anggota Badan Legislasi ini masih meyakini bahwa peluang untuk tetap memberangkatkan calon jemaah haji Indonesia secara terbatas sebenarnya masih terbuka kendati negara Indonesia masih dibekap pandemi.

Dalam kalkulasinya, Bukhori meyakini pemerintah masih memiliki kesempatan waktu untuk memberangkatkan haji dengan kuota yang terbatas. Sebab, keputusan pembatalan ini akan kembali menambah panjang daftar antrian calon jemaah haji Indonesia.

“Katakan misalnya pemerintah Indonesia hanya bisa berangkatkan sekitar 3.300 calon jemaah haji saja untuk tahun ini, maka hal ini tidak akan membutuhkan persiapan waktu yang panjang. Bahkan, dua sampai tiga kali penerbangan saja sebenarnya sudah beres,” jelasnya.

Hal senada disampaikan pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi. Dia membayangkan, dari 45.000 dengan perhitungan kotor, Indonesia sebenarnya berpotensi mendapatkan sekitar 4.000 hingga 5.000 orang dan mungkin lebih kecil.

Indonesia sebagai negara Islam terbesar mendapatkan kuota haji terbanyak di dunia memiliki posisi tawar untuk memperjuangkan kuota tersebut.

“Ini bukan soal jumlah, tapi tentang upaya pemerintah untuk membangkitkan semangat masyarakat bahwa pemerintah berhasil memperjuangan yang paling penting bagi umat Islam Indonesia dan ada harapan bagi jemaah untuk naik haji,” katanya.

Antara Kepentingan Saudi dan Kemaslahatan Jamaah

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas justru mempertanyakan tidak diberangkatkannya jamaah haji asal Indonesia tahun 2021. Menurutnya, jika memang benar pertimbangannya faktor kemanusiaan, pihaknya sangat memaklumi. Namun yang dia heran, ada 11 negara yang dizinkan masuk ke Arab Saudi.

“Kita melihat pertimbangan mendasar yang menonjol yang menjadi penghalang bagi jemaah haji kita untuk datang tentu adalah menyangkut kepentingan dalam negeri Saudi sendiri dan juga terkait dengan kemashlahatan dari para jamaah, karena negeri kita memang masih dilanda pandemi Covid-19,” sebut Anwar dalam keterangan tertulisnya.

Dikatakan Anwar, Hadis Nabi memang dikatakan bila engkau mendengar di suatu negeri ada wabah maka janganlah kamu masuk dan atau datang ke daerah tersebut, dan bila engkau ada di dalamnya maka janganlah engkau keluar darinya.

“Peringatan nabi ini tentu harus kita perhatikan dan laksanakan dengan sebaik-baiknya. Tetapi yang agak mengherankan saya, mengapa Amerika Serikat bisa mengirim jemaahnya, padahal negeri tersebut juga dilanda hal yang sama? Dan juga kalau masalah pandemi ini yang menjadi alasan, bukankah dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bahaya tersebut akan bisa kita minimalisir, dengan vaksinasi dan test PCR,” tegasnya.

Jika para jamaah tersebut sudah divaksin dan hasil tes PCR dari pada calon tersebut adalah negatif, maka tentu sebaiknya pemerintah Saudi akan bisa menerima mereka untuk datang bagi mengerjakan ibadah haji, karena pemerintah Saudi semestinya selain memperhatikan ketentuan-ketentuan syariah juga perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan yang bersifat ilmiah.

“Karena inti dari Hadis Nabi tersebut pada prinsipnya adalah bagaimana kita bisa menjaga dan melindungi diri serta jiwa dari masyarakat, dan dalam hal ini adalah para calon jamaah haji,” urainya.

Oleh karena itu, kalau menurut pertimbangan-pertimbangan ilmiah mereka tidak masalah jika berangkat untuk mengerjakan ibadah haji, karena diperkirakan akan aman dan tidak akan menimbulkan kemudharatan kepada mereka dan atau kepada orang lain, serta karena mereka akan mematuhi protokol kesehatan yang ada, maka tentu sebaiknya pemerintah Saudi memperkenankan jemaah haji Indonesia untuk datang meskipun untuk amannya jumlah mereka harus dibatasi.

“Kita betul-betul meminta adanya keterbukaan dan penjelasan yang sejelas-jelasnya dari pihak pemerintah Saudi dan juga dari pihak pemerintah Indonesia agar tidak ada kesalahpahaman dari para jamaah dan umat, baik terhadap pemerintah Saudi maupun kepada pemerintah Indonesia atas pembatalan dan tidak berangkatnya jemaah haji Indonesia tahun 2021 ini,” demikian Anwar.[]

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...