Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Jika Saja Politik Kita Seperti Sajak Sapardi

Mungkin, sajak ini dibuat di bulan Juni, saat musim hujan. Juga, mungkin saja, sajak ini untuk mengenangkan kerinduan pada seseorang, atau sesosok, atau sebuah nilai.

Hanya Sapardi Djoko Damono, yang tahu soal salah satu sajak legendarisnya: Hujan Bulan Juni.

Tahun ini, hujan turun di bulan November. Kadang gerimis, kadang deras, sesekali mendung gelap, kilat dan petir menyambar.

Cuaca politik kita, di bulan November, rasanya sama: kadang gerimis, atau tiba-tiba gelap dengan kilat dan petir yang menyambar. Seperti, memburu tenggat waktu yang tinggal beberapa bulan lagi, untuk awal penentuan nasib bangsa lima tahun ke depan: pemilu.

Jika saja, politik kita, menjadikan sajak Sapardi menjadi alam berpikir, bertindak, dan menjadi semangat dalam berkompetisi, tentu musim politik ini akan menjadi indah. Syahdu. Berkah.

Politik kita, akan memiliki prinsip yang kokoh. Sebagai dasar melajukan perahu bangsa, di tengah gelombang dan badai cuaca politik global, yang terkadang sulit diramalkan.

Andai saja, para aktor dan pelaku-pelaku kita, melantukan sajak Sapardi ini dalam cara-cara mencapai tujuan kekuasaannya, tentulah kita bisa berharap banyak, bahwa bumi pertiwi akan menumbuhkan bibit-bibit terbaiknya. Menyirami tunas-tunas bangsa dengan kedamaian dan kesejahteraan.

Lihatlah, bagaimana sajak ini begitu bersemangat dan optimis menghadapi hujan. Sebagai harapan. Sebagai pelajaran. Sebagai pengabdian. Sebagai etos.

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu.(*)

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...