Membuka Tabir dan Bibir Surabaya Abad 15-17
Selama ini kita pernah mendengar dan mengenal nama tokoh Pangeran Jayalengkara seperti tertulis pada postingan sebelumnya. Termasuk kisah Pangeran Pekik, Trunojoyo dan Untung Suropati. Mereka ini terceritakan dan terhitung masuk di era Belanda (VOC). Yakni di abad 17.
REKAYOREK.ID Menanggapi harapan publik yang ingin mengetahui beragam kisah yang terkait dengan isi tulisan tentang temuan kuno di komplek Sunan Ampel baru baru ini, sejarah klasik Surabaya serta pemimpin pemimpin Surabaya pada masa lalu, maka dengan ini, Forum Begandring Soerabaia membuka dan menerima informasi terkait dengan hal hal tersebut di atas, agar itu semua dapat dipakai untuk merekontruksi sejarah Surabaya secara kronologis dan komprehensif.
Menyajikan sejarah Surabaya sebelum era kolonial (abad 17, 18, 18 dan 20) tidaklah mudah. Karena tidak banyak referensi dan rujukan rujukan sebagai sumber sumber sejarah. Kebanyakan sumber sumber yang ada adalah catatan dari dan di era kolonial. Mereka sangat rinci mendeskripsikan apa yang mereka lihat dan alami baik sebagai laporan tugas dan dinas maupun yang dengan sengaja atas interes mereka atas tanah jajahan ini.
Salah satunya adalah catatan Gubernur Jendral Raffles tentang tanah Jawa sehingga diproduksilah menjadi buku “The History of Java”.
Di Batavia misalnya sampai ada catatan harian Kastil yang kemudian diproduksi menjadi buku berseri tentang “Castil Batavia”. Dari catatan catatan itu, masa lalu Indonesia (Hindia Belanda) dapat diketahui. Selanjutnya buku buku itu bisa menjadi referensi dan rujukan dalam penelitian, pendidikan dan lain lain.
Sebelum masa kolonialisme, apalagi tentang sejarah Surabaya, kiranya sangat minim sekali catatan catatan yang ada. Misalnya tentang sejarah Kepangeranan atau Keadipatian Surabaya pada era era sebelum bangsa Eropa datang.
Selama ini kita pernah mendengar dan mengenal nama tokoh Pangeran Jayalengkara seperti tertulis pada postingan sebelumnya. Termasuk kisah Pangeran Pekik, Trunojoyo dan Untung Suropati. Mereka ini terceritakan dan terhitung masuk di era Belanda (VOC). Yakni di abad 17.
Belanda tentunya mencatat hal hal yang mereka anggap sangat penting. Apakah hal itu terkait dengan peran mereka di tanah jajahan atau bahkan hal hal yang dianggap sangat membahayakan sekaligus, sehingga perlu dicatat sebagai bentuk peringstan. Itu semua menjadi catatan. Sekali lagi, semuanya dipandang dari sudut pandang mereka.
Sementara di pihak para leluhur kita, mereka sangat jarang menuliskan peristiwa peristiwa yang terjadi. Meski ada peristiwa penting seperti upacara upacara dan ritus masa lalu. Maklum, mungkin menulis bukan kebiasaan dan tradisi mereka.
Di Surabaya sendiri misalnya, tidak ada catatan yang berupa sumber premier yang bisa menggambarkan tentang kejadian di masa masa itu.
Kalau toh ada leluhur yang mencatatnya, mereka adalah golongan orang tertentu yang karyanya adalah seperti relief, prasasti dan naskah naskah baik yang tertulis pada daun, lempeng logam maupun batu. Itu semua malah jauh lebih tua masanya dan di Surabaya tidak ada.
Apakah di Surabaya tidak ada kejadian kejadian? Jawabannya tentu ada. Karena hasil karya nenek moyang dan leluhur di Surabaya itu ada dan buktinya pun juga masih ada di Surabaya. Misalnya ada situs Sunan Ampel, ada situs Sentono Agung Boto Putih, ada benda arkeogis yang masih insitu Sumur Jobong di kampung Pandean. Usia dari situs dan benda benda itu dari abad 15.
Nah ketika bukti dan petunjuk masa lalu itu masih ada, akan sangat baik jika dilakukan kajian kajian dan penelitian untuk mengekspos masa masa klasik Surabaya. Misalnya penelitian terhadap benda benda kuno yang saat ini ramai menjadi perbincangan. Yaitu benda kuno di kompleks Sunan Ampel. Juga ada benda lingga di kompleks Sentono Agung Boto Putih.
Jika digali sejarahnya, mengapa ada benda benda itu disana, maka akan tergambar peradaban dan kehidupan masa itu yang tempat dimana benda benda itu berada ada di wilayah kota Surabaya. Berarti itu semua akan mengungkap peradaban Surabaya.
Undang Undang RI no 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan telah mendorong kita mengenali lagi nilai nilai kebudayaan dan kearifan lokal melalui 10 obyek pemajuan kebudayaan mulai yang bersifat benda (tangible) maupun yang tak benda (intangible).
Tetnyata, obyek masa lalu kota Surabaya dari era era klasik masih menyimpannya. Untuk mengetahui apa obyek obyek kebudayaan yang ada, maka petunjuk temuan benda arkeologis yang ada bisa dipakai sebagai pintu masuk untuk menguak masa lalu Surabaya. Syukur jika benda dan kisah masa lalu dapat mendorong lahirnya kreativitas yang berdampak kepada hidupnya dan kuatnya jatidiri dan kesejahteraan untuk masyarakat.
Nah, sekali lagi perlu ada upaya menggali dan menarasikan kisah dan sejarah Surabaya dari era Sunan Ampel di kampung Ampel Denta (abad 15) hingga masuknya bangsa Belanda di Surabaya (abad 17).
Inilah PR kita, generasi sekarang dalam membedah, meneliti dan menarasikan sejarah Surabaya dari masa abad 15 yang ditandai dengan perkampungan kuno Ampel Denda dan temuan arkeologis Sumur Jobong hingga masa abad 17 dengan ada ya tokoh tokoh Pangeran Pekik dan Trunojoyo di masa pendudukan VOC di Surabaya.
Abad 15 hingga abad 17 seolah seperti missing link, mata rantai yang hilang. Sementara kisah dari abad 18 hingga 20, sudah ada catatan catatan dan bahkan foto foto yang menggambarkan Surabaya. Ayo bersama membuka tabir dan bibir Surabaya.[nanang]