Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Ritual Nyobeng, Membersihkan Tengkorak Leluhur

Tengkorak-tengkorak dari hasil mengayau kemudian dibersihkan dengan darah hewan untuk menghargai roh leluhur. Itu adalah salah satu rangkaian dari kegiatan upacara Ritual Nyobeng.

REKAYOREK.ID Ritual Nyobeng biasanya berlangsung selama tiga hari. Ritual ini dilakukan oleh suku Dayak Bidayuh, salah satu sub-suku Dayak yang menetap di Desa Sebujit, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.

Menurut Dewan Adat di kecamatan itu, Ritual Nyobeng disebut juga Nibakng. Ini merupakan perayaan yang dilaksanakan secara keseluruhan, secara terpadu di suatu tempat yang disebut Balug atau rumah adat.

Namun lebih khusus lagi, ritual ini adalah memandikan tengkorak manusia dari hasil mengayau atau memenggal kepala manusia. Yaitu memandikan tengkorak tersebut yang tersimpan dalam rumah rumah adat suku Dayak. Sesuai aturan yang dipercaya secara turun temurun.

Ritual Nyobeng di Desa Sebujit, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Foto: Jemy Haryanto

 

“Bagi masyarakat kami, gawai ini memiliki arti sangat penting. Karena sama juga dengan ketika memperingati hari hari besar keagamaan, seperti Lebaran dan Natal,” kata Deki, salah satu Dewan Adat.

Biasanya, acara tersebut dimulai dengan memukul beduk atau gendang yang tersimpan di Balug pada pukul 5 pagi. Kemudian Paduapm. Yaitu membacakan syair syair khusus untuk mengundang roh roh luluhur yang tinggal di berbagai daerah.

“Ini merupakan upacara pembukaan yang wajib dilakukan. Untuk memanggil semua roh leluhur yang dianggap sakti di zamannya. Agar mereka datang membawa keberkatan bagi kami,” ungkapnya.

Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan acara penyambutan tamu di batas desa. Atau suku dayak yang datang dari Malaysia.

***

Dulu, rangkaian ini dilakukan untuk menyambut anggota kelompok yang datang dari mengayau. Para penyambut, mengenakan selempang kain merah dengan hiasan manik-manik dari gigi binatang. Dilengkapi dengan sumpit dan senapan lantak yang dibunyikan, ketika para tamu undangan hendak memasuki batas desa. Sumpit juga diacungkan bersamaan.

Suku Dayak dari Malaysia. Foto Jemy Haryanto

 

Letupan dari senapan lantak tersebut, juga berguna memanggil roh leluhur sekaligus minta izin bagi pelaksanaan ritual Nyobeng. Lalu, kepala suku melempar anjing ke udara.

Dengan ‘mandau’, pihak ketua tamu rombongan harus memotongnya. Jika masih hidup, harus dipotong dengan ‘mandau’ begitu jatuh ke tanah. Prosesi yang sama juga berlaku untuk ayam. Ketua suku melempar telur ayam kepada rombongan tamu.

“Ini bermaksud untuk mengetahui hati para tamu. Jika telur itu tidak pecah, maka tamu yang datang dianggap tidak tulus. Sebaliknya, jika pecah, berarti tamu datang dengan ikhlas,” ucapnya.

Selanjutnya, beras putih dan kuning dilempar sambil membaca mantra. Para gadis lalu menyuguhkan tuak atau arak dari pohon niru yang dicampur kulit pohon pakak yang telah dikeringkan. Usai minum, rombongan tamu diantar menuju Rumah Balug, di tengah perkampungan.

Rumah Balug merupakan rumah tradisional suku tersebut yang berupa rumah panggung dan berbentuk bulat. Untuk memasuki rumah ini, dibuatkan tangga yang terbuat dari batang pohon. Lebarnya sekira 10 meter dengan tinggi 15 meter dari tanah.

Rumah adat balug. Foto: Jemy Haryanto

 

Saat masuk ke tempat upacara, rombongan diberi percikan air yang telah diberi mantra dengan daun ‘anjuang’, yang berfungsi sebagai pengusir sial.

“Tujuannya, agar para tamu terhindar dari bencana,” ucap lelaki kurus tinggi itu di lokasi Balug.

Ketika memasuki area upacara, para tamu harus menginjak buah ‘kundur’ yang diletakkan dalam sebuah tempat yang lebih dikenal dengan ritual Pepasan.

Bersama warga, para tamu kemudian menari tari ‘Mamiamis’ sambil mengitari Balug.

Mamiamis, adalah tarian untuk menyambut dan menghormati para pembela tanah leluhur yang baru datang dari memotong kepala manusia. Sambil diiringi Kepala Suku dengan menyanyikan lagu dan membaca mantra-mantra.

Kapala Suku naik Rumah Balug. ‘Simlog’ pun dipukul dan petasan dibunyikan. Tujuannya untuk memanggil arwah leluhur dan juga sebagai tanda dimulainya Upacara Nyobeng. Dilanjutkan dengan makan bersama di Rumah Balug. Lauknya, nasi dengan daging babi. Toleransi juga tinggi. Bagi para tamu Muslim, mereka menyediakan makanan khusus. Yang pasti bukan daging babi. Seperti daging kambing dan makanan lain yang halal. Selesai makan, tamu boleh meninggalkan lokasi rumah adat.

Tarian mammamis yang kini masih dibudayakan. Foto: Jemy Haryanto

 

Pilihannya bisa istirahat di rumah penduduk. Saat istirahat, sebagian laki-laki di daerah tersebut menyusuri hutan untuk mencari bambu hutan. Diameternya sekitar sepuluhan centimeter.

Saat bersamaan, setiap rumah membuat sesajian yang dioles dengan darah sayap ayam. Darah ayam ini juga dipercikkan ke bagian-bagian rumah dan pekarangan yang dianggap sakral.

***

Setelah itu para keluarga dan para tamu kembali menuju rumah adat. Setelah dapat bambu hutan yang dicari, para pria itu menggotongnya menuju ke rumah adat secara beramai-ramai. Dengan memegang ‘mandau’, mereka kemudian memutar bambu itu sambil berbaris.

‘Mandau’ yang dibawa merupakan senjata keluarga. Hiasan pada gagang ‘mandau’ dibuat dari tulang atau kayu. Hiasan itu juga melambangkan sebuah makna dan prestasi tertentu dari si pemegang mandau dalam memotong kepala manusia. Persiapan matang. Kepala Suku memberi isyarat memulai kegiatan. Salah seorang maju ke depan sambil membuka senjata ‘mandau’ dari sarung sambil menebas ‘mandau’ ke batang bambu.

Dalam sekali tebas, bambu putus. Keberhasilan ini, merupakan pertanda baik, menurut kepercayaan masyarakat. Setelah itu roh-roh nenek moyang pun dipanggil oleh Kepala Suku.

Tujuannya untuk menghadirkan dan memohon ijin yang telah melindungi untuk memulai Nyobeng. Kepala Suku kemudian menaiki ‘Balug’. Tujuh macam sesajian diletakkan di batas desa nantinya. Kemudian, kotak yang berada di Balug yang di dalamnya tersimpan tengkorak manusia dan kalung dari taring babi hutan, diambil oleh Kepala Suku dan melumuri tangannya dengan ramuan khusus.

Setiap tamu wajib mencicipi tuak atau arak. Foto: Jemy Haryanto

 

Lalu Kepala Suku mengoleskan ramuan tersebut pada tengkorak yang ada di dalam kotak. Berikutnya Kepala Suku memotong seekor ayam hingga kepalanya putus. Kepala dan tetesan darah ayam tersebut dioleskan pada tengkorak. Tengkorak dimasukkan lagi pada kotak dan disimpan. Acara dilanjutkan dengan memotong anjing.

Darah yang keluar diusapkan pada tiang penyangga rumah adat, rumah-rumah kecil, dan patung laki-laki dan perempuan yang berada di samping rumah adat dan patung. Rumah-rumah kecil dan patung-patung tersebut dianggap sebagai asal-usul nenek moyang mereka.

Pemotongan anjing memiliki maksud untuk menolak roh jahat. Sebagian daging anjing yang baru dipotong kemudian dibawa ke atas rumah adat.

Tengkorak kepala manusia yang dipenggal. Foto: Jemy Haryanto

 

Sisa-sisa rahang babi. Foto: Jemy Haryanto

 

Demikianlah rangkaian upacara Nyobeng yang digelar pada Jumat lalu. Tidak saja mengerikan, menarik dan unik, tapi juga mengandung simbol simbol bagi mereka yang percaya sebagai penganutnya.

“Ini adalah upacara adat atau gawai yang diselenggarakan setiap tahun. Akan selalu dipertahankan demikian. Karena telah masuk dalam agenda pemda setempat untuk menciptakan gaya tarik pariwisata lokal dan nasional. Untuk tahun depan, sesuai keputusan bersama, upacara Nyobeng akan diselenggarakan di Malaysia. Dan kami akan bertindak sebagai tamu nantinya,” terang Deki.@jemy_haryanto

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...