Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Bahu Laweyan #24

Aisyah

Oleh: Jendra Wiswara

Iksan dan Nunuk hidup bahagia selama 9 tahun. Kebahagiaan pasangan suami istri itu kian lengkap setelah dikaruniai tiga anak. Dua perempuan dan satu laki-laki.

Nama anak perempuan Aisyah dan Fatimah. Keduanya mewarisi kecantikan ibunya. Yang laki-laki bernama Muhammad dan mewarisi ketampanan ayahnya. Aisyah berusia 8 tahun. Fatimah 6 tahun. Sedang Muhammad 2 tahun.

Iksan sendiri tetap menjadi pendakwah. Dia sering berdakwah keliling dari satu tempat ke tempat lain. Sesekali Iksan pergi ke sawah untuk bertani. Hasil bertani kemudian dijual ke kota. Sebaliknya jika agenda dakwah padat, Iksan menyerahkan urusan sawah ke bapak mertuanya.

Cita-cita Iksan, suatu saat dia bisa mendirikan pondok pesantren di bawah kaki gunung Penanggungan. Namun hal itu tidak kunjung terealisasi. Sebab pikiran Iksan masih terbelah. Dia tidak mengendurkan dakwah keliling.

Sampai-sampai, dia jarang pulang ke rumah karena kesibukannya mengurus umat. Kadang sampai menginap di masjid karena kemalaman pulang.

Makin lama jamaah Iksan makin banyak. Hingga dia melupakan urusan keluarga. Bukan soal tanggungjawab sebagai kepala keluarga, melainkan Iksan lupa menjaga keluarganya dari gangguan Gendro Swara Pati.

Memang selama 9 tahun tidak ada kejadian apapun menimpa Nunuk dan Iksan. Hanya saja yang namanya jin sewaktu-waktu bisa kembali saat manusia sedang lengah.

“Mas Iksan terlalu sering mengurusi umat. Dia dibutuhkan banyak orang. Kesibukannya padat. Kadang pulang, kadang tidak. Jika ke luar kota dengan jarak jauh, dia pamit tidak pulang. Tidak hanya itu, Mas Iksan kerap datang ke bekas Ponpesnya di Kediri. Awalnya sekedar sowan ke romo kyai. Lama-lama Mas Iksan disuruh mengajar anak-anak pesantren. Waktunya bisa berhari-hari. Bahkan berminggu-minggu. Hingga tibalah saat itu. Sebuah kejadian yang tidak disangka.”

Ya, Gendro Swara Pati kembali dengan membawa dendam kesumat. Kali ini Gendro Swara Pati tidak sendiri. Dia membawa serta bala tentara sesama jin.

Namun Gendro Swara Pati tidak bisa lagi merasuki tubuh Nunuk. Pasalnya, semenjak peristiwa pengusiran jin 9 tahun lalu, Nunuk kini banyak barubah. Dia selalu mendekatkan diri pada Allah Swt. Pesan suaminya, jangan pernah sekalipun putus sholat. Sehabis sholat, Nunuk selalu meluangkan waktu untuk mengaji. Setiap Senin dan Kamis, berpuasa.

Hal ini membuat Gendro Swara Pati dan bala tentaranya kesulitan menggoda Nunuk apalagi sampai merasuki tubuhnya. Ada semacam tameng kuat di tubuh Nunuk yang tidak bisa dimasuki jin-jin tersebut.

Dalam tubuhnya terdapat qarin dari bangsa malaikat yang selalu menjaga Nunuk tetap beribadah menjalankan perintah-perintahNya.

Karena tidak sanggup menggoda Nunuk, maka sasaran Gendro Swara Pati adalah anak-anaknya. Ini yang tidak disadarinya.

Kejadian ini berawal saat Aisyah dan Fatimah bermain di teras rumah. Tiba-tiba datang sesosok makhluk berbadan besar, berbulu hitam, dan bertaring, mendekati mereka.

Fatimah tidak tahu penampakan itu. Sementara Aisyah yang mengetahui makhluk itu hendak masuk ke tubuh adiknya, spontan berteriak menyebut nama Allah.

Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar…” teriak Aisyah.

Makhluk halus itu tiba-tiba menghilang dari pandangan mata. Teriakan Aisyah ini didengar Nunuk. Buru-buru dia berlari mendatangi anaknya.

“Ais, ada apa, Nak?” Tanya Nunuk sambil merangkul anaknya.

Aisyah berusaha tegar. Matanya terus mengawasi sekeliling. Memastikan makhluk tadi tidak kembali.

“Tadi ada makhluk tinggi besar, Bu. Dia mau masuk ke tubuh adik,” ujar Aisyah bersungut-sungut.

Astagfirullah,” sahut Nunuk langsung memeluk Aisyah dan anak itu pun menangis ketakutan.

“Sudah ya, Nak. Kamu jangan menangis. Habis ini ibu telepon ayah,” kata Nunuk masih mendekap Aisyah. Sementara Fatimah yang tidak tahu apa-apa, ikut merajuk ke pelukan ibunya.

Di antara anak-anak Nunuk, Aisyah memang memiliki kemampuan melihat makhluk halus. Kemampuan itu dimiliki Aisyah sejak usia 4 tahun. Kemampuannya diwarisi dari kakek Iksan.

Dengan kemampuan itu, Aisyah kerap melaporkan keberadaan makhluk halus di sekitarnya. Bahkan sejak kecil, Aisyah bisa meramal kematian seseorang.

“Aisyah itu anak istimewa. Dia mampu melihat hal-hal gaib. Dia pernah meramal kematian seseorang. Ya, ucapannya sekedar nyeletuk saja. Katanya sebentar lagi ada orang mati di kampung. Seminggu kemudian benar-benar ada orang mati. Bulan berikutnya Aisyah bilang ibunya teman sekolah mati. Ucapannya menjadi kenyataan seminggu kemudian. Bahkan Aisyah pernah meramal kematian saudara bapak dan ibunya. Ada lagi orang yang sedang lewat di depan rumah, Aisyah tiba-tiba menunjuk orang tersebut mati. Padahal masih segar bugar. Tiga hari orang tersebut beneran mati. Sejauh ini Aisyah sudah meramal 11 orang mati dan semuanya menjadi kenyataan. Jujur, kemampuan Aisya ini membuat saya takut.”  

Namun bagi Iksan, kemampuan Aisyah dianggap biasa. Menurut Iksan, Aisyah tidak kerasukan jin seperti ibunya. Apalagi sampai berbuat hal-hal buruk. Kemampuan Aisyah, orang jaman sekarang menyebutnya indigo, anak dengan kemampuan khusus.

Di mata Iksan, Aisyah tetap seperti anak-anak pada umumnya di mana setiap anak memiliki panca indera kuat. Bedanya, Aisyah memiliki kemampuan berlebih dari anak-anak lain. Nanti setelah remaja, kemampuan itu akan hilang dengan sendirinya. Dia akan disibukkan dengan dunianya sendiri.

Nah, pada saat kejadian itu, Aisyah sebenarnya sempat melihat makhluk halus tersebut. Bahkan Aisyah tersenyum saat melihat kedatangan makhluk tersebut. Di belakang makhluk itu, Aisyah juga melihat banyak makhluk halus lain yang mengiringi. Namun Aisyah tidak menduga bahwa makhluk tersebut hendak berbuat jahat pada adiknya dengan cara merasuki tubuh Fatimah.

Melihat nyawa adiknya dalam bahaya, di sinilah Aisyah berontak dan berteriak sekencang-kencangnya.

***

Saat kondisi mulai tenang, Nunuk pun bertanya ke Aisyah mengenai makhluk halus tersebut.

“Menurutmu siapa makhluk halus tadi?”

“Namanya Gendro Swara Pati, Bu!” Seru Aisyah.

Mendengar nama itu, Nunuk kaget bukan kepalang. “Astagfirullah,” perempuan itu mengucap istigfar berulang kali sambil mengelus dada.

Sembilan tahun berlalu, makhluk jahat itu kini kembali. Bukan menyerang Nunuk, melainkan hendak masuk ke tubuh anaknya yang tidak berdosa.

Lama Nunuk mengucap kata istigfar. Hal itu membuat Aisyah bertanya-tanya.

“Bu, siapa Gendro Swara Pati?” Tanya Aisyah.

Tidak dijawab.

Nunuk masih tampak shock.

“Bu, siapa Gendro Swara Pati. Kenapa dia mau masuk ke tubuh adik?” Tanya Aisyah lagi sambil menggoyang-goyang tangan ibunya.

Barulah Nunuk tersadar dari lamunan. Akan tetapi dia tidak bisa menjawab pertanyaan anaknya. Dia tidak sampai hati bercerita pada Aisyah, betapa menyeramkannya Gendro Swara Pati. Gara-gara Gendro Swara Pati, hidup Nunuk berantakan. Masa lalu itu terlalu pahit untuk diceritakan.

“Saya tidak mau Aisyah tahu, bahwa Gendro Swara Pati pernah menjadi bagian terkelam dalam hidup ini. Terlalu pahit untuk diceritakan. Banyak keburukan tidak layak disampaikan pada anak-anak. Yang jelas rahasia itu akan saya bawa hingga mati. Aisyah, Fatimah dan Muhammad, tidak perlu tahu ibunya pernah menjadi budak jin jahat.”   

Dengan penuh kehati-hatian, Nunuk menjawab pertanyaan Aisyah.

“Dia makhluk jahat, Nak. Kamu jangan sampai mau terpedaya olehnya. Ingat pesan ibu,” jawab Nunuk.

Kata-kata Nunuk diiyakan Aisyah.

“Aisyah selalu ingat pesan ibu. Kata ayah juga begitu, meski aku bisa melihat makhluk halus, tapi jangan mau berteman dengan mereka. Sebab dunia mereka dan dunia kita berbeda,” balas Aisyah.

“Benar kata ayahmu. Nah, sekarang masuk kamar. Ajak adikmu sholat. Sudah waktunya Ashar,” Nunuk mengingatkan.

Tanpa membalas kata-kata ibunya, Aisyah lantas menggandeng tangan adiknya. Meninggalkan ibunya yang kini sedang dihadapkan pada bayang-bayang masa lalu.

Diraihnya ponsel.

“Tuttt…tuttt…tuttt…” bunyi ponsel tersebut.

Assalamualaikum,” jawab suara di ponsel, tak lain suaminya.

Waalaikumsalam,” balas Nunuk.

“Ada apa, Dik?”

“Mas, sekarang ada di mana. Kapan pulang?” Tanya Nunuk.

“Ini masih di pesantren. Sepertinya masih tiga hari lagi. Apa ada masalah di rumah?” Iksan balik bertanya.

“Soal Aisyah, Mas!” Nunuk menjawab dengan ragu. Suaranya seperti tercekat. Hatinya masih diliputi perasaan was-was.

“Aisyah kenapa, Dik?” Tanya Iksan.

“Dia tadi melihat Gendro Swara Pati, Mas!”

Allahu Akbar!” Seru Iksan.

Tidak terlontar kata-kata balasan dari Iksan. Namun sayup-sayup masih terdengar Iksan terus menyeru nama Allah. Nunuk menunggu di balik ponselnya. Berharap Iksan punya solusi.

“Kamu yakin itu Gendro?” Iksan memastikan.

“Yakin, Mas. Aku tidak pernah menceritakan sosok Gendro pada Aisyah. Dia sendiri yang tahu namanya. Tadi Gendro datang mau menyerang Fatimah. Langsung diusir sama Aisyah,” jawab Nunuk.

“Malam ini aku pulang, Dik. Wassalamualaikum!” Iksan menutup ponsel setelah mendapat balasan dari Nunuk.

[Bersambung]

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...