Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Bahu Laweyan #6

Menceraikan Suami Agar Tidak Jadi Tumbal

Oleh: Jendra Wiswara

Acara pernikahan telah usai digelar. Semua berjalan baik dan lancar.

Sayangnya, tidak ada acara bulan madu bagi kedua mempelai. Sebab Nunuk dan Bayu harus segera kembali ke kota untuk bekerja.

Bayu pun memboyong pengantin perempuan ke kota. Kali ini mereka mengawali hidup dengan suasana baru.

Malam pertama sebagai suami istri di kos-kosan dilalui dengan penuh penghayatan. Bayu sukses menyelesaikan hajatnya sebagai seorang suami. Pun Nunuk, tampak senyum tersungging di bibirnya.

Malam itu tidak terjadi apa-apa. Semua lancar. Firasat buruk Nunuk sebelumnya tidak menjadi kenyataan.

Kejadian silam seperti yang dialami Heru, mantan suami Nunuk, saat berhubungan intim dan kemudian Nunuk pingsan, tidak terjadi pada Bayu.

Keduanya sama-sama mereguk kebahagiaan. Malam itu dan malam-malam setelahnya, kebahagiaan hanya milik mereka berdua.

Hari-hari berikutnya dilalui tanpa rintangan. Nunuk dan Bayu beraktivitas seperti biasanya.

Setahun mereka menjalani biduk rumah tangga, tanpa satu pun kejadian aneh menghinggapi.

Memasuki tahun kedua, tiba-tiba sebuah telepon berdering.

Nunuk buru-buru mengangkat telepon.

“Halo?”

“Rumah kita baru saja diserang angin topan. Semua hancur, Nuk!” Terdengar dari suara di telepon itu bapak Nunuk.

“Berapa rumah yang kena angin, Pak?” Tanya Nunuk.

“Tidak ada, Nuk. Hanya rumah kita!” Seru bapaknya dengan nada gemeteran.

Suara telepon itu membawa Nunuk pada sebuah kejadian di masa lalu. Ada ruang-ruang kehampaan dan kegetiran di sana. Nunuk khawatir masa lalunya akan kembali menyergapnya.

“Nuk…Nunuk…, Nduk!” Suara di dalam telepon memanggil-manggil.

“Eh iya Pak,” Nunuk terbangun dari lamunan, “Kok cuma satu rumah Pak, apa tetangga tidak merasakan adanya angin kencang?” Tanya Nunuk.

“Anginnya tidak di luar, tapi di dalam rumah,” jawab bapaknya.

Makin aneh lagi perasaan Nunuk.

“Bagaimana mungkin angin tiba-tba muncul dari dalam rumah. Apakah ini…?” Nunuk bertanya-tanya.

Nunuk langsung menutup teleponnya tanpa kata-kata perpisahan.

Dia mondar-mandir di kamar. Merenungkan kejadian yang baru saja dialami bapaknya. Tiba-tiba firasat buruk menyergapnya.

Bahu laweyan. Ya, kata-kata ini sudah lama dilupakannya. Makhluk itu, apakah akan kembali hadir dalam kehidupannya.

Nunuk merebahkan tubuhnya di kamar. Suaminya belum pulang. Dia menatap ruangan kamar. Sesekali matanya menerawang langit-langit, berharap mendapat sebuah jawaban di sana.

“Kejadian angin kencang di dalam rumah memporak-porandakan seluruh isinya, benar-benar membuat saya takut. Bayangan masa lalu kembali menghantui. Saya takut masa lalu itu kembali hadir. Akibatnya tidak akan bisa saya tanggung.”

***

Malam menjelang larut, Bayu seperti bersiap untuk tidur. Namun melihat paras istrinya yang rupawan itu, dia mengurungkan niat. Fokusnya dialihkan ke Nunuk.

“Cantik sekali,” batin Bayu menatap wajah istrinya.

Bayu rebahan di samping istrinya. Dirajuklah wajah nan ayu tersebut. Dibelai. Lalu, dicium dengan penuh kehangatan. Nunuk memejamkan mata. Berharap ada bagian lain yang dirajuk suaminya.

Namun ketika kehangatan itu belum selesai, Bayu tiba-tiba menjerit dan berjingkrak dari tempat tidurnya.

Nunuk membuka mata. Melihat suaminya sudah tidak ada di sebelahnya, dia langsung bangkit dari tidurnya.

Dilihatnya Bayu tubuhnya gemetaran. Wajahnya tampak pucat dan diselimuti asap tipis.

Dinding ruangan kamar yang tipis seketika membangunkan orang-orang. Mereka mendengar teriakan Bayu di malam hari dan ikut terkejut. Segera pintu kamar diketuk beramai-ramai.

Nunuk yang masih kaget dengan kondisi suaminya yang mematung, tidak lantas membukakan pintu. Dia berusaha menyadarkan suaminya.

“Mas, Mas, ada apa dengan kamu?” Tanya Nunuk menepuk pipi Bayu agar kesadarannya bangun.

Mata Bayu masih mendelik karena ketakutan. Dia seperti melihat hantu. Nunuk memegang tubuh suaminya. Digoncang. Tubuh itu kaku. Keringat dingin bercucuran di dahi Bayu.

Lalu tak selang lama, Bayu tersadar. Sementara Nunuk buru-buru membuka pintu yang digedor orang-orang dari luar.

“Ada apa, Nuk?” Tanya mereka was-was.

Ah, tidak ada apa-apa. Tadi mas Bayu mimpi buruk,” jawab Nunuk.

Keramaian usai. Orang-orang kembali ke kamarnya.

Suasana kembali hening. Hanya meninggalkan suara cicak di dinding kamar.

Nunuk pelan-pelan mendekati suaminya yang masih tergoncang.

“Mas, tadi kamu kenapa?”

Lama tidak ada jawaban dari Bayu. Yang ditanya bingung, tidak tahu apa yang terjadi. Ia hanya menggeleng lemah, tak mampu berkata-kata.

Nunuk kembali menggoyang tubuh suaminya.

“Mas…?”

“Tadi saat memegang wajahmu, aku mendadak melihat sosok menyeramkan, tinggi dan hitam. Aku seperti mau diserang. Aku langsung berteriak,” jawab Bayu.

“Kenapa bisa begitu, Mas?”

“Aku tidak tahu,” Bayu menggelengkan kepala.

Bayu mencoba merebahkan kepalanya di paha istrinya. Mengenangkan peristiwa yang tidak wajar itu. Lama-lama tubuh Bayu kian lemah. Matanya sayu. Tak kuasa dia menahan kantuk. Akhirnya Bayu jatuh terlelap seperti anak kecil yang ketakutan.

Nunuk dengan penuh kasih membelai rambut suaminya.

Nunuk menunjukkan kemesraan sebagai seorang istri. Dia tak juga beranjak, takut suaminya terbangun. Biarlah kepala suaminya diletakkan di paha istrinya sebagai pengganti alas tidur.

Malam itu pikiran Nunuk mulai panik. Kejadian angin topan di kampung, dan peristiwa yang dialami suaminya, bisa jadi merupakan sebuah serangan awal dari makhluk yang bersemayam dalam tubuhnya.

“Apakah dia datang lagi?” Nunuk bertanya dalam hati.

Hatinya semakin bimbang. Tidak tahu apa yang mesti dilakukan. Sudah empat tahun berlalu, tanpa ada kejadian aneh. Sekarang, kejadian aneh itu kembali terulang. Kali ini makhluk itu bahkan menunjukkan wujudnya pada calon korbannya.

Nunuk memandang wajah suaminya yang masih tertidur pulas. Tanpa terasa, hari sudah pagi. Dia masih belum sanggup memejamkan mata.

Buru-buru Nunuk bangkit dari tempatnya. Dia keluar kamar sambil membawa ponsel.

“Tuttt…tuttt…tutttt…” lama tidak ada jawaban.

Seseorang di sana kemudian menjawabnya. Terdengar suaranya agak serak-serak.

“Pak…!” Nunuk menyapa bapaknya.

“Iya, Nuk. Apa apa?”

“Dia datang lagi, Pak. Kali ini menampakkan wujud pada Mas Bayu.”

Bapak dan anak itu sama-sama terdiam. Agak lama. Keduanya saling memikirkan cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

“Lantas apa rencanamu, Nuk?” Tanya bapaknya.

“Aku terlalu mencintai Mas Bayu. Sepertinya aku harus menceraikannya, Pak,” suara Nunuk terdengar sesenggukan. Dia sudah tidak punya solusi menghadapi masalah pelik tersebut, kecuali menceraikan suaminya.

“Saya terlalu menyayangi Mas Bayu. Saya tidak mau dia menjadi tumbal bahu laweyan. Saya tidak punya solusi mengatasi masalah ini. Saya putuskan untuk menceraikannya. Mungkin cara ini dapat menghindarkan dia dari serangan makhluk jahat itu.”   [bersambung]    

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...