Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Begandring Soerabaia Temukan Keberadaan Prasasti Canggu (1358)

Begandring Soerabaia membuktikan dan melihat dengan mata kepala serta memegang dengan tangannya bahwa prasasti Canggu itu ada di Museum Nasional Jakarta.

REKAYOREK.ID Satu satunya sumber sejarah tertua, yang dengan jelas dan otentik menyebut nama Surabaya (Curabhaya) adalah prasasti Canggu atau Trowulan I, yang dikeluarkan oleh Raja Hayam Wuruk pada 7 Juli 1358 M.

Prasasti ini menyebut nama nama desa di tepian sungai (naditira pradeca) Brantas hingga Kali Surabaya dan Bengawan Solo. Nama nama desa, yang sekarang masuk wilayah administratif kota Surabaya, adalah Pagesangan (Gsang), Bungkul (Bkul) dan Surabaya (Curabhaya).

Pada tahun 1358, ketika sang Raja anjang sana ke desa desa di sepanjang aliran sungai Brantas dan Bengawan Solo, selanjutnya ia mencatat nama nama desa, khususnya mereka yang berjasa dalam penyediaan penyeberangan sungai.

Ketika pada 1358 M nama nama itu dicatat oleh Raja pada lempeng tembaga, bisa diduga bahwa desa desa itu telah ada sebelum 1358 M. Tidak salah jika dikaitkan dengan hipotesa Von Faber dalam buku “Er Werd Een Stad Geboren” (1953) yang menyebut bahwa Surabaya sudah ada sejak 1275. Letaknya di Delta Sungai antara Kalimas dan Pegirian. Sekarang dikenal kawasan Peneleh dan Pengampon.

Sekarang bukti sejarah penting bagi Surabaya ini tidak sekedar naratif, tapi nyata dan otentik keberadaannya.

Perwakilan Perkumpulan Begandring Soerabaia, Dian Nur Aini, Rabu siang (26/4/2023) membuktikan dan melihat dengan mata kepala serta memegang dengan tangannya bahwa prasasti Canggu itu ada di Museum Nasional Jakarta.

Fifia Wardhani, epigrafer museum, sedang membaca pertulisan pada prasasti Canggu bersama Dian dan petugas museum lainnya. Foto: Museum Nasional

 

Kedatangan Dian ke Museum Nasional Jakarta adalah bagian dan kelanjutan dari rangkaian penelusuran keberadaan prasasti oleh Perkumpulan Begandring Soerabaia. Penelusuran secara fisik mulai dilakukan dengan mendatangi Museum Nasional pada 23 November 2022.

Untuk memudahkan dalam pencarian keberadaan artefak, maka pihak Begandring diminta untuk membuat surat permohonan kepada kepala museum agar dengan berbekal surat itu, pihak museum bisa mencari keberadaan artefak di antara ribuan koleksi lainnya di storage museum.

Pada 28 Maret 2023, Pihak Begandring mendapat kabar dari petugas museum, Fifia Wardhani, bahwa artefak prasasti Canggu telah ditemukan di storage. Kabar dari Musnas itu dipertegas dengan foto terbaru yang dibuat pihak museum.

Tidak cukup dengan foto kiriman Museum Nasional, Begandring Soerabaia, kemudian melayangkan surat lanjutan yang memohon untuk bisa melihat dan memfoto benda bersejarah itu. Mengingat pentingnya benda tersebut, Begandring Soerabaia membuat tembusan kepada Hilmar Farid, Direktur Jendral Kebudayaan, Kemendikbud Ristek Republik Indonesia.

Pihak Direktorat Jendral Kebudayaan dan pihak Museum Nasional sangat menyambut permohonan Begandring, hingga janjian untuk bertemu pada Rabu, 26 April 2023 berjalan dengan lancar. Pertemuan itu adalah untuk melihat dan memfoto artefak prasasti Canggu. Bahkan sebelum kedatangan Dian Nur Aini, utusan Begandring, benda yang sedang dicari telah disiapkan oleh petugas museum di ruang Humas Museum Nasional di gedung museum lantai 7.

Kedatangan Dian disambut oleh Fifia Wardhani (epigrafer), staf Humas Musnas dan penanggung jawab koleksi. Ketika itu prasasti Canggu, yang dibuat Raja Hayam Wuruk, itu telah disiapkan di ruang Humas.

“Saat saya datang di ruang Humas, Prasasti telah disiapkan dengan kondisi terbungkus rapi dan kedatangan saya sudah ditunggu oleh Mbak Fifia sebagai Epigraf dan satu staf penanggung jawab Koleksi”, terang Dian.

Dian juga sempat bertanya mengapa artefak prasasti Canggu ini tidak dipajang pada ruang pamer. Dijelaskan oleh penanggung jawab koleksi bahwa selama ini prasasti Canggu disimpan dengan aman di storage.

“Tidak dipajang karena menyesuaikan tema museum. Bila tema museum tentang Majapahit dan huruf Jawa Kuna, maka prasasti tersebut akan dipajang”, jelas penanggung jawab koleksi kepada Dian.

Mereka menambahkan bahwa Prasasti tersebut merupakan sebuah benda berharga yang dilindungi. Jadi tidak sembarang orang bisa melihat dan apalagi memegang. Kalau toh harus memegang untuk kepentingan khusus seperti yang dilakukan Begandring, mereka harus memakai sarung tangan untuk menghindari zat asam pada benda.

“Ini bisa riskan bila sering dipegang”, tambah petugas.

Duplikasi

Karena mengandung makna penting untuk tujuan tujuan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, Begandring Soerabaia bermaksud untuk memfollow up setelah prasasti diketahui keberadaannya. Follow up itu adalah mereplikasi prasasti.

Tujuannya adalah agar warga Surabaya akan mengetahui sumber sejarah dan sejarah kotanya. Dengan mengetahui prasasti itu, maka warga Surabaya dapat mengerti riwayat kotanya. Jika Surabaya sudah menjadi kota sebesar sekarang (335 km2), ternyata bermula dari sebuah desa kecil di tepian sungai.

Hasil pelacakan Prasasti Canggu yang luar biasa.

 

Sekarang, dengan diketahuinya keberadaan artefak Prasasti Canggu, maka ke depan warga Surabaya tidak harus pergi ke Jakarta untuk melihat bentuk dan wujud prasasti jika dibuat duplikatnya dan ditempatkan di museum Surabaya.

Apalagi prasasti Canggu di museum Nasional tidak akan dipamerkan jika tidak ada tema tema terkait dengan prasasti. Misalnya tema Majapahit atau tema aksara Jawa Kuna.

Karenanya pemerintah kota Surabaya perlu membuat duplikasi artefak yang nyata nyata dan jelas kaitan sejarahnya dengan Surabaya. Jika Kota Surabaya sudah pernah menduplikasi prasasti Kamalagyan (1037 M), maka prasasti Canggu (1358 M) perlu diduplikasi.

“Kita akan bersurat ke pemerintah kota Surabaya agar membuat duplikasi prasasti Canggu untuk menjadi koleksi museum kota Surabaya”, ujar Nanang Purwono, Ketua Begandring Soerabaia.

Mengetahui keberadaan prasasti Canggu atau nantinya bisa menduplikasikan adalah bagian dari upaya pemajuan kebudayaan. Satu dari 10 obyek pemajuan kebudayaan sebagaimana tersebut dalam UU no 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan adalah manuskrip dan prasasti adalah bagian dari manuskrip.

Nanang menambahkan bahwa pemerintah kota Surabaya sedang menata ulang Museum Surabaya. Disana timeline sejarah kota Surabaya dipersembahkan. Jika pemerintah kota Surabaya membuat dan menjadikan duplikat prasasti menjadi bagian dari etalase museum Surabaya yang baru, ini adalah saat yang tepat.

Sementara itu, Begandring sendiri secara inisiatif akan menduplikasikan bukti sejarah penting bagi Surabaya.

“Jika pemerintah kota Surabaya belum greget untuk membuat duplikasi, maka kami akan membuat dan akan berkoordinasi dengan Museum Nasional”, tegas Nanang.

Foto bersama dengan tim museum nasional.

 

Menurut pihak Museum Nasional, duplikasi diperbolehkan dengan beberapa syarat. Salah satunya adalah biaya dibebankan oleh peminta duplikat. Boleh duplikasi dengan mengirim surat permohonan kepada museum nasional karena duplikasi akan diberi nomor daftar duplikat untuk mengetahui duplikat diminta oleh siapa dan dari mana.

“Tidak boleh sembarangan menduplikasi. Harus ada ijin Museum Nasional”, pungkas Fifia Wardhani.@Tim

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...