Laki-laki, Menjadi Benda yang Dilaknat #2
Kebenaran (Cinta) Menyakitkan
TAHUN 1992, waktu itu. Keputusan sudah diambil. Kaki Yu Mbolndot mulai melangkah. Watu Kosek ditinggalkan. Ia ingin membangun suasana baru. Ke kota, mencari penghidupan.
Beruntunglah. Sebuah pabrik roti, di Surabaya bagian utara, membutuhkan tenaganya. Segera saja, kehidupan kota dijalani. Termasuk susah-sedihnya, suka-bahagianya.
Dan, datanglah hati yang berdebar-debar. Di bulan ketujuh, dadanya bungah. Penuh bunga mewangi. Yu Mblondot jatuh cinta. Tapi apa dayanya? Cinta datang bersama dengan kesumat.
Cinta dan kesumat inilah yang menjadi awal kekelaman hidupnya. Cinta yang indah, berakhir duka. Lalu, duka itu yang memupuk dendam. Ia dikhianati secara nyata.
Laki-laki itu bernama Setro. Berbulan-bulan, sepanjang satu tahun, Yu Mblondot meresapi cinta yang penuh madu. Hubungannya dengan Cak Setro serius. Sangat serius. Tandas, sampai ke dasar hati. Ah, ya. Yu Mblondot cinta mati.
Pantas Yu Mblondot cinta mati. Cak Setro tampan. Laki-laki yang sangat Surabaya. Ugal-ugalan tapi sembada. Nakal dalam arti sesungguh-sungguhnya. Apalagi jika sudah di tempat tidur. Itu, yang Yu Mblondot suka.
Selebihnya, Cak Setro sangat ideal untuk calon suami. Anaknya wong sugih. Paling tidak, itu pengakuannya. Banyak yang dikatakan pria itu. Kedengaran gombal, tapi Yu Mblondot tak peduli. Yang ia rasakan adalah mimpi. Dan, Cak Setro adalah mimpi yang nyata.
‘’Aku tidak tahu, apakah yang dikatakan benar atau tidak. Itu tidak penting. Apa saja yang dibilang Cak Setro, aku percaya,’’ katanya, yakin.
“Jadi Yu Mblondot pasrah seratus persen?” Wanita kelas berat itu terkekeh. Kepalanya mengangguk. Senyumnya menggembang. Matanya berkedipan. Alis, di atas mata, bergerak-gerak. Lalu, setengah tengadah, matanya terpejam. Mungkin sedang membayangkan Cak Setro yang gagah. Atau, Cak Setro yang liat, menggeliat, memabukkan di tempat tidur.
Tidak. Tidak lama ia mengukir bayangan indah. Sebab, selanjutnya, serapahnya tumpah. Yu Mblondot mengumpat-umpat. “Duancuk!”
Mengapa? Ia dikhianati. Hari itu, di menjelang akhir tahun. Iseng, Yu Mblondot ke Kenjeran. Benar-benar hanya iseng. Sebab, bingung mau ngapain. Dia sudah dipecat dari pekerjaan.
Di sana, di Kenjeran, di bawah pandan rindang, di antara buih yang meriah, sesudah matahari tak lagi terik, Yu Mblondot terkesima.
Tidak salah. Yang dilihat adalah Cak Setro, laki-laki yang membuatnya mabuk. Mencium aroma tubuhnya, Yu Mblondot tak bisa dibohongi. Badan lelaki itu amat dikenalinya.
Diamput! Umpatan itu melesat, menyobek dada Cak Setro yang terperanjat. Juga wanita di pangkuannya. Mereka tidak bisa bergerak. Mati kutu.
Hari itu, siang yang telah ditinggal terik matahari, tumbuh benci di dada Yu Mblondot. Laki-laki, akhirnya menjadi benda yang dilaknat. Ya, hanya menjadi benda. Dan dilaknat. (Bersambung)