Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Memperkokoh Konsensus Menuju Indonesia Emas 2045 #4

Rakyat Kuat, Bangsa Bersatu, Negara Maju. Wujudkan!

Oleh: Salamuddin Daeng

TAHUN 2011, dalam kesempatan peluncuran buku yang bertajuk ‘Memimpin Negara Dengan Konstitusi’, Ibu Megawati menyampaikan telah menugaskan Pak Taufiq Kiemas yang juga hadir dalam acara ini menjadi Ketua MPR untuk memperkuat kembali fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Buku yang kami tulis dengan beberapa pendiri Megawati Institute adalah buku perdana kalau saya tidak salah yang diterbitkan oleh organisasi ini dan diberi pengantar oleh Ibu Megawati sendiri.

Demikian seharusnya Konstitusi negara yakni UUD 1945 menjadi panduan dalam menjalankan negara dan pemerintahan. Itulah maksud Ibu Mega mengapa MPR harus difungsikan Kembali sebagaimana UUD 1945. Namun apa daya perjuangan pak Taufiq Kiemas belum berhasil.

Tahun 2015 dalam peringatan Hari Konstitusi Ibu Megawati Kembali menegaskan pentingnya mejadikan UUD 1945 yang asli sebagai pijakan pemilikiran dalam merumuskan strategi bernegara. Dikatakan bawah UUD 1945 adalah kristalisasi dari perjalanan sejarah berbangsa dan bernegara, yakni sejarah melawan penjajahan asing dan mewujudkan Indonesia Merdeka. Sehingga susunan negara sebagaimana UUD 1945 termasuk di dalamnya MPR sebagai pelaksana kedaualatan rakyat adalah demokrasi yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia dan sejalan dengan cita cita kemerdekaan.

MPR sebagaimana UUD 1945 adalah Lembaga tertinggi negara yang merupakan manifestasi dari kedaualatan rakyat. Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 bahwa kedaualatan di tangan rakyat dan dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Inilah demokrasi yang akan menjadikan rakyat kuat, bangsa kuat dan negara kuat. Namun prinsip demokrasi Indonesia ini telah diganti melalui amandemen UUD 1945 sehingga berbunyi kedaualatan di tangan rakyat dan dilaksanakan dengan Undang Undang Dasar hasil amandemen.

Lalu siapa yang dimaksud sebagai pelaksana kedaualatan rakyat menurut UUD amandemen, mereka adalah Presiden, MPR, DPR,dan DPD beserta Lembaga tinggi negara lainnya.

Ada banyak yang melaksanakan kedaualatan rakyat tersebut atau terbagi bagi di antara lembaga negara tersebut. Prinsipnya kedaulatan atau kekuasaan ini dibagi bagikan kepada cabang cabang kekuasaan yang setara mengacu pada teori demokrasi trias politica. Lalu cabang cabang kekuasaan atau cabang cabang kedaualatan itu konon akan saling melakukan check and balance. Faktanya bagaimana? Malah cek cok.

UUD Amandemen 2002 memang tidak secara eksplisit dinyatakan sudah final atau tidak boleh diubah lagi, namun faktanya memang tidak memungkinkan untuk adanya perubahan lagi. Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat untuk mengubah UUD yang seharusnya dilaksanakan oleh MPR sudah tidak ada lagi. Sejak amandemen UUD selesai tahun 2002, MPR tidak pernah lagi melaksanakan kedaulatan rakyat, karena sejak saat ini MPR tidak pernah lagi membuat UUD dan menetapkan UUD.

Selain itu kekuasan MPR untuk mengeluarkan Ketetapan (TAP) MPR sudah tidak ada lagi. Dulunya TAP MPR memiliki kedudukan di atas UU. TAP MPR mensyahkan Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang selanjutnya menjadi acuan dalam pelaksanaan negara dan pemerintahan termasuk program Pembangunan nasional. TAP MPR itu adalah bentuk pelaksanaan kedaulatan Rakyat.

Sekarang pelaksanaan negara dan pemerintahan selanjutnya dilaksanakan melalui Undang Undang yang dibuat oleh DPR bersama Presiden. Kekuasaan tertinggi dalam prakteknya dilaksanakan oleh dua lembaga tinggi negara ini. DPR boleh membuat UU apapun. Demikian juga presiden boleh mengusulkan UU apapun untuk dibahas dan disetujui DPR. Sebaliknya UU yang telah disyahkan oleh DPR maka tetap berlaku walaupun presiden tidak setuju.

Lalu bangaimana rakyat? Apakah masih berdaulat? Individu individu atau kelompok Masyarakat berhak menggugat UU ke Mahkamah Konstitusi (MK). Walaupun individu tau kelompok Masyarakat lain yang lebih banyak setuju dengan UU tersebut. Selanjutnya sebanyak 9 hakim MK mendapatkan kedaulatan atau kekuasaan membatalkan UU yang dipandang oleh hakim hakim melanggar konstitusi atau melanggar UUD.

Pengambilan Keputusan di MK dilakukan melalui voting atau suara terbanyak. Putusan MK atas suatu perkara merupakan putsaun yang final dan mengikat atau tidak dapat diganggu gugat. Jika DPR dan pemerintah tidak sepakat dengan putusan MK maka mereka dapat membuat UU yang baru.

Apa yang terjadi? Hampir semua lembaga yang terlibat dalam merumuskan agenda Pembangunan Indonesia baik yang dari dalam negeri maupun luar negeri menyimpulkan bahwa salah satu masalah terberat yang mereka hadapi adalah ketidakpastian regulasi. Mengapa? Karena dengan sistem digunakan sekarang seringkali UU dibuat tidak berdasarkan kebutuhan yang berakibat justru banyak kekosongan pengaturan, banyak UU berbenturan dengan UU lainnya.

Selain itu UU yang telah dibuat dapat berubah dengan cepat, UU dapat dipesan oleh sekelompok orang kepada DPR, dapat digugat oleh sekelompok kecil individu, dapat dibatalkan oleh 9 hakim MK melalui voting. Akibatnya sangat sulit terciptanya kepastian regulasi dalam menjalankan program Pembangunan secara terencana dan berkelanjutan.

Wacana menghidupkan Kembali GBHN telah menjadi tema diskusi yang serius di berbagai lapisan. Selain Ibu Megawati, Presiden Jokowi sebagaimana dikatakan pimpinan MPR Zulkifli Hasan setuju untuk menghidupkan Kembali GBHN.

Ketua partai Golkar Airlangga Hartarto beberapa kali bertemu Ibu Megawati untuk mendiskusikan wacana pentingnya mengembalikan GBHN.

Sementara di masyarakat berbagai kelompok telah lama bergerak mengusung ide ini. Tentu saja untuk menghidupkan GBHN maka harus menghidupkan Kembali hak MPR dalam membuat TAP MPR. Karena pentingnya GBHN adalah karena kedudukannya yang lebih tinggi dari UU. Sehingga bisa mengatasi kekacauan dan kerancuan regulasi yang marak terjadi saat ini. Ini juga adalah langkah maju mengatasi polemik omnibuslaw.

Pasangan Capres Cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam pidato menyambut hasil perhitungan cepat yang memenangkan pasangan ini dalam pemilu 2024 mengatakan akan membangun pemerintahan untuk semua.

Pemerintahan seperti apa? Yakni pemerintahan menyatukan seganap sumber daya nasional, segenap kekuatan politik dan ekonomi yang ada, dalam rangka mengusung agenda Indonesia maju dan sekaligus menghadapi tantangan global yang makin dinamis.

Pemerintahan ini adalah nama lain dari pemerintahan Persatuan Nasional, Pemerintahan Gotong Royong, pemerintahan untuk semua golongan, suku bangsa, etnis dan agama. Pemerintahan yang ingin merumuskan semua agenda bersama dalam Garis Besar Haluan Negara yang kokoh dan kuat. Haluan negara yang sekaligus menjadi peta jalan mencapai Indonesia emas 2045.@bersambung

*) Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...