Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Narasi TWK Untuk Singkirkan Pegawai KPK

Hasil Revisi UU KPK

Hasil revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini mulai nampak. Aturan ini kemudian digunakan untuk melakukan pembusukan pada upaya pemberantasan korupsi. Orang-orang bersih dan tidak pro dengan koruptor mulai ‘disingkirkan’.

Caranya, ya Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Entah darimana datangnya aturan ini. Yang jelas, TWK ini diterapkan sebagai salah satu instrumen bagi para pegawai KPK beralih status sebagai aparatur sipil negara atau ASN.

Peralihan status pegawai KPK menjadi ASN ini yang diamanahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang adalah revisi UU KPK. Pasal 1 ayat 6 UU 19 Tahun 2019 menyebutkan sebagai berikut: Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan aparatur sipil negara.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantas menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN). PP itu sebagai aturan turunan dari UU KPK yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 24 Juli 2020.

PP ini merupakan prakarsa dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN dan RB). Sehingga PP Nomor 41/2020 merupakan pelaksanaan amanat UU KPK Pasal 1 angka 6, Pasal 69B, dan Pasal 69C.

Karena itu dalam menjalankan Tes Wawasan Kebangsaan, KPK tidak terlibat. Melainkan lembaga kepegawaian negara yakni BKN dengan bekerjasama dengan BIN, BAIS-TNI, BNPT, dan lain-lain. Dalam hal ini, KPK hanya menerima hasilnya saja. Apabila KPK tidak menjalankan mekanisme ini, ya artinya KPK dianggap melanggar UU. Malah jadi kasus baru lagi.

Makanya itu banyak pihak menduga Tes Wawasan Kebangsaan hanyalah trik untuk menjegal para penyidik senior seperti Novel Baswedan untuk tersingkir dari KPK.

Alasan lain yang dicari-cari pada para penyidik KPK yang tak lolos, karena alasan terpapar radikalisme. Mereka yang tidak lolos kemudian distempel Taliban dan Radikal.

“Narasi yang juga digunakan untuk menyerang lawan-lawan politik dan melegitimasi proses revisi UU KPK. Oleh orang-orang dan robot yang sama,” kata mantan Jurubicara KPK, Febri Diansyah.

Febri berpendapat, jika pegawai KPK yang bersih dan berjuang membongkar skandal korupsi ingin diusir dari lembaga antikorupsi, maka inilah yang sesungguhnya pantas disebut pembusukan upaya pemberantasan korupsi.

Intinya, bahwa Tes Wawasan Kebangsaan sebenarnya tidak layak digunakan untuk pegawai KPK. Justru orang-orang yang tidak berwawasan kebangsaan adalah para koruptor. Ini malah kesannya para pemburu pelaku rasuah.

Negeri ini sedang dieksploitasi. Dihisap. Hak rakyat dicuri.

Tidak Lolos

Apa benar Novel Baswedan tidak lolos sebagai ASN gara-gara Tes Wawasan Kebangsaan. Bahkan infonya, pertanyaan dalam tes dianggap penuh kejanggalan.

Novel sendiri tidak menampik. Menurutnya, ada banyak upaya pelemahan pada KPK.

“Cuma yang berbeda yang diduga berbuat (saat ini) pimpinan KPK sendiri, kan lucu,” kata Novel, Selasa (4/5).

Novel juga membenarkan kabar bahwa dia dan puluhan nama lain yang dikenalnya memiliki integritas tinggi di KPK tersingkir melalui tes ASN itu. Salah satu nama yang ‘disingkirkan’ itu adalah Yudi Purnomo, yang saat ini sebagai Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK.

Bagi Novel, orang-orang yang akan disingkirkan itu memiliki kemampuan yang baik. Namun dia tetap menunggu pengumuman resmi dari KPK.

“Cuma itulah aku paham tapi nanti begitu disampaikan itu benar baru bisa dikonfirmasi kan, tapi rasanya kayak begitu sih,” kata Novel.

Namun demikian, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya Hardianto Harefa merespons kabar pemecatan pegawainya yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Menurutnya, hasil asesmen TWK masih tersegel.

“Saat ini hasil penilaian asesmen TWK tersebut masih tersegel dan disimpan aman di Gedung Merah Putih KPK,” kata Cahya.

Namun yang aneh justru Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyerahkan hasil ke KPK. Padahal KPK sendiri tidak memiliki kewenanangan atas hal itu.

Hal ini disampaikan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana. Terkait kabar banyaknya pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lolos seleksi tes wawasan kebangsaan. Dimana tes tersebut merupakan bagian dari proses pengalihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), maka menurut Bima, hal itu merupakan kewenangan KPK.

“Saya tidak bisa komen karena kewenangannya di KPK,” kata Bima, Rabu (5/5).

Dia mengatakan BKN hanya menjadi salah satu lembaga assessment. Dimana soal lulus atau tidaknya ada di KPK.

“Betul (kelulusan kewenangannya KPK). Tim asesmen hanya melaksanakan asesmen secara objektif, transparan dan akuntabel,” ujarnya.

Menurut Bima, tes itu dilakukan sebagai pemenuhan syarat agar pegawai KPK menyandang status ASN. Terdapat tiga komponen persyaratan sebagai ASN seperti taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah. Kedua, tidak terlibat dalam kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan pengadilan. Ketiga, memiliki integritas dan moral yang baik. Bima mengatakan tes itu bernama Tes Wawasan Kebangsaan.

Alat ukur yang digunakan adalah Indeks Moderasi Bernegara atau IMB-68. Indeks tersebut pernah digunakan oleh TNI Angkatan Darat dalam polemik salah satu taruna Akademi Militer yang keturunan Prancis, Enzo Zenz Allie. Enzo menjalani tes tersebut setelah dikaitkan dengan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia.

Ya, ada sebanyak 1.349 pegawai KPK yang menjalani tes. Nasibnya bisa di ujung tanduk. Sejumlah pegawai KPK menilai soal-soal yang dihadapi itu lebih mirip screening ideologi. Mereka menilai soal tersebut tidak relevan dengan pekerjaan mereka sehari-hari.

Inilah hasil dari revisi UU KPK. Pegawai KPK harus mengikuti aturan UU, yakni diarahkan untuk cinta mati NKRI dan atau Pancasilais. Tidak terlibat dalam radikal radikul, meminjam istilah Rizal Ramli. Padahal soal itu, sudah masuk tertanam dalam jiwa. Tidak perlu dipertanyakan lagi.

Saat ini, orang-orang baik bakal tersingkirkan atau disingkirkan. Dengan begitu kepentingan kekuasaan dapat diselundupkan. KPK membunuh dirinya sendiri. Masa-masa suram KPK baru dimulai.

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...