Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Sebelum R.A. Kartini, Ternyata Ada Emansipator Wanita di Hindia Belanda

Siapa yang tahu bahwa ternyata semangat emansipasi dan rasa kemerdekaan Mina Kruseman sebagai seorang wanita justru mulai tumbuh saat berada di Jawa.

REKAYOREK.ID Emansipasi wanita di Indonesia (dulu Hindia Belanda) dikenal digerakkan oleh Raden Ajeng Kartini. Ia lahir di Jepara pada 21 April 1879 dan meninggal di Rembang pada 17 September 1904. Kini setiap tahun di kenanglah jasa jasa R.A. Kartini dalam menyuarakan dan membangun kesetaraan antara pria dan wanita setiap 21 April.

Sebetulnya, jauh sebelum R.A. Kartini lahir, di Hindia Belanda sudah ada seorang penggerak emansipasi wanita. Ia lahir di Velp, Gelderland, Belanda pada 25 September 1839 dan meninggal di kota Paris, Perancis pada 1922.

Namanya adalah Wilhelmina Jacoba Pauline Rudolphine “Mina” Kruseman. Sering disingkat Mina Kruseman. Nama samarannya adalah Oristorio di Frama,

Siapa yang tahu bahwa ternyata semangat emansipasinya, rasa kemerdekaan sebagai seorang wanita justru mulai tumbuh di Jawa.

Kok bisa?

Pada usia muda, kisaran awal belasan tahun, di fahun 1850-an, Mina Kruseman dan 3 saudara perempuannya diajak bapaknya ke Hindia Belanda. Mina Kruseman adalah puteri tertua dari Hendrik George Kruseman (1802 -1880), yang tergabung dalam kesatuan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL). Karenanya H.G. Kruseman datang ke Hindia Belanda. Ketika di Hindia Belanda, mereka hidup di Semarang, Jawa Tengah.

Selama tinggal di Semarang, Mina Kruseman mengalami dan mengenyam masa masa hidup dengan perasaan bebas. Pengalaman ini dituangkan dalam otobiografinya yang berjudul “Mijn leven” (“Hidupku”), diterbitkan pada tahun 1877.

Sebagai gadis muda, yang masih berusia belasan tahun kala itu, Mina Kruseman sudah bisa membandingkan antara hidup di lingkungan kampung halaman di Belanda dan di Semarang, Hindia Belanda.

Menurutnya, tinggal di kampung halaman, Velp, perempuan dianggap sebagai kelompok yang paling terpengaruh secara negatif oleh norma-norma sosial. Di kota kecil Velp, masyarakat berpikiran sempit dan memperlakukan batasan batasan terhadap perempuan berdasarkan nilai kesopanan, konvensi dan agama.

Pada tahun 1854, di usianya 15 tahun, orang tua Mina memboyong keluarganya kembali ke Belanda. Pengalaman hidup selama di Jawa telah memberi Mina nilai hidup baru, sebagaimana ditulis dalam otobiografinya “Mijn Liven”.

Ketika tiba di kampung halaman, dia harus menghadapi lagi suasana yang dinilainya bahwa masyarakat disana berpikiran sempit dan banyak batasan batasan secara sosial dan kultur. Dia mengalami culture shock di rumahnya sendiri.

Menurut Mina Kruseman (1839-1922), Jawa memberi nilai hidup baru. Yakni kebebasan bagi perempuan. Ada perbedaan nilai antara Jawa dan Belanda.

Sesama emansipator wanita: Mina Kruseman dan Raden Ajeng Kartini, sepertinya memiliki standard nilai nilai emansipasi wanita yang berbeda.

Bagi Raden Ajeng Kartini (1879-1904), kehidupan di Jawa terasa mengungkungnya. Karenanya ia mempelopori adanya gerakan emansipasi wanita.

Sedangkan bagi Mina Kruseman, justru Jawa telah memberikan pengalaman kebebasan. Karenanya ketika ia kembali ke negaranya pada 1854, ia menghadapi dan mengalami culture shock di kampung halamannya sendiri.

Rasa Emansinya Semakin Tumbuh

Setiba di negerinya, Mina Kruseman harus adaptasi dan melakukan sesuatu yang istimewa untuk penyesuaian, tetapi dia kesulitan dan tidak mudah. Sampai sampai dia harus hijrah ke negara tetangga, Belgia. Tidak cuma Belgia, ia juga sempat tinggal di Perancis dan Amerika.

Ketika di kota Brussel, Belgia, ia mulai bergabung dengan kelompok musik. Tapi hanya setahun karena dua saudara perempuannya meninggal dan ia sendiri gagal dalam pertunangan (percintaan).

Sejak itu, Mina semakin menceburkan diri ke dalam dunia seni. Dia melanjutkan pendidikan seni tarik suara di Paris. Saat dia mencapai kesuksesan di Eropa, kemudian dia memutuskan untuk pergi ke Amerika pada tahun 1871. Saat itu usianya sudah usia 32, semakin beranjak dewasa.

Di Amerika, Mina Kruseman semakin melejit dan membuat nama panggung Stella Oristorio di Frama. Ada nama samaran lainnya yang dipakai. Yaitu Karcilla Réna. Namun kehidupan Mina Kruseman sebagai Seniman dan artis bagai gelombang, naik turun. Dia akhirnya kembali ke Belgia pada 1872.

Di tahun yang sama, Mina Kruseman sempat tinggal di Paris pada akhir Juli 1872. Disana dia menulis sebuah surat terbuka yang menanggapi isi pamflet yang dianggap tidak bersahabat dengan wanita. Pamflet itu ditulis oleh Alexandre Dumas, yang isinya berupa pertanyaan yang berbunyi “apakah perempuan harus dibunuh karena perzinahan atau tidak? “.

Rasa emansipasinya semakin kuat. Kebetulan, Dumas sendiri menciptakan istilah “féministes” (“feminis”) yang ditulis dalam buku.

Dalam buku itu, ia menulis: “Para feminis, maafkan saya tentang neologisme itu. Semua ini datang karena adanya faham, yang tidak ingin mengakui bahwa perempuan setara dengan laki-laki, bahwa dia tidak harus diberi pendidikan yang sama dan hak yang sama dengan laki-laki.”

Karena isme inilah, semangat Mina Kruseman dalam memperjuangkan kesetaraan antara lerempuan dan laki laki bergelora. Tidak hanya di bidang seni, Mina Kruseman juga menggelorakan kesetaraan melalui ceramah ceramah akademik.

Buku feminis tentang Mina Kruseman. Foto: repro

 

Nama Mina Kruseman semakin melejit karena isu isu kesetaraan gender. Bahkan namanya juga menjadi populer di tanah kelahirannya, Belanda. Ia menggelar pertunjukan pertamanya di Belanda di kota Den Haag pada November 1872.

Dalam pertunjukan itu, dia membacakan satu bab dari novel feminisnya yang  berjudul “Een huwelijk in Indië”, (“Perkawinan di Hindia Belanda”).

Apalagi ketika Mina Kruseman melakukan tur bersama dengan perintis feminist Belanda lainnya, Betsy Perk pada Maret hingga Mei 1873, maka nama Mina Kruseman semakin tenar di seluruh Belanda.

Mina Kruseman dan Eduard Douwes Dekker

Nama Eduard Douwes Dekker seharusnya tidak asing di telinga bangsa Indonesia. Eduard Douwes Dekker, yang memiliki nama samaran Multatuli (1820-1887) dikenal sebagai penulis novel yang berjudul Max Havelaar. Ia adalah Asisten Residen di Lebak.

Perkenalan Mina Kruseman dan Eduard Douwes Dekker (Multatuli) berawal dari Mina mengajak Multatuli untuk memvisualkan karya tulisan Multatuli menjadi seni pertunjukan. Pertunjukan drama ini sangat menarik, tapi penyelenggara pertunjukan belum berani memulainya.

Sampai akhirnya pada tahun 1875, Kruseman berhasil menandatangani kontrak dengan perusahaan teater pemula di Rotterdam “De nieuwe Rotterdamsche Schouwburg”. Dalam drama itu Mina Kruseman menjadi pemeran utama sebagai Ratu Louise. Pertunjukan pertunjukan selalu sukses besar.

Tapi pada pertunjukan berikutnya, posisi Mina Kruseman digantikan oleh aktris lain, Nans Sandrock-ten Hagen. Kruseman tidak dipakai oleh Multatuli. Kruseman pun marah. Sementara pertunjukan pertunjukan berikutnya dengan pemeran baru tidak sesukses jika Ratu Louise diperankan Mina.

Mina Kruseman sempat mengajukan klaim kepada Multatuli sebesar 3000 gulden, tapi klaimnya ditolak oleh pengadilan Rotterdam pada tanggal 4 Mei 1875.

Kembali Ke Hindia Belanda dan Tinggal di Surabaya

Mina Kruseman kecil sudah dapat menggambarkan dan membandingkan antara kampung halamannya, Velp, di Belanda dan Semarang di Hindia Belanda, dia lebih menemukan alam kebebasan di Semarang.

Mina Kruseman menerbitkan otobiografi lainnya “Mijn leven” (“My Life”) pada tahun 1877. Buku otobiografi ini menjadi pamungkas tentang hidupnya di Belanda.

Tepat pada 1 September 1877 dia mengucapkan selamat tinggal untuk Belanda dan pergi ke Hindia Belanda untuk menghabiskan sisa hidupnya.

Dalam halaman terakhir Otobiografinya, Mina menuliskan:  “Saya dapat melihat kembali masa lalu saya tanpa pertobatan, saya bahagia dengan masa kini, dan masa depan saya akan saya temui tanpa ilusi, tetapi juga tanpa rasa takut. Apa lagi yang Anda inginkan?”.

Mina Kruseman bahagia bisa menginjak tanah Hindia Belanda. Sebelum kedatangan Mina Kruseman, sejumlah media masa telah mengendus nya. Diantaranya adalah Algemeen Dagblad van Nederlands Indie. Koran itu mengabarkan rencana kedatangan aktris terkenal Mina Kruseman.

Berita itu ditulis pada 12 Oktober 1877. Dikabarkan Mina Kruseman akan tinggal lama, setidaknya 10 tahun. Ternyata Mina Kruseman datang pada 18 Oktober 1877. Yang mengejutkan publik adalah, ia datang bersama Pangeran Amalia dengan menumpang Nederlandsche Stoombootmaatschappij dan berlabuh di Batavia. Ia datang dengan membawa beberapa eksemplar buku Otobiografi nya.

Pada 1881 Mina Kruseman, yang sudah berusia 42 tahun, bertemu dengan Frits J. Hoffman yang usianya masih 22 tahun. Antar keduanya ada sisih 20 tahun. Frits J. Hoffman tidak lain adalah murid Mina Kruseman. Ini adalah Hububgan asmara yang berbeda usia.

Karena beda usia itulah, Mina Kruseman merahasiakan hubungan asmaranya. Saat itu Mina Kruseman sudah tinggal di Surabaya, tepatnya di rumah sendiri di jalan Nieuwe Hollandstraat (kini jalan Belakang Penjara Surabaya) kawasan Kota Tua Surabaya.

Dalam buku “Een Feminist In De Tropen” De Indische Jaren van Mina Kruseman, dituliskan bahwa pada 1880, Mina mulai menempati rumahnya sendiri di jalan Nieuwe Hollandstraat setelah pamit dari keluarga Magelink yang tinggal di Gemblongan-Tunjungan.

Jalan Rajawali (Hereenstraat) yang bersinggungan dengan jalan Belakang Penjara (Nieuwe Hollanstraat) dimana Mina Kruseman pernah tinggal. Foto: repro

 

Di rumahnya sendiri itulah Mina Kruseman tinggal bersama Frits J. Hoffman sejak 1881. Sebagai seorang aktris, rumah di jalan Belakang Penjara itu tidaklah jauh dari rumah pertunjukan yang berdiri di Comedistraat (kini jalan Merak). Gedung pertunjukan itu selanjutnya dibongkar dan dibangun Gedung Handels Vereniging Amsterdam (HVA) yang kini dipakai PTPN XI.

Sebuah surat kabar lokal Soerabaya Courant terbitan 5 November 1883 mengabarkan bahwa ada kelahiran seorang putri dari hubungan “perkawinan” Mina dan Frits ketika mereka dalam perjalanan ke Napels, Italia. Di sana juga lahir satu anak perempuan. Tapi sayang keduanya meninggal di usia muda.

Dari Italia, pasangan itu kemudian pindah dan menetap di Boulogne-sur-Seine, pinggiran kota Paris. Hoffman meninggal pada tahun 1918. Kemudian pada 1922, Mina Kruseman meninggal pada usia 82 tahun.@Nanang

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...