Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Denok Deblong #11

Istri Ketiga

Oleh: Jendra Wiswara

Banyak kisah yang sering Nini Denok dengar dari laki-laki yang pernah selingkuh dengan dirinya.  

Kebanyakan laki-laki berselingkuh karena tidak mendapat perhatian dari istrinya. Ada juga yang mengatakan, itu karena pelayanan istri mereka di atas ranjang kurang memuaskan. Bahkan, ada istri yang saat bermain di atas ranjang, tidak ada perasaan sayang.

Ah, Nini Denok. 

Perempuan ini sudah paham betul dengan permasalahan lelaki. Mungkin, perselingkuhannya dengan beberapa laki-laki yang berkeluarga mengajarkan ia tentang masalah itu.

“Tapi, banyak juga lelaki yang bohong. Istri mereka sebenarnya setia menunggu di rumah. Cuma, dasar laki-lakinya saja yang suka selingkuh.” 

Sepertinya, Nini Denok juga benci pada laki-laki yang suka selingkuh. Baginya, sebagai wanita sebenarnya ia tidak mau kalau suaminya selingkuh. Apalagi, jika sampai meninggalkan anak dan istri.

“Seperti suamiku yang aparat itu. Ia sampai tega meninggalkan suami dan anaknya. Padahal aku pernah menyuruh untuk kembali ke keluargannya. Namun, karena aku wanita yang lemah, bisanya hanya mengingatkan.’’

***

Malam makin larut. Perempuan ini masih segar. Ia memang sudah biasa tidak tidur bila malam hari. Matanya masih bundar. Suasana begitu sunyi. Terdengar suara lesung dipukul. 

“Ini bulan purnama. Di sini, orang-orang biasa menabuh lesung bila purnama,’’ katanya menjelaskan.

Ya, ini malam purnama. Dalam penanggalan Jawa, ini berarti tanggal 15. Orang-orang di desa itu biasanya memilih berjaga semalam suntuk. 

Suara lesung terdengar mistis. Bertalu-talu, menembus malam. Kata Nini Denok, pada malam bulan purnama, makhluk-makhluk halus yang jahat keluar dari persembunyiannya.

Makhluk-makhluk itu suka berbuat jahil. Mereka suka mengganggu manusia. Untuk mengusirnya, harus dibunyikan suara lesung. 

“Bila malam purnama seperti ini, penari yang memiliki ilmu akan melakukan mandi kembang tengah malam. Itu harus dilakukan di tempat terbuka, biar tubuhnya terkena sinar bulan purnama,” katanya.

“Untuk apa?” 

“Agar auranya makin terpancar. Penari harus mandi kembang tujuh warna tengah malam, pas bulan purnama. Ini juga bisa membuat dirinya bisa awet muda,’’ katanya lirih.

“Nini tidak mandi malam ini?” Ia tersenyum. 

Ah, aku cukup tidak tidur saja,” ia berkata sambil matanya mengerling.

*** 

Nini Denok membuat kopi lagi. Kali ini dua gelas. Satu buat dia, satu buat tamu misteriusnya.

Mereka kembali duduk di ruang tengah. Menyeruput kopi panas. 

Nini Denok kembali berkisah tentang suami-suaminya.

Ia bilang, pernikahan dengan suami-suaminya paling banter bertahan satu tahun saja. Nini Denok harus merelakan suami-suaminya itu kembali ke istrinya pertama, sekaligus kembali ke keluargannya. 

Sakit memang.

Namun Nini Denok sadar. Bahwa, suaminya yang punya kewajiban menafkahi keluarga. Sedangkan dirinya bukan kewajiban untuk dimiliki. Mereka milik orang lain yang telah direbut Nini Denok begitu saja. 

Aku sadar. Aku hanya istri simpanan. Makanya, saat istrinya tahu kalau dia memiliki istri kedua, istri pertamanya minta cerai. Akhirnya suamiku kembali ke istrinya yang sah”.

Suaranya lirih. Saat bercerita, tak terasa airmata menetes membasahi pipi. 

“Waktu itu aku memang sakit hati. Hidupku tidak terkontrol lagi. Kalau dulu aku pilih-pilih mencari teman laki-laki, sejak saat itu aku tidak peduli lagi.”

Nini Denok benar-benar terpukul. Ia akhirnya mengambil keputusan untuk hidup menjanda dalam beberapa tahun. 

Yang menarik, Nini Denok mengaku bahwa ia pernah menjalin asmara dengan seeorang penjabat tinggi.

“Jadi setelah aku menjanda, ada lagi seorang laki-laki yang ingin menikah denganku. Dia seorang pejabat penting di daerah sini.” 

Yang tidak kalah mengejutkan, Nini Denok mengaku bahwa dia sudah beberapa kali berhubungan badan dengan pejabat itu.

“Karena itu, ia ingin menikahiku. Lagi-lagi, aku mau dijadikan istri simpanan. Tidak tanggung-tanggung, sang pejabat ingin menjadikanku istri ketiga”. [bersambung] 

 

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...