Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Duh, Gaji TKA China

Mayoritas TKA China yang dipekerjakan di tanah air bukan tenaga terampil sesuai aturan pemerintah. Mereka justru mayoritas hanya lulusan SD, SMP dan SMA, serta bukan tenaga terampil. Hanya pekerja kasar. Namun gajinya sekelas direktur.

REKAYOREK.ID Ada rasa ketidakadilan dengan kehadiran tenaga kerja asing (TKA) China di tanah air. Para TKA ini tidak semua memiliki skill atau ketrampilan memadai. Namun, pendapatan yang didapat mereka sangat fantastis. Hal ini tentu snagat menyakitkan sekaligus menghina rakyat Indonesia.

Ketidakadilan itu diurai aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) saat berkunjung ke Komisi IX DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/5/2021) lalu.

Rombongan KAMI yang hadir antara lain Marwan Batubara, Adhie Massardi, Said Didu, MS Kaban, Gde Siriana, Radhar Tribaskoro, dan Sadun. Mereka diterima dengan baik oleh Wakil

Ketua Komisi IX DPR Melki Lakalena dan anggota Komisi IX seperti Sri Meliyana, Krisdayanti, Netty Aher, dan Mesakh Mirin.

Mereka datang untuk menggugat berbagai bentuk penjajahan TKA China pada industri mineral nasional.

Marwan Batubara sebagai SDM-LH KAMI mengurai bahwa Indonesia memiliki cadangan mineral cukup besar di dunia, yang diharapkan dapat memberi manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tapi ternyata pada industri nikel, terjadi banyak masalah, sehingga manfaat ekonomi dan keuangan yang diharapkan tak kunjung dapat diraih.

“Bahkan tenaga kerja lokal dan pribumi pun terpinggirkan, terutama akibat kebijakan dan penyelewengan seputar TKA China,” tekannya.

KAMI menemukan banyak masalah TKA China yang melanggar hukum, merugikan negara dan merampas hak rakyat untuk bekerja.

Rombongan KAMI di Gedung DPR RI, Kamis (27/5/2021)/Net

 

Meski sudah digugat berbagai kalangan, termasuk Ombudsman, anggota DPR, serikat pekerja, pakar-pakar, pengurus partai dan ormas, namun masalah TKA China tetap berjalan lancar tanpa perbaikan, sanksi atau tersentuh hukum.

Menurut KAMI, para TKA China seolah mendapat perlindungan dan jaminan dari oknum-oknum tertentu, termasuk oligarki penguasa-pengusaha.

Mereka mendapat berbagai pengecualian, fasilitas dan kemudahan antara lain dengan dalih sebagai penarik investasi/FDI, penggerak ekonomi nasional dan daerah, serta status sebagai proyek strategis nasional (PSN).

“Jumlah TKA China yang masuk Indonesia, terutama pada industri nikel dan bauksit diindikasikan mencapai puluhan ribu orang dengan wilayah tujuan terutama Sulawesi, Halmahera dan Kepulauan Riau. Cukup banyak pelanggaran TKA China yang terjadi, namun langkah korektif dan sanksi hukum tidak jelas dan berujung,” tegasnya.

Kedatangan TKA China pun tidak berjalan paralel dengan penyerapan tenaga kerja lokal secara seimbang. Selain itu, TKA China bekerja dengan melanggar berbagai peraturan yang berlaku, seperti UU 13/2013 tentang Ketenagakerjaan, Permen Ketenagakerjaan 10/2018 tentang Tata Cara Penggunaan TKA, Kepmen Tenaga Kerja No.228/2019 tentang Jabatan Tertentu oleh TKA, dan UU No.6/2011 tentang Keimigrasian.

Gaji TKA Selangit

Meskipun bekerja di Indonesia, usut punya usut, rupanya gaji TKA China sangat besar. Gaji TKA China dibandingkan pekerja pribumi bagai bumi dan langit.

“Hal ini mengusik rasa keadilan, sekaligus menghina rakyat Indonesia,” urai Marwan.

Marwan mencontohkan perusahaan smelter Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), persebaran gaji bulanan sekitar 27 persen TKA menerima Rp 15 juta hingga Rp 20 juta; 47 persen menerima Rp 21 juta hingga Rp 25 juta; 16 persen menerima Rp 26 juta hingga Rp 30 juta; 5 persen menerima Rp 31 juta hingga Rp 35 juta, dan 4 persen menerima 36 juta hingga Rp 40 juta.

“Hal hampir sama terjadi pada smelter OSS. Mayoritas TKA lulusan SD, SMP dan SMA. Namun memperoleh gaji besar dengan sebaran antara Rp 15 juta hingga Rp 35 juta,” ujarnya.

Padahal mayoritas TKA China yang dipekerjakan di tanah air bukan tenaga terampil sesuai aturan pemerintah. Mereka justru mayoritas hanya lulusan SD, SMP dan SMA, serta bukan tenaga terampi. Hanya pekerja kasar. Namun gajinya sekelas direktur.

Untuk jenis pekerjaan yang sama, sambung Marwan, gaji TKA China ini jauh di atas gaji pekerja pribumi lulusan SD hingga SMA yang hanya berkisar antara Rp 4 juta hingga Rp 5 juta, sudah termasuk lembur.

Sesuai Permenaker 10/2018, hal ini jelas melanggar aturan dan merampok hak tenaga kerja pribumi.

“Nasib pekerja lokal dan nasional di smelter-smelter milik China dan konglomerat oligarkis memang tragis. Sudahlah kesempatan kerjanya dibatasi atau dirampok TKA China, gajinya pun umumnya super rendah dibanding gaji TKA China! Kita terjajah di negeri sendiri,” tukas Marwan.

Pada kasus smelter Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), mengacu kepada rekrutmen karyawan September 2020 dipekerjakan sekitar 2 ribu TKA lulusan SD 8 persen, SMP 39 persen, dan SMA 44 persen.

Untuk lulusan D3/S1 hanya 2 persen dan berlisensi khusus 7 persen. Kondisi lebih parah terjadi pada perusahaan smelter Obsidian Stainless Steel (OSS) yang mempekerjakan TKA lulusan SD 23 persen, SMP 31 persen dan SMA 25 persen. Lulusan D3/S1 17 persen dan TKA berlisensi khusus 4 persen.

“Jika disortir berdasarkan pengalaman kerjanya, hanya 1 dari 608 orang (0,1 persen) TKA PT. VDNI dan 23 dari 1167 orang PT. OSS yang memiliki pengalaman diatas 5 tahun sesuai persyaratan,” jelasnya.

Karena itu KAMI menyoroti pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) yang pernah berdalih bahwa TKA China perlu didatangkan karena tenaga kerja lokal tidak memenuhi syarat.

LBP kala itu mengatakan bahwa banyak orang di daerah-daerah penghasil mineral di Indonesia pendidikannya tidak ada yang bagus.

“Jadi kalau ada banyak yang berteriak tidak pakai (tenaga kerja) kita, lah penduduk lokalnya saja pendidikannya enggak ada yang bagus. Misalnya saja matematika rendah,” tutur Marwan menirukan ucapan Luhut yang disampaikan pada 15 September 2020.

“Dalih LBP yang membela perusahaan China yang didukung oligarki di atas sangat sumir, manipulatif sekaligus menyakitkan,” imbuhnya.

Sebaliknya, jika dibandingkan dengan tenaga lokal atau pribumi lulusan SMA, D3 dan S1, Indonesia justru memiliki ketersediaan melimpah di Sulawesi dan Jawa. Apalagi jika sekadar lulusan SD, SMP dan SMA. Apalagi faktanya VDNI mempekerjakan TKA lulusan SD 8 persen, SMP 39 persen dan SMA 44 persen.

“Sedang di OSS, TKA lulusan SD mencapai 23 persen dan SMP 31 persen. Inilah salah satu bentuk perlindungan pejabat negara kepada perusahaan asing China, sekaligus fakta perendahan martabat dan kemampuan bangsa sendiri,” tutupnya.

Dari audiensi dengan KAMI, pimpinan dan anggota Komisi IX DPR RI berjanji akan meindaklanjuti laporan dari KAMI, dan akan melakukan peninjauan ke sejumlah wailayah di Indonesia yang memiliki ribuan TK China.

“Kami akan menindaklanjuti masukan yang disampaikan pimpinan KAMI dan nantinya kami akan pergi ke Morowali, Sulawesi Utara untuk memastikan hal tersebut sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan sehingga isu terkait dari luar negeri khususnya dari Cina ini bisa kita respons dengan tepat,” ucap Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena.

Politisi Partai Golkar itu juga akan memberikan masukan kepada pemerintah terkait adanya tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia agar tenaga kerja Indonesia tidak tersingkirkan, sebagaimana yang disesalkan oleh para anggota KAMI.

“Kami akan memberikan masukan kapada pemerintah sebagaimana penanganan dan pengelolaan tenaga asing di tanah air,” tandasnya.[]

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...