Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

KBS Sebagai Cagar Budaya Harus Sesuai Dengan Statusnya

REKAYOREK.ID Sabtu siang (5/3/2022) Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya (KBS) terlihat lengang. Maklum masih di masa pandemi. Padahal di hari hari normal, Sabtu terhitung hari akhir pekan yang lumayan jumlah pengunjungnya.

Lingkungan kebun sangat asri, lebat dengan pepohonan lindung besar, yang diantaranya adalah pohon pohon asam yang tertata rapi di kiri kanan jalan taman. Masih banyak lagi jenis pepohonan lindung yang memayungi area kabun. KBS seolah beratap dedaunan.

Sekilas suasana bagai di lingkungan alam pegunungan yang natural. Apalagi di salah satu spot terdapat siti hinggil atau lemah duwur berbentuk gundukan yang sangat lebat dengan pohon pohon. Menapaki ke atas tanah ini seolah teringat dengan elavasi di alam pegunungan. Disinilah terpasang papan bertuliskan “taman selfie”.

Memasuki siti hinggil ini harus melewati gapura yang diapit oleh sepasang arca dwarapala. Menurut pegiat sejarah klasik Tri Priyo Wijoyo, gundukan tanah ini diduga sebuah situs arkeologis.

Diduga situs arkeologi. Foto: nanang

Menurut buku “Tanda Cinta 100 Tahun Kebun Binatang Surabaya Dalam Kisah dan Cerita” di sebutkan bahwa di sekitar lemah duwur ini diyakini oleh orang orang tertentu sebagai tempat bersemedi.

Seiring dengan berjalannya waktu, perubahan perubahan pun terjadi dan suasana lingkungan KBS juga sudah terlihat lebih bersih dan rapi. Jalanan dan plataran terbuka dipaving.

Meski begitu secara natural, air hujan masih dapat diserap ke dalam tanah dengan cepat. Kandang kandang satwa yang terbuka masih lengkap dengan lansekap yang mampu manangkap air hujan, baik itu langsung tertampung di kolam kolam maupun langsung terserap ke dalam tanah.

Hanya sebuah plataran terbuka yang tidak dipaving. Yaitu area dimana terdapat sebuah prasasti cagar budaya yang dikeluarkan oleh walikota Surabaya dengan SK 188.45/004/042.104/1998 yang bernomor urut 55. Area ini menunjukkan kondisi alam aslinya, sama seperti ketika belum ada pavingisasi.

Prasasti cagar budaya ini menegaskan bahwa KBS bukan hanya sekedar sebuah taman satwa dan flora seperti nama awalnya “Soerabaiasche Planten en Dierentuin” yang dibuka pada 1916, tapi jejak jejaknya yang masih bisa dilihat dan dinikmati sebagai bagian dari wahana rekreasi hingga sekarang, sudah menjadi benda, bangunan, kawasan serta situs yang dilindungi karena sudah masuk dalam kategori cagar budaya.

Perubahan sebagai upaya penataan lingkungan KBS memang harus dilakukan sesuai dengan perkembangan jaman. Tapi keberadaan benda dan bangunan yang ternyata masih ada sejak dibukanya KBS ini sangat layak untuk dilestarikan demi tujuan tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, kebudayaan dan pariwisata sesuai dengan amanah undang undang 11/2010 tentang Cagar Budaya.

Penempatan kandang kandang binatang yang masih in situ merupakan wujud tata ruang yang sudah sangat diperhitungkan ketika membangun Dierentuin ini di awal awal abad 20. Belum lagi material kandang dan sangkar, yang terbuat dari jeruji jeruji besi dan pagar pagar besi, tergolong besi pilihan, yang ternyata meski sudah lebih dari 100 tahun, kondisi besinya masih utuh  dan tidak korosi. Ini layak menjadi obyek penelitian sipil.

Namanya kebun binatang dan flora, Soerabaiasche Planten en Dierentuin, tentu membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk mencukupi kebutuhan satwa dan tanaman. Karenanya, kebutuhan air diambilkan secara alami dari Kali Surabaya yang dipompa masuk ke dalam kebun lalu didistribuaikan ke titik titik dimana satwa satwa berada.

“Konstruksi pengairan mulai dari bak penampungan hingga pipa pipa bawah tanah yang menjalar ke beberapa titik masih terjaga dengan baik”, terang Humas KBS, Agus Supangat.

Menara intai. Foto: nanang

Tidak cuma sirkulasi air di dalam area kebun, sistim pembuangan air ke luar kebun pun masih berfungsi dengan baik.

“Meski area kebun ini relatif lebih rendah dibanding dengan jalan di luar, tapi tempat ini gak pernah banjir”, jelas Agus.

Secara vegetatif, KBS terlihat sukses mempertahankan fungsi sebagai kebun flora sehingga kebun ini bisa menjadi paru-paru kota. Masuk ke dalam KBS dapat merasakan hawa segar dan pemandangan sejuk di mata. Serba hijau sejauh mata memandang, baik secara horizontal maupun vertikal.

Karena sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, maka kiranya publik harus diajak belajar tentang makna kecagar budayaan. Mengapa dicagar budayakan dan apa saja yang dianggap benda, bangunan, kawasan dan bahkan situs cagar budaya.

Pada akhirnya, Taman Satwa KBS ini tidak saja sebagai pusat konservasi, penelitian-pengembangan, pendidikan dan rekreasi, tapi juga sebagai wahana cagar budaya yang tidak lepas dari nilai kesejarahan.

Sudahkah publik dan pengunjung mengetahuinya?

Jawaban ini menjadi tanggung jawab bersama, khususnya bagi pengelola maupun pemerintah kota karena KBS ini sudah dikelola oleh pemerintah kota dalam bentuk perusahaan daerah (PD).

Melihat prasasti yang sudah terpasang sejak 1998, maka perlu ada penjelasan mengenai apakah benda, bangunan, kawasan dan bahkan situs yang dianggap sebagai cagar budaya. Penyertaan penjelasan adalah bagian dari sarana edukasi guna melengkapi wahana edukasi dari KBS itu sendiri.

Pasukan Belanda bersiap di Dierentuin. Foto: KITLV

Selama ini belum ada media penjelas pada bagian bagian yang dianggap cagar budaya. Salah satu di antara sekian bangunan yang ada di dalam KBS yang layak sebagai bangunan cagar budaya adalah menara pengintai yang menghadap ke arah jembatan Wonokromo.

Menara pengintai ini dibuat di masa Belanda yang digunakan untuk memantau hilir mudik dan suasana di sekitar jembatan Wonokromo.

Dari beberapa foto lama yang dimiliki lembaga kearsipan Kerajaan Belanda, KITLV, terlihat pasukan Belanda sedang berpose dan bersiap di area Kebun Binatang (Dierentuin). Kawasan Wonokromo, persis di sekitar jembatan, merupakan titik dimana pejuang pejuang Surabaya bertahan dan bergerak mundur.

Dari Wonokromo, mereka bercabang dua. Ada yang mundur ke selatan (ke arah Sidoarjo) dan ke arah barat (ke arah Sepanjang). Ini adalah kisah perjuangan arek arek Surabaya yang bisa dikaitkan dengan keberadaan menara pengawas dan pengintai yang ada di dalam. KBS.

Menurut Humas KBS, Agus Supangat, bahwa dulu pernah ada rencana akan dipasang  plakard yang berisi keterangan tentang benda, bangunan, kawasan atau situs yang menjadi cagar budaya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) kota Surabaya, tapi hingga saat ini masih belum ada realisasi.

“Semoga keterangan terhadap bangunan yang dianggap cagar budaya bisa dipasang sebagai pendukung media edukasi di KBS”, pungkas Agus Supangat.[nanang]

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...