Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Memoar Wartawan Biasa-Biasa #8

Kapak Emas

Oleh: Amang Mawardi

Bagan manajemen Perwakilan Harian Pos Kota di Jawa Timur sederhananya begini: Kepala Perwakilan Ivans Harsono membawahi dua koordinator, yaitu koordinator liputan dan koordinator pemasaran.

Saya yang koordinator liputan membawahi 5 koresponden di Surabaya. Selain itu ada 3 kontributor, masing-masing satu: Sidoarjo, Jombang, Malang.

Sementara Didied Wardojo yang koordinator pemasaran membawahi 5 orang personil.

Suatu hari di tahun 1980-an Ivans Harsono yang kepala perwakilan, mendapat undangan untuk meliput peresmian perluasan pabrik petrokimia yang BUMN di Gresik.

Undangan peliputan ini dibawah koordinasi Humas Pemda Tingkat I Jawa Timur.

Selesai peliputan perluasan pabrik petrokimia yang diresmikan oleh pejabat paling berpengaruh di Indonesia (PPBI) ini, esoknya di ruang redaksi kantor perwakilan, Ivans bercerita perihal suasana tersebut.

Katanya, untuk penanda diresmikannya perluasan pabrik petrokimia ini, gunting yang digunakan memutus pita terbuat dari emas seberat 1 kilogram. Selesai acara peresmian, katanya lagi, gunting emas ini akan diserahkan ke istri pak pejabat paling berpengaruh di Indonesia (PPBI) tersebut untuk nantinya disimpan di museum.

Tidak itu saja, lanjutnya, dari ‘rasan-rasan senyap’ di antara wartawan yang meliput acara peresmian perluasan –baik wartawan dari Jakarta maupun Surabaya– Pak PPBI ini mendapat saham sekian persen dari pabrik BUMN yang diperluas itu.

Saya yang mendengar paparan teman saya se-angkatan di AWS (Akademi Wartawan Surabaya) yang usianya 6 tahun di atas saya ini, cuma mengangguk-angguk. Antara percaya dan tidak.

Rasa ragu itu, terutama mengenai gunting 1 kilogram emas tersebut. Besar dan berat lho 1 kilogram itu. Apa tidak kewalahan saat Pak PPBI ini dalam posisi menggunting “pita” rangkaian bunga melati.

Seputar 2 tahun kemudian, giliran saya yang mendapat tugas untuk meliput peresmian perluasan pabrik petrokimia di Gresik tahap berikutnya.

Wartawan lokal sebelum berangkat ke Gresik, dikumpulkan di salah satu ruang kantor Humas Pemda Tingkat I Jawa Timur di Jalan Pahlawan 110 Surabaya, untuk diberi pengarahan.

Saya masih ingat betul pakaian yang saya kenakan saat itu: celana panjang coklat tua, baju lengan pendek tipis coklat muda yang di bagian pundak ada semacam embel-embel yang biasa naruh pangkat, dan berdasi. Model baju Pramuka ini paling saya sukai. Terkesan sportif dan “terstigma” baju lapangan.

Petugas dari instansi militer memeriksa dengan teliti satu per satu kartu pers kami, lantas mencatatnya.
Isi tustel setiap peliput dibuka, diperiksa dengan njelimet.

Kemudian dijelaskan bahwa di lokasi peresmian nanti sudah ditentukan “titik” para wartawan.

Tidak boleh membuat gerakan tiba-tiba dan lain sebagainya, terutama kala memotret.

Di lokasi peresmian, seingat saya (maaf kalau keliru) tenda wartawan dipisahkan dengan tenda para pejabat dan undangan lainnya.

Saya berusaha mencari dimana posisi “pita” untaian melati yang nanti diputus oleh Pak PPBI sebagai tanda peresmian. Ini ada hubungannya dengan titik sasaran pengambilan foto oleh tustel Fujica saya nantinya. Ternyata yang ada cuma meja kecil dimana di permukaan meja tadi menjuntai seutas tali.

Maka tibalah pada puncak acara: peresmian.

Ternyata bukan gunting (emas) di baki yang dibawa petugas, tapi kapak. Dan …mata kapaknya bukan besi atau tembaga, tapi berwarna kuning. Bukan kuning muda yang kuningan, saudara-saudara. Namun, kuning tua. Ini pasti ‘gold’, bukan ‘golden’.
Mata kapak ini sebesar mata kapak ukuran sedang. Kayu kapak bentuknya sedikit meliuk. Dipelitur indah dalam warna sawo matang.

Setelah Pak PPBI ini mengayunkan kapak dengan mata logam kuning tua berkilauan ditimpa sinar matahari yang lantas mengenai tali dan putus, maka terbukalah tirai yang menutup ‘board’ tulisan “peresmian perluasan pabrik petrokimia tahap ke sekian” diiringi bunyi sirene.

Kemarin saya mencoba menalarkan “gunting emas” yang dipakai Pak PPBI untuk meresmikan perluasan pabrik sebelumnya. Mula-mula saya bayangkan, betapa besarnya gunting 1 kilogram itu. Ternyata dalam abstraksi saya, volume besarannya sama dengan gunting besi ukuran sedang. Tapi gunting emas jauh lebih berat dibanding gunting besi. Karena BJ (berat jenis) besi berbeda jauh dengan BJ emas.

BJ adalah kepadatan masa benda per satuan volume.

Satu liter air jauh beda beratnya dengan 1 liter air raksa.

Dalam konteks gunting tadi, BJ besi 7700, sedangkan BJ emas 19.300.

Jadi, cukup berat juga saat Pak PPBI (pejabat paling berpengaruh di Indonesia) ini, mengayunkan kapak memutus ‘tali peresmian’ Itu.

Lantas apa ada ‘sharing’ saham lagi? Saya enggak mikir itu. Mata kapak kuning tua tersebut telah benar-benar menyita perhatian saya. Waktu itu.@

Komentar
Loading...