Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Mempopulerkan Kembali Aksara dan Bahasa Jawa, Bisakah?

Aksara Jawa semakin jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, cepat atau lambat, warisan leluhur ini akan punah. Tetapi untungnya masih ada kalangan tertentu baik individu maupun kelompok yang masih memakai Aksara Jawa.

REKAYOREK.ID Mempopulerkan kembali Aksara Jawa di Jawa Timur, termasuk Surabaya, terdengar seperti peribahasa “pungguk merindukan bulan”, sebuah pesan yang menceritakan ketidakberhasilan cinta seseorang karena perbedaan strata. Namun, bukan tidak mungkin harapan membumikan kembali Aksara Jawa di Surabaya dan Jawa Timur tidak bisa.

Untuk mewujudkan harapan ini memang membutuhkan waktu serta niat dan kiat yang kuat dan penuh perjuangan. Menurut catatan portal resmi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa Kongres Aksara Jawa (KAJ) I, yang digelar pada 22-26 Maret 2021 di Hotel Grand Mercure, Sleman, Yogyakarta itu, dihadiri oleh tiga perwakilan propinsi. Yaitu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan perwakilan propinsi Jawa Timur.

Majalah Panyebar Semangat dengan rubrik geguritan dan sinau bahasa Jawa. Foto: Begandring

 

Kongres itu membahas isu isu penting terkait dengan Aksara Jawa. Adalah kenyataan bahwa Aksara Jawa semakin jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, cepat atau lambat, warisan leluhur ini akan punah. Tetapi untungnya masih ada kalangan tertentu baik individu maupun kelompok yang masih memakai Aksara Jawa.

Untuk membentengi dari ancaman kepunahan, maka Kongres Aksara Jawa diadakan dan diarahkan untuk membahas diantaranya tata tulis aksara Jawa, transliterasi aksara Jawa-Latin dan digitalisasi Aksara Jawa.

Masih menurut portal resmi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa Kongres itu melibatkan sekitar 1000 peserta, yang terdiri dari wakil akademisi, praktisi, budayawan, birokrat, dan masyarakat umum.

Kolaborasi

Begandring Soerabaia, sebuah komunitas sejarah dan budaya di Surabaya, mencoba menindak lanjuti Kongres itu dengan upaya memasyarakatkan kembali Aksara Jawa di Surabaya dan sekitarnya. Bersama mitra Balai Bahasa Jawa Timur (BBJT), Begandring Soerabaia akan mulai merancang kegiatan kegiatan untuk publik.

Berjejaring dengan pihak pihak terkait juga sedang dijajagi untuk gerakan bersama di bidang kebudayaan dalam rangka membumikan Aksara Jawa.

Lembar majalah terbitan Balai Bahasa Jawa Timur yang terbit per enam bulan sekali. Foto: nng/Begandring

 

Setelah bertemu dengan Dr. Umi Kulsum Kepala Balai Bahasa Jawa Timur, Begandring Soerabaia berkomunikasi dengan Museum Huruf (Aksara) yang ada di Jember. Sebuah agenda pun sudah dipersiapkan. Yaitu Pekan Aksara VI: “Dwipa Aksara” Rahasia Dinasti Sailendravamsa yang digelar mulai 30 Agustus – 9 September 2023.

Ade Sidiq Permana, salah satu pendiri Museum Huruf, mengatakan bahwa kegiatan tahunan ini merupakan upaya untuk melestarikan aksara aksara nusantara, yang salah satunya adalah Aksara Jawa. Selain ada atraksi seni dan diskusi diskusi, museum ini juga mengenalkan Aksara baru yang menjadi koleksi museum.

Krew Museum Huruf dalam rangka persiapan Pekan Aksara VI. Foto:ist/Begandring

 

Begandring Soerabaia akan menambah konten baru pada media blognya, Begandring.com, yaitu Rubrik Aksara & Basa Jawa. Menurutnya gagasan Begandring ini selaras dengan visi dan misi museum Aksara. Yaitu pelestarian Aksara nusantara, yang diantaranya adalah Aksara Jawa.

Adapun salah satu agenda diskursus yang telah dijadwal adalah bedah buku anak nusantara, yang ditulis dalam Aksara Jawa oleh Ita Surojoyo, pegiat Aksara Jawa dari Perkumpulan Begandring Soerabaia. Buku yang berjudul “Titi Tikus Ambeg Welas Asih” diagendakan menjadi sajian diskusi publik pada hari Sabtu, 2 September 2023, pukul 14.00 WIB. Kegiatan ini bertempat di Museum Huruf di jalan Bengawan Solo 27 Jember.

Di hari yang sama pada pk.19.00, juga diagendakan panggung geguritan tentang cinta dan kehidupan, yang akan disajikan oleh pegiat sastra Jawa, Utus Wahyudi.

Salah satu agenda bedah buku anak nusantara dalam Aksara Jawa yang ditulis oleh Ita Surojoyo, salah satu pegiat budaya Begandring. Foto: ist/Begandring

 

Ade menambahkan bahwa dalam upaya pelestarian Aksara Jawa, harus ada kolaborasi dari berbagai pihak. Karenanya ia mengapresiasi ajakan Begandring Soerabaia untuk gagasan gagasan kebudayaan yang sebenarnya sejalan dengan upaya pemajuan kebudayaan sebagaimana diamanatkan dalam undang undang 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Pandangan Redaktur Majalah Berbahasa Jawa

Di tempat terpisah, dari ruang redaksi majalah berbahasa Jawa, Panyebar Semangat di jalan Gedung Nasional Indonesia (GNI) Surabaya, Kukuh Wibowo, wartawan senior dan staf redaksi, menuturkan bahwa dalam upaya membumikan Aksara Jawa, berbagai pihak terkait harus saling berkolaborasi.

Redaksi dan kantor Majalah Panyebar Semangat menggunakan identitas Aksara Jawa. Foto: nng/Begandring

 

Tidak cukup lewat pemberitaan saja, tapi harus ada aksi aksi yang melibatkan masyarakat dan di dalam aksi aksi itu, Aksara Jawa bisa dikenalkan. Yang paling praktis adalah membuat design kaus dengan gambar gambar Aksara Jawa. Dengan begitu bentuk fisik Aksara Jawa dapat dilihat dan dikenali dengan mudah.

Sementara menurut redaktur Majalah Bahasa Jawa “Jaya Baya” Endang Irowati bahwa seiring dengan hilangnya kesadaran dalam memakai aksara Jawa saat ini perlu dibangun benteng- benteng agar aksara jawa tidak musnah. Benteng benteng budaya ini bisa bersifat perorangan yang sangat peduli dengan aksara Jawa, dan bisa juga kelompok pencinta budaya. Yang lebih penting lagi adalah campur tangan pemerintah untuk ikut membentengi kantong kantong kebudayaan karena pemerintah sudah mempunyai payung hukum pemajuan kebudayaan.

Produk kreatif yang dibuat secara mandiri dan dipakai sendiri oleh Ita Surojoyo. Foto: IS/Begandring

 

Endang Irowati, jurnalis senior Majalah Jaya Baya itu mengimbau kepada semua pihak untuk menggelorakan cinta budaya sendiri, termasuk aksara jawa yang ditanamkan sejak usia dini. Berbagai terobosan bisa dilakukan dengan cara mengadakan lomba menulis dan membaca aksara Jawa untuk siswa.

Selain itu harus ada gerakan mengenalkan Aksara Jawa bagi masyarakat dengan cara membuat logo logo dengan menggunakan Aksara Jawa, yang didesain sedemikian rupa sehingga menarik bagi generasi muda. Misalkan membuat kaus dengan kata kata yang indah, bersifat penyemangat dan boleh juga yang lucu lucu dengan memakai Aksara Jawa.

Begandring Soerabaia ditulis dalam Aksara Kawi. Foto: IS/Begandring

 

Penggunaan Aksara Jawa pada produk produk ekonomi kreatif bisa berdampak ganda (double impacts). Satu berdampak ekonomi dan lainnya berdampak edukasi. Keduanya adalah wujud preservasi. Hasilnya bisa dipasarkan kepada anggota komunitas melalui kegiatan kegiatan komunitas. Melalui komunitas itulah perlahan tapi pasti, Aksara Jawa dapat dipublikasikan.

Kegiatan luar sekolah ini dimaksudkan untuk mengimbangi kegiatan belajar mengajar Aksara Jawa di sekolah yang relatif minim. Tidak hanya dari sisi siswa, yang dianggap merasa kesulitan belajar Aksara Jawa, menjadi merosotnya pengajaran Aksara jawa. Humas Panitia KAJ I, Arpeni Rahmawati kala itu (2021) mengatakan bahwa kekurangan tenaga pengajar juga menjadi persoalan.

Arpeni Rahmawati mengatakan bahwa di DIY saja masih kekurangan tenaga pendidik Aksara dan bahasa Jawa. Apalagi di Surabaya dan Jawa Timur. Bisakah kita? Tentu bisa! @nanang

Komentar
Loading...