Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Prof Dr Jan v/d Putten Dari Jerman Datang ke Surabaya Demi Aksara Jawa

Aksara Jawa yang di era moderen hanya menjadi konten konten seminar dan diskusi, harus ada aktualisasinya sebagai bentuk perlindungan oleh masyarakatnya.

REKAYOREK.ID Aksara Jawa (kuna dan baru), peninggalan leluhur, di masanya sungguh luar biasa. Isinya banyak menyimpan nilai nilai mulia sebagai pegangan hidup manusia. Wujudnya tertuang pada kitab kitab dan prasasti. Hingga kini, buktinya masih ada dan nyata.

Kini bukti bukti itu menjadi benda asing bagi masyarakat. Ada jarak, yang cukup lebar dan bahkan terlalu lebar, antara benda benda itu dengan segala isinya yang tersurat dengan masyarakat sekarang. Hanya orang orang tertentu saja yang masih akrab dengan peninggalan leluhur.

Aksara leluhur ini terbenam oleh Aksara Romawi yang mulai berkembang dan dipakai pada abad 19. Di sekolah sekolah pada era kolonial mulai menggunakan aksara Romawi dan menggantikan Aksara leluhur, yang umum digunakan di sekolah maupun pengajaran pengajaran lokal sebelumnya.

Potongan sebuah tabloid beraksara Jawa. Foto: Begandring

 

Demikian kata Professor Dr Jan van der Putten, Principal Investigator ‘DREAMSEA’, ahli Ilmu Indonesia and Malayu dalam jagongan budaya di tepian Sungai Kalimas pada Jumat malam, 15 September 2023.

Singkatnya Professor Dr Jan van der Putten adalah ahli aksara Jawa dan Sunda dari Universität Hamburg, Jerman.

Kedatangan Jan ke Surabaya ini bertepatan dalam bulan aksara internasional yang diperingati pada 8 September 2022.

Sebelumnya, di Surabaya dalam rangkaian hari Aksara Internasional itu telah dibahas bersama perwakilan negara sahabat dari Jepang dan Jerman dalam upaya pemajuan Aksara, khususnya Jawa.

Prof Jan mendengarkan penjelasan A.H. Thony tentang upaya memperkenalkan kembali Aksara Jawa di Surabaya. Foto: nanang

 

Dalam jagongan budaya sambil ngopi pada Jumat, 16 September 2023, hadir tokoh penggerak budaya A. Hermas Thony dan tim Begandring yang terdiri dari Kukuh Yudha Karnanta dan Yayan Indrayana.

Bagi Jan, kota Surabaya adalah kota yang sangat multikultural dan indah. Sifat multikultural ini sudah ada sejak lama. Terbukti bahwa di era kolonial kota Surabaya sudah memiliki perkampungan etnis mulai dari Kampung Eropa, Kampung Pecinan, Kampung Melayu, Kampung Arab dan tentunya Kampung Bumi Putera. Karena keragaman yang menjadi keunikan inilah, Jan datang ke Surabaya.

Ngopi dan jagong budaya digemari Prof. Jan van der Putten. Foto: nanang

 

Ketika di Surabaya didengar kabar tentang akan digunakannya Aksara Jawa untuk penulisan nama nama kantor dan dinas di lingkungan pemerintah kota Surabaya. Jan sangat antusias. Baginya produk leluhur Jawa, yang selama ini menjadi subyek penelitian, kajian dan sebagai bahan ajar, adalah subyek yang tidak henti hentinya menarik perhatiannya.

Di Jerman, Jan mengajarkan Aksara Jawa di Universität Hamburg. Menurutnya aksara Jawa yang di era moderen hanya menjadi konten konten seminar dan diskusi, harus ada aktualisasinya sebagai bentuk perlindungan oleh masyarakatnya sendiri.

Ketika pemerintah kota Surabaya akan menggunakan Aksara Jawa untuk menamai kantor dan dinas di lingkungannya, menurutnya ini terobosan yang luar biasa. Tentu kehadirannya, yang akan dapat dilihat mata dan dibaca secara umum di tengah tengah masyarakat, akan menjadi langkah kongkrit membumikan peninggalan leluhur di buminya.

Jan prihatin jika peninggalan leluhur Jawa ini terkubur oleh hadirnya budaya budaya asing.

Kebijakan walikota Surabaya mengenai penggunaan Aksara Jawa patut mendapat apresiasi. Kebijakan ini bagaikan pintu gerbang untuk melihat kekayaan lainnya di Surabaya dan bahkan di Jawa Timur.

Kolaborasi itu dibangun untuk menjadi sister city antara Surabaya dn Hamburg. Foto: Begandring

 

Menurut Jan, Jawa Timur ini kaya akan hasil karya literasi berupa Aksara. Yaitu aksara Jawa Kuna atau yang umum disebut Bahasa Kawi.

“Bahasa dan Aksara Kawi itu bukti peradaban kerajaan Majapahit dan termasuk kerajaan kerajaan sebelumnya yang ada di Jawa Timur”, kata Jan yang sudah fasih berbicara bahasa Indonesia.

Jika pemasyarakatan aksara Jawa (baru) sudah diawali dari Surabaya, maka daerah daerah lain di Jawa Timur seyogyanya bisa bergerak bersama seperti di Surabaya.

Dari aksara Jawa, tentu setapak demi setapak akan memperkenalkan aksara Kawi yang menjadi aksara yang umum digunakan di Jawa Timur sampai era Majapahit di abad 15.

Seiring dengan upaya sosialisasi aksara Kawi melalui pintu pemasyarakatan aksara Jawa di Surabaya, sudah saatnya komunitas pemerhati dan pelestari aksara Kawi bergandengan tangan menelurkan usulan kepada propinsi Jawa Timur untuk mengampu aksara Kawi.

Jan menegaskan agar aksara Kawi ini harus benar benar dijaga keberadaannya sehingga generasi muda, generasi sekarang, tidak tercabut dari akarnya.

“Sayang sekali jika mereka tidak mengenal sejarah leluhurnya”, tambah Jan.

Sementara Thony berharap hal yang sama bahwa ketika pemerintah kota Surabaya sudah mulai menggunakan aksara Jawa, berikutnya daerah daerah lain bisa mengikuti jejak Surabaya dalam hal pelestarian kekayaan budaya yang berbentuk Bahasa sebagai salah satu dari 10 Obyek Pemajuan Kebudayaan sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Republik Indonesia 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. @nanang/aksara oleh IS

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...