Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Melacak Keraton Surabaya, Ini Temuannya

Eks Gedung Kabupaten Surabaya di jalan Gentengkali adalah kantor Kabupaten terakhir di Surabaya. Gedung ini dibangun pada 1914-1915 sebagai kantor kepala daerah pribumi (Regent) di era Hindia Belanda. Sementara di era yang sama kepala daerah yang dijabat oleh orang Eropa sebagai wali kota disebut Burgermeester.

REKAYOREK.ID Apa di kota Surabaya ada gedung Kabupaten (rumah dan kantor bupati) atau bahkan Keraton?

Ini sebuah pertanyaan yang terlalu awam khususnya bagi milenial Surabaya, yang bagi mereka jawabanya pastilah “tidak ada”. Jika jawabannya memang seperti itu, maka dapat dimaklumi. Tapi ini sekaligus pertanda “gawat” karena mereka tidak tahu sejarah kotanya.

Kota Surabaya yang sekarang berbentuk pemerintahan kota. Dulunya pernah berbentuk pemerintahan Kabupaten serta Kadipaten.

Apa buktinya? Ini model pertanyaan praktis dan simple, tapi sangat dibutuhkan bagi kebanyakan orang.

Bahwa pernah ada Kabupaten yang sebelumnya berupa Kadipaten (rumah dan kantor bupati) di Surabaya dapat dibuktikan dengan adanya gedung gedung peninggalan Kabupaten dan makam para bupati Surabaya. Bukti bukti otentik itu adalah petunjuk sejarah kota Surabaya yang layak diketahui publik Surabaya.

Mungkin selama ini sebagian warga kota Surabaya telah mengetahui bahwa gedung Kabupaten Surabaya itu berada di jalan Gentengkali 85 Surabaya. Tidak salah. Memang itulah gedung Kabupaten Surabaya yang masih terlihat pendoponya, tempat yang bersifat publik dan terbuka. Sementara bangunan di belakang pendopo adalah tempat dimana perkantoran untuk urusan administrasi dan kediaman bupati yang sedang menjabat.

Kini bekas gedung Kabupaten Surabaya ini menjadi komplek Taman Budaya Jawa Timur. Sebelum menjadi Taman Budaya Jawa Timur, komplek ini diserahkan kepada Kepala Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur sebagai pengelola dan diperkuat dengan Surat Keputusan  Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Jawa timur Nomor Sek/41/1171, tertanggal 13 Oktober 1973.

Selanjutnya oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Joesoef pada tanggal 20 Mei 1978 diresmikan sebagai Taman Budaya Provinsi Jawa Timur.

Luas area komplek Taman Budaya 10.400 m², terdiri dari beberapa bangunan, termasuk Gedung Cak Durasim yang dipergunakan sebagai tempat pementasan kesenian daerah Jawa Timur.

Eks Gedung Kabupaten Surabaya di jalan Gentengkali adalah kantor Kabupaten terakhir di Surabaya. Gedung ini dibangun pada 1914-1915 sebagai kantor kepala daerah pribumi (Regent) di era Hindia Belanda. Sementara di era yang sama kepala daerah yang dijabat oleh orang Eropa sebagai wali kota disebut Burgermeester.

Petunjuk akan pernah adanya kepala daerah di Surabaya baik kepala daerah dari Bumi Putera maupun dari Eropa masih dapat dilihat keberadaannya. Yaitu makam para bupati Surabaya (Regents van Soerabaja) di komplek pemakaman kuno Bibis, Boto Putih dan Ampel. Sementara makam dari walikotamadya Surabaya (Burgermeester van Soerabaja) dapat dijumpai di komplek pemakaman Kembang Kuning. Di sana ada makam Burgermeester Dykerman. Lokasinya persis di tengah tengah jalan makam.

Jadi kala itu di awal abad 20, di Surabaya sudah ada dua struktur pemerintahan: Pribumi yang dipimpin Bupati (Regent) dan Eropa yang dipimpin Walikotamadya (Burgermeester).

Seiring dengan perkembangan jaman, bentuk pemerintahan Kabupaten Surabaya hilang dan bentuk pemerintahan Kota yang terus berjalan hingga sekarang dengan nama pemerintah Kota Surabaya.

Meski demikian, sejarah pemerintahan Surabaya tidak boleh hilang dari ingatan warganya karena itu menjadi bagian dari sejarah kota yang bukti bukti fisiknya masih ada. Selain ada makam para bupati, juga masih ada bekas kantor kantor Kabupaten.

Belajar Masa Lalu Dari Jejaknya

Kiranya sulit membayangkan dan mempelajari sejarah sistim pemerintahan kota Surabaya, jika sekedar membayangkan tanpa melihat jejak faktualnya. Maka peninggalan sejarah Kabupaten Surabaya yang masih ada, seperti gedung gedung Kabupaten dan makam para bupati Surabaya, perlu dikenali.

Jika Pendopo Kabupaten Surabaya di jalan Gentengkali dibangun pada awal abad 20 sebagai kelangsungan sistim administrasi Kabupaten di abad 20, lantas dimanakah sistim administrasi Kabupaten Surabaya pada abad abad sebelumnya. Setidaknya di abad 19.

Pada abad ini (19) kantor Kabupaten Surabaya berada di Kebon Rojo yang dulu bernama Regentstraat. Lokasi ini berada di kawasan Kemayoran Surabaya. Sebagaimana ditulis dalam buku “Eerwerd Eenstad Geboren” GH Von Faber (1953) bahwa gedung Kabupaten di Regenstraat (jalan Kebon Rojo) dibangun pada 1840-an sebagai perluasan dari gedung lama yang dibongkar seiring dengan pembongkaran tembok (viaduk tanah) yang menjadi bagian dari tembok kota.

Gedung Kabupaten Surabaya di Kebon Rojo, yang selanjutnya dipakai sebagai HBS, Kantor Polisi Surabaya dan dibongkar pada 1928 untuk dibangun Kantor Pos Besar Surabaya. Foto: repro

 

Pembangunan gedung Kabupaten di kawasan ini sekaligus pembangunan kawasan alun alun yang lengkap dengan masjid dan kampung Kauman. Komplek tata ruang tradisional Jawa yang menganut Makro Kosmos (Hablumminallah dan Hablumminannas) ini memiliki alun alun di tengah, masjid di barat alun alun, yang di belakang (barat) masjid terdapat kampung Kauman (sekarang Kemayoran Kauman) dan di timur alun alun ada Kabupaten (tempat tinggal dan kantor bupati) Surabaya. Persis di selatan Kabupaten terdapat jalan yang bernama Regenstraat, yang kini bernama jalan Kebon Rojo.

Dalam catatan Von Faber, di kediaman bupati Surabaya inilah  pelantikan para bupati Surabaya digelar, termasuk bupati bupati di wilayah Karesidenan Surabaya.

Dalam sistim pemerintahan kolonial, di setiap daerah terdapat bupati sebagai kepala daerah tradisional. Setiap bupati “didampingi” oleh Asisten Residen sebagai perwakilan Residen yang berkedudukan di ibukota Karesidenan, Surabaya. Di gedung Kabupaten ini juga menjadi saksi pelantikan para asisten residen dan Residen yang baru.

Jadi kala itu di Surabaya terdapat kepala daerah yang dijabat Residen, kemudian bupati. Pada masa ini di Surabaya belum ada gubernur dan belum ada Burgermeester (walikota). Sementara di daerah daerah di wilayah Karesidenan Surabaya terdapat Bupati (binnenbestuur) dan Asisten Residen.

Di Surabaya, gedung Karesidenan pernah berada di barat Roodebrug (Jembatan Merah). Gedung ini dibongkar pada tahun 1930-an seiring dengan pembuatan jalan dan pembangunan gedung Gubernuran di Aloen Aloen Straat (kini jalan Pahlawan), ketika ada seorang gubernur yang memimpin wilayah propinsi Jawa Timur. Hingga sekarang di dalam gedung Gubernuran di jalan Pahlawan masih terdapat prasasti yang mencatat nama nama Gubernur Jawa Timur (Oost Java Gouverneur).

Kembali ke gedung kabupeten di Kebon Rojo. Sebagai gambaran tempat pelantikan para bupati Surabaya dan bupati bupati se Karesidenan Surabaya, di sana digambarkan jalannya pelantikan yang dimeriahkan dengan pesta pesta dansa dan pameran kerajinan produk pribumi (Von Faber) sebagaimana terkabar pada 1865 sampai 1868.

Pesta

Tepat pada 1874 di tempat ini menjadi perhelatan mewah pernikahan seorang Puteri bupati Surabaya R.A.A. Tjokronegoro IV (1863-1901) dengan putera Sultan Kutei. Di komplek Kabupaten ini kadang kadang dijadikan tempat pengasingan dan penampungan para bangsawan tinggi pribumi, misalnya Raja Buleleng, Raja Gusti Ngurah Ketut Jelantik. (Eerwerd Eenstad Geboren).

Dalam pesta pesta yang pernah digelar di Kabupaten Surabaya, berbagai jenis daging dagingan bakar disiapkan. Ada daging sapi, daging anak sapi dan daging rusa. Juga tersedia nasi yang banyaknya hingga 80 piring lengkap dengan camilannya. Tidak lupa dendeng dan ikan kering. Di Ndalem Kabupaten tidak disediakan daging kerbau dan kambing.

Sementara makanan pembasuh mulut adalah buah buahan yang enak dan manis seperti jeruk, jambu, pisang, mangga, semangka, sirsat, cempedak dan durian. Kadang juga ada anggur.

Komplek Kabupaten (Kraton) Surabaya

Komplek Kabupaten Surabaya ini cukup luas. Untuk membayangkan area komplek ini cukup melihat luasan komplek kantor pos Besar Surabaya sekarang. Lebar arealnya selebar jalan Kebon Rojo yang diukur mulai batas jalan Veteran (timur) hingga jalan Kepanjeng (barat). Sementara membujur ke utara hingga berbatasan dengan Gereja Santa Perawan Maria. Itulah luasan area Kabupaten Surabaya.

Menurut pengakuan pendeta Valentijn dari Batavia ketika berkunjung ke Surabaya dan sempat mendapat perjamuan makan di Ndalem Kabupaten bahwa kediaman bupati Surabaya ini sangat besar dan luas. Luasnya berukuran lebar 100 kaki (30 meter) dan panjang 200 kaki (60 meter).

Di ruang dalam terdapat area terbuka dengan sebuah pendopo yang dilengkapi dengan seperangkat gamelan Jawa untuk menghibur para tamu. Di ruang pendopo ini diberi tikar yang indah dan dihias dengan ornamen yang indah pula dengan sebuah tempat tidur di sebuah teras yang menghadap ke pendopo. Mungkin tempat tidur ini menjadi tempat penggede Kabupaten untuk bisa menikmati alunan musik gamelan dan tari tarian sambil lesehan tidur. Diduga tempat tidur ini adalah model tempat tidur gaya madura yang di tempatkan di teras.

Sementara seperangkat kurai model Cina yang dicat keemasan. Terlihat mewah. Di komplek Ndalem ini juga tersedia kandang gajah, yang gajah gajahnya menjadi alat transportasi bupati dan tamu tamu istimewa bupati dalam kegiatan kenegeraan resmi.

Dalam gelaran budaya untuk menyambut tamu tamu resmi ini, ditampilkan tari tarian Jawa. Pendopo Kabupaten Surabaya saat itu terlihat seperti sebuah keraton dimana sang Raja tinggal. Tidak salah karena bupati di daerah daerah, termasuk di Surabaya, adalah perwakilan dan perpanjangan tangan seorang raja secara kultural. Apalagi setelah 1625, Surabaya sudah dibawah pengaruh dan kekuasaan Mataram.

Boleh dibilang keraton Surabaya kala itu adalah di kawasan Kebon Rojo sekarang. Karenanya dengan nama jalan Kebon Rojo, kita tahu bahwa di sana pernah ada kediaman (kebun) nya “Raja” Surabaya. Raja yang dimaksud adalah bupati.

Di pendopo Kabupaten (Keraton) inilah pangeran pangeran Surabaya bertempat tinggal yang jejaknya masih bisa diidentifikasi mulai dari balun alun Kabupaten, kampung Kauman, masjid hingga pendopo (Kabupaten).

Sudahkah kita menyadari bahwa di sanalah Keraton (Kabupaten) Surabaya itu berada? @Nanang

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...