Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Sedekah Bumi, Benteng Peradaban Jaman

Oleh: Nanang Purwono

TRADISI sedekah bumi atau bersih desa di kelurahan Made, kecamatan Sambikerep, kota Surabaya adalah tradisi lokal yang sudah turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam tradisi ini warga bersedekah demi keselamatan bumi dan manusia.
Melalui “ubo rampe” yang berbentuk ancak dengan susunan hasil bumi, warga diajak untuk lebih dan senantiasa mengerti bahwa bumi yang mereka pijak telah memberi sarana kehidupan. Karenanya harus dijaga kelestariannya.

Sedekah bumi pada dasarnya adalah ungkapan rasa syukur atas keberkahan dan do’a kepada Tuhan YME untuk keselamatan. Sedekah bumi juga sekaligus menjadi potret ritual keseimbangan antara manusia dan alam. Ritual ini tidak hanya sebagai pengingat bagi warga Made saja, tetapi juga bagi semua umat manusia.

Jika manusia ramah terhadap alam, maka alam akan memberi sesuatu yang bermanfaat kepada manusia. Jika manusia jahat terhadap alam, maka bencana akan mengancam. Contohnya bahwa dengan mengolah tanah menjadi lahan pertanian atau perkebunan, maka dari tanah akan melahirkan hasil bumi yang berupa panenan. Sebaliknya jika lahan tanah dibeton, maka tidak ada lagi serapan air yang akibatnya menimbulkan banjir.

Itulah sedekah bumi, yang selain sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan YME, juga sebagai bentuk doa bersama. Inilah wadah dimana budaya, alam dan manusia terbalut dalam satu ritual.

Salah satu ubo rampe prosesi ritual ini adalah ancak. Ancak adalah tumpeng raksasa yang dibuat dari bahan hasil bumi berupa sayur dan buah. Ancak ancak inilah yang kemudian diarak dari Kelurahan Made menuju punden Singojoyo yang menjadi pusat kegiatan.

Dalam satu kegiatan sedekah bumi di kelurahan Made, bisa ada beberapa ancak karena Sedekah Bumi ini diikuti oleh empat RW yang ada di kelurahan Made. Menurut ketua LPMK Made, Joko, per satu ancak beayanya bisa jutaan rupiah, tergantung besar kecilnya.

“Satu ancak bisa menghabiskan dana 5 juta dan tingginya bisa dua meter”, kata Joko.

Ancak atau tumpeng raksasa ini terdiri dari beragam buah dan sayuran. Bentuk tumpengnya pun bermacam-macam. Ada yang seperti naga, kuda, lebah, dan masik banyak lagi.

Joko menjelaskan bahwa tumpeng tumpeng ini dinilai dalam gelaran Sedekah Bumi dan salah satu dasar penilaian yang sangat menentukan adalah penggunaan bahan hasil bumi lokal.

“Sebagus, sebesar dan setinggi apapun ancak yang dibuat, jika tidak menggunakan hasil bumi yang tumbuh di bumi Made, maka itu semua tidak ada artinya”, jelas Joko mengenai bobot penjurian.

Penggunaan hasil bumi asli ini dimaksudkan agar warga lebih menghargai dan mencintai hasil produksi lokal. “Nanti perkara dicarikan tambahan dengan membeli di tempat lain gak jadi masalah. Yang penting menggunakan buah dan sayur yang dihasilkan dari bumi Made”, tambah Joko.

Bumi Made secara alami masih memiliki lahan pertanian maupun perkebunan yang luas. Ada sawah, ada kebun sayur dan buah buahan. Made secara administratif dulunya berupa desa, tapi sekarang sudah menjadi kelurahan. Tapi bumi nya secara alami masih berupa desa yang kaya akan hasil bumi.

Karenanya gelar tradisi ritual sedekah bumi adalah upaya menjaga ekosistim dan budaya lokal. Ritual sedekah bumi adalah Benteng peradaban yang menjaga kearifan lokal baik terkait budaya maupun alam agar tidak tergerus jaman dan kemajuan.[]

*) Penulis adalah pegiat sejarah dan budaya

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...